Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

17 Mei 2009

KHIDR, MAHA GURU MORALITAS

Penulis : 
HamdanA Batarawangsa


Pada tahun 1500-an dunia dihebohkan dengan buah pikir Niccolo Machiavelli tentang penguasa, dimana moralitas mapan didobrak oleh moralitas lain yang liar dan buas, yakni moralitas yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Namun moralitas liar dan buas tersebut diklaim sebagai moralitas yang justru lebih berkualitas oleh sebagian yang lain. Di abad 21 ini, nama Machiavelli begitu dipuja, bahkan buku karangannya tentang penguasa menjadi buku wajib kajian filsafat politik. Machiavelli dianggap bapak moralitas bagi tatanan dunia baru.

Lain di barat, lain lagi di timur (oriental). Terutama bagi setiap orang yang pernah menyimak kisah Musa dan Khidr, gagasan moral Machiavelli dalam bukunya 'Sang Raja' tidaklah terlalu mempesona.

Kisah Musa dan Khidr versi Islam dapat dilihat pada Al Qur'an surat al Kahfi. Secara singkat kisah Musa dan Khidr sebagai berikut :
Di usia yang cukup sepuh, Musa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan seseorang yang amat mulia di sisi Allah dan amat luas serta dalam ilmu pengetahuannya. Allah SWT meluluskan doa Musa dan menyuruhnya berjalan ke arah lautan (lautan adalah metaforadari ilmu atau alam pemikiran), namun bukan sembarang lautan. Melainkan lautan yang merupakan pertemuan dua buah arus laut, dimana satu dengan lainnya tidak bercampur. Kemudian Allah memberitahukannya pula, bahwa tanda-tanda menjelang pertemuan dengan orang yang dicari tersebut adalah bilamana terjadi hal-hal aneh diluar kewajaran nalar rasional.

Singkat cerita bertemulah Musa dengan Khidr dan menceritakan segala maksudnya. Dalam Qur'an surat Kahfi dituliskan bahwa Khidr meluluskan permintaan Musa dengan syarat. Syarat itu berupa larangan bagi Musa untuk banyak bertanya tentang apa yang akan dilakukan Khidr, sebelum Khidr sendiri yang menjelaskan maksudnya.
Tidak dijelaskan berapa lama Musa bersama Khidr. Namun pada akhir pertemuan, Musa menyatakan ketidaksanggupannya menahan diri (bersabar) dari segala apa yang telah dilakuakan Khidr.
Musa shock dan protes ketika Khidr merusak perahu orang miskin, Musa kembali protes ketika Khidr membunuh seorang anak kecil. Musa juga protes ketika Khidr tidak meminta upah atas kerja kerasnya membangun sebuah rumah, padahal masyarakat sekitar tidak bersikap baik kepadanya.



Inti Moralitas Khidr

Khidr dengan jelas dinyatakan Allah SWT sebagai seorang yang mulia, yang dalam dan luas ilmu serta kearifannya. Betapa tinggi derajat Khidr, hingga Musa pun berguru kepadanya. Khidr memiliki kapasitas yang pantas untuk menjadi maha guru moralitas.

Kisah pembunuhan anak kecil yang dilakukan Khidr adalah contoh ekstrem pendobrakan moralitas normatif. Khidr mensahkan pemerkosaan moralitas untuk mencapai derajat moralitas yang lebih tinggi, sebagaimana dijelaskan Khidr kepada Musa alasan pembunuhan tersebut bukanlah sebagai perbuatan semena-mena yang didasari oleh nafsu, melainkan atas dasar ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya untuk mencegah kerusakan yang lebih besar di masa yang akan datang. Para ulama berpendapat dan sepakat mengatakan bahwa Khidr memiliki ilmu laduni, yakni dapat mengetahui masa depan sebelum terjadi (kemungkinan pengembaraan antar waktu secara teoritis dapat dijelaskan dengan teori relativitas Einstein dan teori jagad singularitas Stephen Hawking, Wallahu 'alam).

Kita memang tidak setala dengan Khidr. Namun kisah Musa - Khidr memberikan inspirasi betapa moralitas selalu perlu dikaji untuk mencapai moralitas yang lebih tinggi lagi... itulah inti pelajaran Khidr, prinsip moralitas Khidr, Sang Maha Guru Moralitas. 

Orang tua bijaksana selalu memberi dukungan kepada anaknya untuk dengan tidak ragu melakukan apa yang menurutnya BENAR (kebenaran subjektif), namun mesti disadari bahwa ada kebenaran umum yang harus dipatuhi dan dihormati, dan jika kebenaran subjektif menabrak kebenaran umum, yang bersangkutan harus dengan bijak menerima segala konsekuensinya dengan ikhlas. 

Ketika guru sufi dari Mansur Al Hallaj (tokoh sufi masyhur dari Baghdad), Syeikh Junaid, ditanya pendapatnya tentang muridnya yang dituding menyimpang, sang guru berkata bahwa Al Hallaj bersalah di hadapan manusia, namun berbicara tentang KEBENARAN, Allah-lah Yang Maha Tahu.
Saat Mansur Al Hallaj dihukum mati oleh masyarakat, Al Hallaj  ikhlas memaafkan atas ketidaktahuan dan kebodohan para penghukumnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.