Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

17 Mei 2009

Harga Diri, Citra Diri, dan Sopan Santun

Istri Penulis adalah seorang guru SMA. Pada suatu kesempatan ia berseloroh menyampaikan kekagumannya pada lulusan sebuah SMP swasta di Kota Depok yang kini menjadi siswanya.

"Luar biasa, semua lulusan SMP tersebut memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dijumpai pada lulusan SMP lainnya," demikian kira-kira ucapan istri Penulis. "Tidak salah, ini adalah keberhasilan sekolah," katanya lagi menambahkan.

Keunggulan lulusan SMP swasta yang dimaksud diantaranya adalah adanya kepercayaan diri yang besar pada setiap individunya, berani menyampaikan gagasan di depan umum, berani mencoba, setiap anak pasti memiliki prestasi tinggi di bidang tertentu, dan masih banyak lagi.

Mengapa bisa demikian ?

Jawabnya tidak lain adalah telah dilakukannya upaya membangun harga diri dan citra diri positif di sekolah tersebut !

Dalam membangun harga diri dan citra diri positif, peraturan sekolah dibuat sedemian rupa sehingga hukuman menjadi sebuah konsekuensi yang umum diketahui dan ditaati. Tidak ada hinaan, tidak ada ejekan, tidak ada hardikan, bahkan tidak ada kritikan bagi siswa ! Yang ada adalah pujian, dorongan, bimbingan, dan nasehat. Guru tidak boleh marah ... nah inilah yang terberat. Guru dituntut memiliki kesabaran di atas kebanyakan orang !

Konsep membangun citra diri (self image) dan harga diri (self esteem) lebih dikenal sebagai gagasan barat. Hal ini memang ada benarnya. Konon, konsep citra diri dan harga diri memang lahir dari sebuah kegiatan riset 'Super Camp' yang dimotori oleh Bobby de Porter pada tahun 1982 di Kirkwood Meadows, California.

Namun ada satu kekurangan dari konsep harga diri dan citra diri ala DePorter di atas. Karena konsep tersebut lahir di negara barat, tentu saja masalah sopan santun tidak terlalu disinggung. Para praktisi pendidikan di Indonesia ada kalanya lupa bahwa konsep DePorter tersebut perlu disesuaikan dengan kultur Indonesia. Keberanian berpendapat, keberanian berekspresi, kepercayaan diri yang besar, dan prestasi yang tinggi tentu tidak berarti jika tidak disertai kecakapan sosial yang namanya sopan santun.

Jika konsep harga diri dan citra diri dipadukan secara serius dengan konsep sopan-santun keindonesiaan, tak terbantahkan, betul-betul menjadi konsep yang sempurna !

1 komentar:

  1. Hanna PertiwiSenin, 25 Mei, 2009

    Terimakasih atas informasinya. Semoga segera terbit informasi edukasi selanjutnya

    BalasHapus

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.