Secara administratif, Depok berada di wilayah Jawa Barat yang bersuku Sunda, namun secara kultural, Depok lebih bernuansa Betawi. Masyarakat Depok umumnya lebih nyaman disebut orang Betawi ketimbang orang Sunda. Kultur Betawi di Depok tidak lepas dari sejarah masa lalunya.
Pada peta yang dibuat Belanda sebelum abad ke-19, Depok berada dalam suatu wilayah yang bernama Mister (Meester) Cornelis yang terbentang mulai perbatasan Depok-Cibinong di selatan hingga sebagian Jakarta Pusat danTimur di utara. Mister Cornelis Chastelein adalah mantan petinggi VOC yang kemudian menjadi tuan tanah kaya raya yang dijadikan nama wilayah di jaman Belanda. Bekas rumah Mister Cornelis masih ada hingga sekarang, berada di daerah Jati Negara, tidak jauh dari stasiun kereta api. Daerah Weltevreden atau Lapangan Banteng di Sawah Besar termasuk dalam aset milik Mister Cornelis
Sedangkan
nama Depok kemungkinan sudah di kenal sejak masuknya pengaruh Banten dan Demak
pada sekitar tahun 1527-an, yakni pada masa kemelut perang kerajaan
Banten-Demak yang bercorak Islam dan Kerajaan Sunda (ibukotanya bernama Pakwan Pajajaran)
yang bercorak Sunda Wiwitan (pewaris ajaran Siksakanda Ng Karesian yang
diajarkan Penguasa Galunggung, Batari Hyang)   Nama Depok sendiri ternyata tidak hanya ada
satu, nama Depok terdapat pula di daerah Sumedang, Cirebon, Sleman, bahkan Nusa
Tenggara Barat. Umumnya, nama Depok dikaitkan dengan tempat yang dulunya pernah
menjadi tempat persinggahan dan sekolah tradisional (padepokan).  RM Jonathan (1998) menulis dalam Sejarah Singkat Masyarakat Kristen Depok pada halaman 5 alinea 4, bahwa nama Depok
sudah ada sebelum tanah wilayah itu dibeli oleh Cornelis Chastelein tahun 1696.
Hal yang sama dikatakan pula dalam laporan seorang pejabat Belanda, Abraham van
Riebeek tahun 1703, bahwa ia melewati suatu kawasan yang telah lama dikenal
bernama Depok yang letaknya antara Pondok Cina dan Pondok Terong.
Meski nama Depok sudah ada sebelum jaman tuan
tanah Belanda, namun belum dapat dipastikan sejauh mana wilayah yang bernama
Depok waktu itu. Beberapa sumber menyebutkan, kemungkinan yang disebut Depok
pada abad ke-16 itu meliputi yang sekarang menjadi Jalan Siliwangi, yang ke
arah timur berbatasan dengan kali Ciliwung, sedangkan ke barat berbatasan
dengan Jalan Kartini dan Margonda, ke utara berbatasan dengan Kampung Mangga
atau Parung Malela, dan ke selatan berbatasan dengan Parung Balimbing (Pancoran
Mas). Adapun bagian barat Depok (ke arah Parung) dahulunya termasuk wilayah
kabupaten Bogor.
Depok hingga abad ke-16 atau sebelum masuknya pengaruh Banten, termasuk wilayah Kerajaan Muara Beres, yang pusatnya ada di Desa Sukahati dan Desa Karadenan. Kerajaan Muara Beres adalah kerajaan bawahan dari kerajaan Sunda (Pakwan Pajajaran).
Pada abad ke-16, Banten-Demak melakukan ekspansi
ke wilayah Pakwan Pajajaran (Bogor Kota), dan mendirikan markas pertahanan di
Depok. Konon, untuk menembus benteng Pajajaran di Muara Beres, Banten-Demak
memerlukan waktu puluhan tahun. 
Pada saat itulah bermunculan kampung-kampung Banten-Demak yang bercorak Islam, misalnya Beji, Pondok Terong, Kedung Waringin, Rawa Denok, Rawa Geni, Mampang, Kukusan, Sawangan, dan Depok.
Adapun
kampung-kampung yang sudah ada sebelum masuknya pengaruh Banten bahkan yang
sudah ada sejak zaman Tarumanagara adalah Citayam, Parung Bingung, Parung
Balimbing, Parung Serab, Bojong Jati, Parung Malela, Kampung Mangga, Cikumpa,
Cimanggis, Cinere, Karang Anyar (sekarang wilayah Sengon dan Jemblongan),
Pabuaran, dan Susukan.
Penulis : HamdanA Batarawangsa


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.