Baru-baru ini masalah nikah siri kembali jadi wacana publik. Pro dan kontra tentang hal ini belum habis dibicarakan. Secara ringkas, yang dimaksud nikah siri adalah pernikahan yang tak tercatat di Kantor Catatan Sipil. Tentang sah atau tidaknya nikah siri, tentu saja sah secara agama dan atau adat.
Namun meski sah secara agama dan atau adat, ternyata nikah yang tak tercatat di Kantor Catatan Sipil ini berdampak rumit bagi pasangan yang melakoni, bahkan mempersulit kehidupan di masa depan anak-anak yang lahir dari orang tua yang menikah dengan cara ini. Anak-anak mereka tidak bisa memiliki Akte Kelahiran, padahal Akte Kelahiran diperlukan untuk administrasi pendidikan formal dan berbagai keperluan lainnya. Tentu saja, ini tak adil bagi anak-anak, anak-anak mereka jelas terdzolimi oleh sistem yang ada! Itu tak terbantahkan !
Kelompok yang menentang pernikahan sirri berasumsi, bahwa pernikahan seperti itu amat merugikan pihak perempuan di mata hukum (hukum negara). Selain mempersulit masa depan anak, sang istri tak mendapatkan hak pewarisan.
Kelompok pendukung berasumsi lain lagi. Menurut pihak yang mendukung pernikahan siri, segala permasalahan di atas semata-mata hanya dikarenakan pihak berwenang enggan mencatatkan pernikahan siri tersebut. Andai pihak berwenang mau proaktif melayani, mendatangi dan membantu mencatatkan pernikahan siri meraka, maka segala permasalahan gugur dengan sendirinya. Dengan demikian, permasalahan bukan pada ‘nikah siri’nya, tapi pada manajemen dan kinerja petugas pencatatan sipil ! Mereka belum memiliki kearifan untuk membantu dan melayani.
Hingga detik ini, pernikahan siri tetap ada di mana-mana. Adanya pernikahan siri diakibatkan oleh banyak hal : 1). Pernikahan siri lebih ekonomis dan sederhana, 2). Adanya peraturan yang melarang praktek poligami terutama bagi pegawai pemerintah, sehingga tak mungkin melangsungkan pernikahan secara biasa, dan hanya mungkin secara agama atau adat. 3). Biaya pernikahan biasa yang mahal. 5). Birokrasi yang bertele-tele. 4). Pernikahan sirri masih dipercaya sebagai solusi menghindari pergaulan bebas (free sex) yang semakin menjadi-jadi.
Bagaimana dengan Anda, nikah siri, masalah atau solusi?
Anak dari Pernikahan Sirri tetap bisa punya Akte Kelahiran!
BalasHapusTapi karena pernikahannya belum tercatat oleh Negara, maka nama orang tua yang dicantumkan dalam Akte Kelahiran hanya NAMA IBU. Nama Ayah tidak bisa dicantumkan (UU 23/2006)
Nama ayah tak tercantum menjadi pukulan psikologis serius bagi anak !
HapusAlhamdulillah, UU No.23 Tahun 2006 membolehkan anak hasil kawin siri mempunyai Akte Lahir. Tapi kenapa nama Bapaknya tak boleh ditulis? Itu berarti hak waris anak tak terlindungi krn tak ada ikatan hukum perdatanya. Anak masih tetap dirugikan. Kenapa sih, mereka yang kawin siri tak dibantu sj, catatkan pernikahannya, dan buatkan surat kawinnya, tak masalah jk ijab-qabul perlu diulang...
BalasHapusRupanya telah bercermin dari eropa dan amerika, disana memang sudah biasa akte tanpa nama bapaknya. Tapi di Indonesia, apa tidak mengganggu kejiwaan anak, karena seolah mereka anak haram?
saya contoh istri korban nikah sirri hasil poligami. meskipun ada surat pernyataan bermaterai dari suami yg menyatakan siap meresmikan nikah ke negara dan melengkapi akte kelahiran anak atas nama bapak ibu, ternyata setelah lahir anak kami, beliau justru menyatakan putus nikah siri akibat tidak disetujui istri pertama. nah bingung kan kemana mengadu nya ?
BalasHapusKarena ada pernyataan bermaterai yg memiliki kekuatan hukum, maka bisa saja diselesaikan secara hukum.
Hapus