Setelah satu tahun genosida Israel atas bangsa Palestina, dunia kompak mengecam Israel, namun hanya beberapa negara yang terang-terangan melakukan aksi militer, mereka adalah Iran di timur, Yaman (Houti) di selatan, dan Lebanon (Hisbullah) di utara, dimana muslim di tiga negara tersebut adalah penganut mazhab syiah. Israel dikepung syiah, dan Iran adalah ibu dari keduanya.
Ketika Netanyahu ditanya siapakah musuh terbesar Israel, Netanyahu menjawab, yang pertama adalah Iran, yang kedua adalah Iran, dan yang ketiga adalah Iran. Meski kebencian kepada Iran keluar dari mulut Perdana Menteri Israel, namun sejak 1979 negara AS lah yang getol menyerang Iran secara langsung, mulai aksi sabotase hingga embargo politik-ekonomi-dan persenjataan. Seperti umum diketahui, pada 1979 terjadi revolusi di Iran yang mengubah negara Iran yang monarki menjadi Republik Islam Iran, dan sejak tahun itu pula putuslah hubungan diplomatik AS-Iran, kemudian Iran menjadi satu-satunya negara di Timur-Tengah yang paling mempersoalkan penjajahan Israel atas Palestina hingga sekarang.
Secara historis,
Iran (dan Irak) adalah negara besar yang dulunya menjadi induk peradaban dunia.
Iran dahulunya bernama Persia dan Babilonia yang kekuasaannya meliputi
Asia-Afrika hingga Eropa, tempat munculnya peradaban unggul pertama di dunia
dimana Hammurabi membuat naskah hak asasi manusia yang paling tua, tempat
lahirnya Nabi Ibrahim sekaligus bangsa yang disebut Aria yang memperkenalkan
berbagai ilmu pengetahuan dan ajaran Brahm “proto hindi” di India bagian utara.
Iran juga tetap menjadi pusat peradaban dunia ketika Dinasti Abbasiyah berkuasa
selama 500 tahun sebelum bergeser ke Turki Utsmani hingga 1924.  Selain kaya akan sejarah, Iran juga kaya akan
hasil alam dan minyak yang menjadi sumber energi utama di bumi.  Ketika AS baru saja tiga dekade merasakan manisnya
menjadi negara adidaya pasca keruntuhan peradaban Islam yang bertahan lebih
dari seribu tahun itu, kemunculan Negara Republik Islam Iran langsung menjadi mimpi
buruk. Penduduk Iran mayoritas muslim dan merupakan penganut mazhab syiah
terbesar di dunia.
Sebelum 1979,
isyu syiah hanyalah konflik receh dalam masyarakat bawah, syiah hanyalah salah
satu mazhab fiqh (mazhab hukum Islam) dari banyak mazhab lainnya dalam
Islam.  Perbedaan fiqh dipandang sebagai
rahmat bagi umat karena memberikan alternatif solusi dalam permasalahan
keagamaan sehari-hari. Adapun syiah menjadi konflik adalah ketika beberapa
tokoh politik membenturkannya dengan mazhab sunni. Pada tahun 632, syiah
bukanlah sebuah mazhab agama, melainkan hanya nama kelompok.  Syiatu Ali (Syiah Ali) berarti kelompok
pendukung Ali, Syiatu Aisyah (Syiah Aisyah) berarti pendukung Aisyah, dst. Pada
tahun itu Rasulullah Saw wafat dan muncul kelompok-kelompok politik yang
mengusung calon pengganti nabi sebagai khalifah, masyarakat Islam di Madinah
terpecah menjadi 3 kelompok besar, yaitu kelompok Aisyah binti Abu Bakar, kelompok
Muawiyah bin Abu Sufyan, dan kelompok Ali bin Abi Thalib. Saat ini, sebutan
syiah dinisbatkan hanya pada kelompok fanatik Ali bin Abi Thalib. Syiah yang
pada tahun 632 hanya kelompok politik, kini berubah menjadi mazhab fiqh Islam.
Konflik kuno
yang tadinya hanya recehan, sejak 1979 diolah sedemikian rupa oleh AS menjadi
komoditi politik global yang bertujuan mengisolasi Iran dari negara-negara
berpenduduk muslim di dunia. Propaganda AS berupaya agar penduduk muslim Iran
yang syiah harus dicap kafir oleh muslim sunni di seluruh dunia yang merupakan
mazhab mayoritas. 
Konflik
syiah-sunni setelah 1979  muncul di beberapa
negara yang identik dengan Islam, terutama Irak, Suriah, Yaman, dan Indonesia.  Di Irak terjadi perang saudara sunni-syiah
pada 2006—2008, 2013—2017, dan 2021.  Di Syiria/Suriah
pada 2011 AS menciptakan ISIS  yang
seolah-olah bagian dari Islam Sunni untuk mengelabui umat Islam yang
mengakibatkan perang sunni yang didukung AS dan syiah yang pro pemerintah, kehancuran
fisik luar biasa, dan sukses menebar kebencian anti syiah ke negara muslim
lainnya. Di Yaman terjadi perang saudara kelompok syiah (Houti) dan kelompok
sunni yang didukung AS pada 2014—2022. 
Di Indonesia masyarakat yang termakan tipuan ISIS mengambil sikap kontra
pemerintah dan menyulut kebencian pada sesame muslim terkhusus pada mazhab
syiah yang menimbulkan korban jiwa di Sampang Madura pada 2012.
Sikap AS plus Israel yang anti Iran dapat dipahami karena Iran yang Islam adalah raksasa yang mengancam "tatanan dunia baru" gaya hidup dan sistem ekonomi kapitalisme yang memakmurkan barat. Di tahun 2025 mungkin akan semakin jelas bahwa fokus utama geopolitik bukan pada Rusia, Cina, dan Korea Utara, tapi IRAN yang Syi'ah.
Penulis HamdanA Batarawangsa













