Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

05 Oktober 2024

TAK ADA ULAMA BERTENGKAR (Menghormati Perbedaan dan Otoritas Ulama)

Sering kita jumpai perdebatan bahkan pertengkaran tentang agama (Islam). Semua yang bertengkar tentang agama sejatinya bukanlah ulama, bahkan sebetulnya tidak layak menyandang gelar ustadz, guru, mualim, apalagi kyai. Semua yang bertengkar itu adalah masyarakat awam yang belum tercerahkan.

Perbedaan pendapat ulama adalah rahmat, karena perbedaan itu adalah solusi dari persoalan umat pada waktu dan tempatnya masing-masing yang merupakan buah dari kebijaksanaan. Pendapat mana saja boleh dipilih oleh umat sesuai situasi dan kondisinya masing-masing.  Sejarah mencatat imam Hanafi, imam Maliki, imam Syai’i, dan imam Hambali, mereka adalah ulama fiqh (hukum islam) paling terkemuka di dunia yang memberi ajaran khasnya (mazhab) masing-masing, beberapa diantaranya hidup sejaman dan berinteraksi secara langsung namun tidak ada catatan pertengkaran, justru yang tercatat adalah kisah toleransi dan keguyupannya. Empat imam mazhab telah meneladani bagaimana mensikapi perbedaan, namun tidak dicontoh oleh sebagian pengikutnya saat ini.

Toleransi yang diteladani para ulama terkemuka di atas bukan saja cerminan adab dan akhlak mulia, namun juga didasari ilmu yang berdasar kisah Nabi Muhammad Saw. Ketika Rasulullah Saw mengutus Muadz bin Jabal sebagai hakim yang mendakwahkan Islam ke Yaman, Rasulullah bertanya, “Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan jawaban dalam al Quran dan Sunnah?, Muadz menjawab, ”Aku akan berijtihad” (Hadits Bukhori no.4341-4342). Jawaban Muadz ini melegakan hati Rasulullah Saw. Muadz bin Jabal menjalankan fungsi ulama mewakili Rasulullah Saw dengan  memiliki otoritas keilmuan. Otoritas keilmuan inilah yang menjadi dasar logika para imam mashab dan ulama sebelum serta setelahnya bersikap dan berperilaku penuh toleransi, saling menghormati, dan guyup-rukun dalam kebhinekaan pemahaman. Kepada Muadz bin Jabal, lebih lanjut Rasulullah Saw juga berpesan hal yang sangat prinsipil, diantaranya  mempermudah tidak mempersulit, tidak menakut-nakuti, dan senantiasa memperbaiki aqidah.

Kini 14 abad setelah Rasulullah Saw wafat, ulama adalah pewaris sekaligus penerus dakwah Nabi. Dalam dakwahnya ulama telah diberi otoritas untuk berijtihad berdasar ilmu dan kebijaksanaannya, yang berarti pula dengan demikian sangat dimaklumi jika semakin banyak perbedaan pendapat sehubungan dengan agama. Umat yang awam tidak perlu repot mengomentari negatif apalagi mendebat pendapat ulama, umat bisa memilih solusi ulama yang mana yang akan dipilih untuk diikuti sesuai situasi dan kondisinya masing-masing. Semakin banyak pendapat sebetulnya semakin memudahkan umat, inilah yang disebut rahmat.

Pemahaman agama ini sangat beragam. Ada perbedaan aqidah (akal, pemikiran, konsep), berbeda akidah tidak menyebabkan seseorang kafir, namun Rasulullah berpesan untuk tidak henti belajar untuk terus memperbaiki akidah. Ada perbedaan dalam menjalankan syariat seperti tata cara sholat dan bacaannya, seperti yang kerap dikorek oleh kaum orientalis antara sunni dan syiah.  Ada pula perbedaan dalam tata cara bermuamalah, berpakaian, dan banyak lagi, seperti dalam pengelolaan keuangan, soal jilbab, soal cadar, soal qurban, dan seterusnya. Dengan memahami otoritas ulama, semoga umat bisa meneladani toleransi dan saling menghormati yang telah dicontohkan ulama. Ulama itu tercermin dalam ilmu dan akhlaknya yang mulia, tidak ada ulama yang bertengkar.    ()HamdanaBatarawangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.