Siapa sangka tragedi kemanusiaan di Gaza, Palestina, memiliki motif ekonomi. Sebagian besar orang menyangka (bahkan mungkin orang Israel sendiri) bahwa perang Israel – Hamas (Palestina) adalah soal penjajahan semata dimana Bani Israel yang terusir dari Eropa sedang berusaha memiliki negara sendiri dengan mengusir bangsa Palestina. Sebagian lagi menyangka pendudukan Israel di Palestina adalah motif keyakinan Yahudi akan impian mengembalikan kejayaan Israel dan menyambut kedatangan Messsias akhir jaman mereka. Jika sedikit menengok sejarah tentang Terusan Suez dan menyimak Ben Gurion Canal Plan, nyata sekali segala kebrutalan di Gaza selatan hanyalah motif bisnis semata.
Ketika Perancis menguasai
Mesir, Terusan (Kanal) Suez dibangun dengan tujuan ekonomi.  Tepat di mulut Terusan Suez, di Pantai Laut
Tengah, ada kawasan strategis yang cocok dijadikan pangkalan atau pelabuhan
singgah (mirip Singapura) yang merupakan daerah Negara Palestina. Adanya
Terusan Suez menyebabkan ide menguasai Palestina menjadi masuk akal. 
Kembalinya Terusan Suez dalam kekuasaan Mesir, membuat pihak Israel-Perancis-Inggris plus Amerika Serikat memunculkan ide membuat terusan tandingan di timur Terusan Suez, menghubungkan Laut Tengah dan Laut Merah dengan membuat sodetan (kanal) di selatan Gaza.
Terusan Suez atau Qanā al-Suways, di sebelah barat Semenanjung Sinai, Mesir,
merupakan terusan
kapal sepanjang 193 km, menghubungkan Pelabuhan
Said (Būr Sa'īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah.
Terusan Suez diresmikan
tahun 1869 dan
dibangun atas prakarsa insinyur Prancis yang
bernama Ferdinand
Vicomte de Lesseps. Saat Terusan Suez dibangun, Mesir berada dalam
jajahan Perancis.
Terusan ini
memungkinkan transportasi
air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya terusan
(kanal) ini, jika tidak ingin mengelilingi benua Afrika, barang niaga atau
orang dari Eropa harus mengosongkan kapal dan dilanjutkan dengan perjalanan
darat dari Pelabuhan Said di Laut Tengah hingga al Suways di Laut Merah jika
ingin menuju Asia. Pada era itu, perdagangan di daerah Asia Barat sudah sangat
ramai.
Terusan ini terdiri dari dua
bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter, menghubungkan Laut Tengah ke Teluk Suez.
Dalam era Perang Dunia I
Terusan Suez yang saat itu berada di bawah kekuasan Inggris, diserang oleh
pasukan Jerman dan Turki Ottoman. Posisi
Suez yang sangat strategis, yaitu menghubungkan Laut Mediterania
(Tengah) dan Laut
Merah, menjadikan terusan ini objek rebutan, baik karena alasan
politik maupun alasan ekonomi.
Saat Mesir dipimpin
Presiden Gamal
Abdul Nasir terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956
dinasionalisasi (diambil alih) pihak Mesir. Hal ini memicu terjadinya krisis Suez karena
Prancis tidak terima Suez dikuasai Mesir. Pada tanggal 29 Oktober 1956 terjadi
serangan gabungan dari Israel-Inggris-Prancis di Mesir.  Melalui intervensi dari PBB, Amerika Serikat
dan Uni Soviet, konfrontasi tersebut dapat berakhir relatif cepat, dan kampanye
perang pada 22 Desember 1956 kembali dievakuasi.
10 tahun kemudian, dalam Perang Enam Hari, mendorong
Israel pada tanggal 9 Juni 1967 kembali menguasai Suez. Terusan Suez tetap
tertutup untuk pengiriman dari Mesir dan menempatkan di perbatasan antara Mesir
dan Israel. Israel mendirikan sebuah garis pertahanan, yaitu garis Bar-Lev dan
mengusai Semenanjung Sinai.
Dalam Perang
Yom Kippur, pada tanggal 6 Oktober 1973 Suez berhasil dikuasai oleh
pasukan Mesir. Tetapi pada akhirnya Israel juga berhasil memukul mundur Mesir
dalam serangan balasan pada 16 Oktober 1973, Israel menyeberangi Suez dengan
membuat sebuah jembatan di atas kanal.  Melalui
perjuangan fisik dan diplomatik, akhirnya Mesir tampil sebagai pemenang sehingga
seluruh saluran Suez dan Semenanjung Sinai kembali di bawah kendali Mesir.
Setelah sempat ditutup  akhirnya terusan
Suez kemudian dibuka untuk umum lagi pada tahun 1975.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.