(Bagian 3 dari artikel analisa hasil PISA 2018
oleh Hadi Wuryanto, S.Kom., M.A. dan Moch. Abduh, Ph.D.)
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah sebuah tes yang dirancang oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD) untuk menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa di Indonesia yang telah/hampir menyelesaikan masa pendidikan dasar. Hasil Pisa 2018 menunjukan tingkat literasi pelajar Indonesia adalah yang terendah dalam 20 tahun terakhir, Indonesia menempati peringkat 74 (literasi), 73 (numerasi), dan 71 (sains) dari 77 negara yang dinilai.
Menurut OECD, di bidang membaca, sekitar 27%
siswa Indonesia memiliki tingkat kompentensi 1b, sebuah tingkatan dimana siswa
hanya dapat menyelesaikan soal pemahaman teks termudah, seperti memetik sebuah
informasi yang dinyatakan secara gamblang, misalnya dari judul sebuah teks
sederhana dan umum atau dari daftar sederhana. Mereka memperlihatkan kemampuan
di beberapa sub-keterampilan, atau elemen dasar literasi membaca, misalnya
pemahaman kalimat harfiah, namun tidak mampu menyatukan dan menerapkan keterampilan
tersebut pada teks yang lebih panjang atau membuat kesimpulan sederhana.
Masih menurut OECD, di bidang matematika, sekitar 71% siswa tidak mencapai tingkat kompetensi minimum matematika. Artinya, masih banyak siswa Indonesia kesulitan dalam menghadapi situasi yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah menggunakan matematika. Biasanya mereka tidak mampu mengerjakan soal perhitungan aritmatika yang tidak menggunakan bilangan cacah atau soal yang instruksinya tidak gamblang dan terinci dengan baik.
Di bidang sains, OECD menjelaskan bahwa 35% siswa Indonesia masih berada di kelompok kompetensi tingkat 1a dan 17% di tingkat lebih rendah. Tingkat kompetensi 1a mengacu pada kemampuan siswa dalam menggunakan bahan umum dan pengetahuan prosedural untuk mengenali atau membedakan penjelasan tentang fenomena ilmiah sederhana. Bila didukung bantuan, mereka mampu mengawali penyelidikan ilmiah menggunakan maksimal dua variabel, misalnya variabel input dan variabel output. Mereka mampu membedakan hubungan sebab akibat sederhana serta menafsirkan data grafik dan visual yang hanya membutuhkan kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa-siswa pada tingkat 1a mampu memilih penjelasan ilmiah terbaik mengenai data yang tersaji dalam konteks umum.
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.