Entah sejak kapan nama 'Kediman' menjadi sebuah kampung. Nama 'Kampoeng Kediman' saya ketahui dari sebuah surat tanah berangka tahun 1940-an atas nama Nor'ain (binti Djiong), istri dari Bermawie (bin Soehaeri).
Kini, Kampoeng Kediman berubah nama menjadi Jalan Kadiman atau Gang Kadiman. Sebagian orang menyebutnya Gang Kadiman Buntu. Dulu, Gang Kadiman tidak buntu, melainkan tembus dari Jalan Bungur Besar ke Jalan Gunung Sahari Raya. Saya sendiri tidak pernah melihat jalan tembus itu. Jalan tembus itu hilang, berubah menjadi rumah-rumah.
Gang Kadiman terletak di Jalan Bungur Besar, Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat. Gang Kadiman berada di antara Jalan Gunung Sahari III (dulu ada kantor majalah Trubus) dan Jalan Gunung Sahari IV (dulu bernama Gang Cornelis).
Tentang Kampoeng Kediman, dulu Konon, Kediman adalah nama seorang sesepuh yang amat disegani karena ketinggian ilmunya, beliau wafat dalam sebuah lelakon puasa dalam rangka memohon kepada Allah SWT agar kampungnya aman sentosa sepanjang masa.
Kampoeng Kediman pernah terkenal pada jaman Bung Karno berkuasa. Dulu persis di muka jalan masuk, pernah dibangun terminal pertama di DKI Jakarta, yang bernama terminal Bungur. Beberapa waktu kemudian, terminal Bungur pindah ke Lapangan Banteng, kemudian pindah lagi dan terpecah menjadi beberapa terminal lain seperti Cililitan, Kalideres, Lebak Bulus, dan lain-lain.
Tidak jauh dari Kampoeng Kediman, ada Jalan Garuda yang menghubungkan Jalan Gunung Sahari Raya (tembusan Pasar Baru) dan Bandara Kemayoran (sekarang PRJ Kemayoran). Hingga tahun 1980-an, jalan Garuda adalah pusat niaga di Jakarta sebelum pindah ke Blok M. Beberapa kantor majalah ibukota bermarkas di sana, misalnya Sarinah, Kartini, Bobo, dll.
Karakteristik Khas Anak Kediman
Kampoeng Kediman pernah terkenal pada jaman Bung Karno berkuasa. Dulu persis di muka jalan masuk, pernah dibangun terminal pertama di DKI Jakarta, yang bernama terminal Bungur. Beberapa waktu kemudian, terminal Bungur pindah ke Lapangan Banteng, kemudian pindah lagi dan terpecah menjadi beberapa terminal lain seperti Cililitan, Kalideres, Lebak Bulus, dan lain-lain.
Tidak jauh dari Kampoeng Kediman, ada Jalan Garuda yang menghubungkan Jalan Gunung Sahari Raya (tembusan Pasar Baru) dan Bandara Kemayoran (sekarang PRJ Kemayoran). Hingga tahun 1980-an, jalan Garuda adalah pusat niaga di Jakarta sebelum pindah ke Blok M. Beberapa kantor majalah ibukota bermarkas di sana, misalnya Sarinah, Kartini, Bobo, dll.
Karakteristik Khas Anak Kediman
Orang-tua bilang Gang Kadiman adalah gudangnya jawara, gudangnya ulama, gudangnya orang pinter, sekaligus gudangnya orang-orang brengsek. Tapi sebrengsek-brengseknya begundal Kadiman, mereka punya satu sifat yang khas, yaitu sopan santun yang tetap terjaga. Orang-orang tua dulu biasa 'marahin' anak orang layaknya anak sendiri. Para orang tua tidak marah ketika putra kesayangannya dijewer tetangga. Itulah sebabnya, setiap orang muda Gang Kadiman, senantiasa menaruh hormat kepada yang lebih tua. Suasana kekeluaragaan antar warga yang hampir ideal memang ada di Gang Kadiman. Jika suasana kekeluargaan begitu hangatnya, bisa diduga bagaimana solidaritas antar individunya !
Kenangan Penulis
Saya lahir di Gang Kadiman, atas bantuan bidan Ade, tetangga belakang rumah. Namun pada usia dua hingga sepuluh tahun saya ikut orang tua melanglang buana ke berbagai tempat: Tasikmalaya (tempat nenek dari Ibu), Tanjung Priok, Kampung Baru, dan terakhir ke Cijantung, Jakarta Timur. Sejak kelas lima SD saya tinggal kembali di sana, hingga tahun 1994, ketika tanah milik nenek buyut (Nor'ain binti Djiong) terpaksa dijual untuk menghindari silang sengketa para ahli waris di kemudian hari.
Entah sekarang, tapi dulu tinggal di Gang Kadiman lebih banyak enaknya daripada sengsaranya. Sengsaranya cuma banjir yang pasti datang 'saban' hujan. Setiap hari saya ke sekolah berjalan kaki, berjalan kaki sejak usia sebelas tahun hingga delapan belas, sejak sekolah di SDN Gunung Sahari Selatan 02, SMPN 93, hingga SMA di Budi Utomo. Waktu itu, pergi jalan kaki jauh lebih menyenangkan dari pada berkendara. Sepanjang jalan tumbuh pohon-pohon besar, udara sejuk dan teduh.
Bukan cuma ke sekolah saya biasa berjalan kaki. Ke Monas pada minggu pagi, ke Istiqlal setiap jum'at, ke Pasar Baru, Kantor Pos, Gambir, Pasar Senen, Kwitang, bahkan sampai Cikini, saya biasa berjalan kaki. Trotoar yang lebar dan bersih dan jalanan yang teduh amat menggota untuk dilalui.
Kenangan-kenangan saya di Gang Kadiman begitu menggugah untuk menggali lebih dalam dan lebih jauh sejarah Kampoeng Kediman. Bagaimanapun Kampoeng Kediman adalah kampung tua Betawi yang perlu dilindungi eksistensinya atas nama sejarah. Kepada siapa saja yang mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Kampoeng Kediman, saya tunggu komentar dan infonya.
.................
KEDIMAN VILLAGE, THE OLD VILLAGE OF BETAWI
I do not know since when the name 'Kediman' became a village. The name 'Kampoeng Kediman' I know from a letter numbered from the ground in the 1940s on behalf Nor'ain (bint Djiong), wife of Bermawie (bin Soehaeri).
Now, Kampoeng Kediman changed its name to Street Gang Kadiman or Kadiman. Some people call it Gang Kadiman Buntu. First, Gang Kadiman no dead ends, but breakthrough of Lagerstroemia Great Road to Jalan Gunung Sahari Raya. I personally never saw the pass it. The pass is lost, turned into homes.
Kadiman Gang is located at Jalan Besar Lagerstroemia, Gunung Sahari Village South, Kemayoran District, Central Jakarta. Kadiman alley located between Jalan Gunung Sahari III (then other Trubus magazine office) and Jalan Gunung Sahari IV (formerly known as Gang Cornelis).
About Kampoeng Kediman, once said, Kediman is the name of a highly respected elders because of the height of his knowledge, he died in a lelakon fasting in order to ask God Almighty to secure tranquil village of all time.
Kediman Kampoeng ever known in the Sukarno era in power. First right in front of the driveway, never built the first terminal in Jakarta, which is called the terminal Lagerstroemia. Some time later, moved to the terminal Lagerstroemia Banteng Square, then moved again and split into several other terminals such as Cililitan, Kalideres, Lebak Bulus, and others.
Not far from Kampoeng Kediman, there is a link Garuda Jalan Jalan Gunung Sahari Raya (copy of New Market) and Kemayoran Airport (now the PRJ Kemayoran). Until the 1980s, Garuda is the central shopping street in Jakarta before moving to Block M. Some magazines office there is headquartered in the capital, for example Sarinah, Kartini, Bobo, etc..
Typical Characteristics of Children Kediman
Parents are told Gang Kadiman warehouse warlords, clerics warehouse, warehouse clever people, as well as warehouse people jerk. But Kadiman sebrengsek-awful goons, they have a distinctive character, namely politeness is maintained. Old people used to 'marahin' children of people like her own child. Parents are not upset when his beloved son dijewer neighbors. That is why, every young person Gang Kadiman, always putting respect for the older. Kekeluaragaan mood among residents that there was almost ideal in Gang Kadiman. If a family atmosphere so warm, predictable how solidarity between individuals!
Memories Writer
I was born in Gang Kadiman, Ade midwives for their help, the neighbors behind the house. But at the age of two to ten years old I had a person to travel to various places: Tasikmalaya (the grandmother of the mother), Tanjung Priok, Kampung Baru, and the last to Cijantung, East Jakarta. Since fifth grade I lived back there, until 1994, when the land owned by great-grandmother (Nor'ain bint Djiong) forced sale to avoid disputes cross the heirs in the future.
Either now, but used to live in Gang Kadiman more delicious than mistreated. Mistreated just flooding that would come 'every' rain. Every day I go to school on foot, walking from the age of eleven to eighteen years, since the schools in South SDN Gunung Sahari 02, SMP 93, up to high school in Budi Utomo. At that time, went on foot a lot more fun than driving. Along the road to grow large trees, the air is cool and shady.
Not just the school I used to walk. To Monas on Sunday morning, the Istiqlal every Friday, to New Market, Post Office, Gambir, Pasar Senen, Kwitang, even Cikini, I used to walk. The sidewalks are wide and clean and very quiet street menggota to pass.
My memories so suggestive Alley Kadiman to dig deeper and more distant history Kediman Kampoeng. However Kampoeng Betawi Kediman is an old village that need to be protected existence under the name of history. To anyone who knows anything related to Kampoeng Kediman, I wait for comments and INFO.
Kenangan Penulis
Saya lahir di Gang Kadiman, atas bantuan bidan Ade, tetangga belakang rumah. Namun pada usia dua hingga sepuluh tahun saya ikut orang tua melanglang buana ke berbagai tempat: Tasikmalaya (tempat nenek dari Ibu), Tanjung Priok, Kampung Baru, dan terakhir ke Cijantung, Jakarta Timur. Sejak kelas lima SD saya tinggal kembali di sana, hingga tahun 1994, ketika tanah milik nenek buyut (Nor'ain binti Djiong) terpaksa dijual untuk menghindari silang sengketa para ahli waris di kemudian hari.
Entah sekarang, tapi dulu tinggal di Gang Kadiman lebih banyak enaknya daripada sengsaranya. Sengsaranya cuma banjir yang pasti datang 'saban' hujan. Setiap hari saya ke sekolah berjalan kaki, berjalan kaki sejak usia sebelas tahun hingga delapan belas, sejak sekolah di SDN Gunung Sahari Selatan 02, SMPN 93, hingga SMA di Budi Utomo. Waktu itu, pergi jalan kaki jauh lebih menyenangkan dari pada berkendara. Sepanjang jalan tumbuh pohon-pohon besar, udara sejuk dan teduh.
Bukan cuma ke sekolah saya biasa berjalan kaki. Ke Monas pada minggu pagi, ke Istiqlal setiap jum'at, ke Pasar Baru, Kantor Pos, Gambir, Pasar Senen, Kwitang, bahkan sampai Cikini, saya biasa berjalan kaki. Trotoar yang lebar dan bersih dan jalanan yang teduh amat menggota untuk dilalui.
Kenangan-kenangan saya di Gang Kadiman begitu menggugah untuk menggali lebih dalam dan lebih jauh sejarah Kampoeng Kediman. Bagaimanapun Kampoeng Kediman adalah kampung tua Betawi yang perlu dilindungi eksistensinya atas nama sejarah. Kepada siapa saja yang mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Kampoeng Kediman, saya tunggu komentar dan infonya.
.................
KEDIMAN VILLAGE, THE OLD VILLAGE OF BETAWI
I do not know since when the name 'Kediman' became a village. The name 'Kampoeng Kediman' I know from a letter numbered from the ground in the 1940s on behalf Nor'ain (bint Djiong), wife of Bermawie (bin Soehaeri).
Now, Kampoeng Kediman changed its name to Street Gang Kadiman or Kadiman. Some people call it Gang Kadiman Buntu. First, Gang Kadiman no dead ends, but breakthrough of Lagerstroemia Great Road to Jalan Gunung Sahari Raya. I personally never saw the pass it. The pass is lost, turned into homes.
Kadiman Gang is located at Jalan Besar Lagerstroemia, Gunung Sahari Village South, Kemayoran District, Central Jakarta. Kadiman alley located between Jalan Gunung Sahari III (then other Trubus magazine office) and Jalan Gunung Sahari IV (formerly known as Gang Cornelis).
About Kampoeng Kediman, once said, Kediman is the name of a highly respected elders because of the height of his knowledge, he died in a lelakon fasting in order to ask God Almighty to secure tranquil village of all time.
Kediman Kampoeng ever known in the Sukarno era in power. First right in front of the driveway, never built the first terminal in Jakarta, which is called the terminal Lagerstroemia. Some time later, moved to the terminal Lagerstroemia Banteng Square, then moved again and split into several other terminals such as Cililitan, Kalideres, Lebak Bulus, and others.
Not far from Kampoeng Kediman, there is a link Garuda Jalan Jalan Gunung Sahari Raya (copy of New Market) and Kemayoran Airport (now the PRJ Kemayoran). Until the 1980s, Garuda is the central shopping street in Jakarta before moving to Block M. Some magazines office there is headquartered in the capital, for example Sarinah, Kartini, Bobo, etc..
Typical Characteristics of Children Kediman
Parents are told Gang Kadiman warehouse warlords, clerics warehouse, warehouse clever people, as well as warehouse people jerk. But Kadiman sebrengsek-awful goons, they have a distinctive character, namely politeness is maintained. Old people used to 'marahin' children of people like her own child. Parents are not upset when his beloved son dijewer neighbors. That is why, every young person Gang Kadiman, always putting respect for the older. Kekeluaragaan mood among residents that there was almost ideal in Gang Kadiman. If a family atmosphere so warm, predictable how solidarity between individuals!
Memories Writer
I was born in Gang Kadiman, Ade midwives for their help, the neighbors behind the house. But at the age of two to ten years old I had a person to travel to various places: Tasikmalaya (the grandmother of the mother), Tanjung Priok, Kampung Baru, and the last to Cijantung, East Jakarta. Since fifth grade I lived back there, until 1994, when the land owned by great-grandmother (Nor'ain bint Djiong) forced sale to avoid disputes cross the heirs in the future.
Either now, but used to live in Gang Kadiman more delicious than mistreated. Mistreated just flooding that would come 'every' rain. Every day I go to school on foot, walking from the age of eleven to eighteen years, since the schools in South SDN Gunung Sahari 02, SMP 93, up to high school in Budi Utomo. At that time, went on foot a lot more fun than driving. Along the road to grow large trees, the air is cool and shady.
Not just the school I used to walk. To Monas on Sunday morning, the Istiqlal every Friday, to New Market, Post Office, Gambir, Pasar Senen, Kwitang, even Cikini, I used to walk. The sidewalks are wide and clean and very quiet street menggota to pass.
My memories so suggestive Alley Kadiman to dig deeper and more distant history Kediman Kampoeng. However Kampoeng Betawi Kediman is an old village that need to be protected existence under the name of history. To anyone who knows anything related to Kampoeng Kediman, I wait for comments and INFO.
Sekedar menakar sejak kapan nama 'Kadiman' berawal, menurut ayahanda Chalid Bermawie, dulu di Gg. Kediman ada sebuah makam keramat seorang tokoh yg wafat saat berpuasa-bertapa dalam rangka memohon kepada Allah agar kampung Kediman aman sentosa.Sampai tahun 1940-an makam tersebut masih ada yg menziarahi, kerap ditemukan bunga2 di atas pusaranya. Namun setelah tahun 1940-an, makam keramat tsb tak terawat lagi dan kian dilupakan. Akhirnya di atas makam tersebut dibangunlah rumah tinggal keluarga Bpk Ramdhani Alwi (Bang Dani). Lokasi makam keramat tersebut sekitar 40 meter sebelah barat Mushola Al Falah, berbatasan dengan pagar markas TNI AL.
BalasHapusMas,mau tanya "apa hubungannya jalan Bungur Raya dengan Jl. Kadiman? Duluan muncul mana Jl. Kadiman? atau Jln. Bungur Raya? Bisa tidak jln Bungur Raya disebut juga jalan Kadiman?
BalasHapusTerima kasih sebelumnya
Gang Kadiman itu berada di sisi jalan bungur raya antara gunung Sahari 4 dan gunung Sahari 3
BalasHapus