Penulis : Hamdan Arfani, SPt. MPd.
Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog) adalah sebuah judul buku yang ditulis Tan Malaka, seorang tokoh senior penyumbang pemikiran untuk Indonesia merdeka. Tan Malaka meyakini bahwa tujuan negara Republik Indonesia akan tercapai hanya jika melalui materialisme, dialektika, dan logika. Apa yang diyakini Tan Malaka memancing orang untuk mencari tahu apa itu materialisme, dialektika, dan logika; apakah setelah memahaminya kita sepakat dengan pendapat Tan Malaka ?
Materialisme
Konsep materialisme Tan
Malaka adalah materialisme dialektis, yakni berpikir rasional berdasarkan apa
yang dapat dialami oleh panca indera dan menggunakan hukum dialektika untuk
memahami perkembangan suatu materi. Memahami perkembangan suatu materi adalah
proses intelektual yang menurut Karl Mark didahului oleh kondisi (kebutuhan)
material kehidupan manusia. Kebutuhan material mendahului kesadaran.  Sampai disini materialisme tidak bertentangan
dengan agama.  Materialisme menjadi
kontra agama ketika materialisme meyakini bahwa materi sebagai satu-satunya
keberadaan yang mutlak, menolak keberadaan apapun selain materi yang dapat
dialami panca indera. Materialisme 
menyatakan bahwa pada dasarnya segala hal terdiri atas materi, dan semua
fenomena adalah hasil interaksi material, materi adalah satu-satunya
substansi.  
Materialisme
mendapat kritik dari eksistensialisme, bahwa manusia tidak bisa dipandang
sebagai objek materi semata, karena manusia memiliki kompleksitas yang tak
dapat diukur, misalnya
saja ketika berhadapan dengan momen-momen eksistensial seperti pengambilan
keputusan, kecemasan, takut, dan sebagainya.
Menurut Penulis,
sebagian materialisme baik dalam kehidupan, tapi materialisme tidak dapat menjawab
segala persoalan. Materialisme hanya mampu menjawab topik-topik
empirik-rasional, padahal kehidupan tidak pernah serasional yang manusia
pikirkan.
Dialektika
Dialektika berasal
dari kata dialog, yang berarti komunikasi dua arah.  Dialektika adalah memperoleh pengetahuan yang
lebih baik tentang suatu topik melalui pertukaran pandangan-pandangan dan argument-argumen
yang rasional. Dalam kehidupan umum sehari-hari,  ngobrol
pun menjadi sebuah momen dialektika ketika bertukar pandangan dengan argumen yang
rasional dan sesuai fakta.  Dialektika
adalah proses belajar, mencerdaskan pikiran, selama rasional dan sesuai fakta,
bukan hoax. Lebih jauh, dialektika adalah cara menalar dan menganalisis yang
melibatkan rekonsiliasi ide atau perspektif yang berbeda bahkan
berlawanan.   Hegel berpendapat bahwa
dalam dialektika ada tesis, antitesis, dan sintesis. Menurut Tan Malaka,
dialektika mengandung 4 hal, yakni waktu, pertentangan, timbal-balik, dan
pertalian.  
Dalam budaya barat,
dialektika terwujud sebagai debat dimana pikiran sebagai satu-satunya  panglima, menyampingkan faktor perasaan dan
sopan-santun tata  bicara.   Dalam budaya timur, dialektika bisa muncul
dalam wujud yang sangat lunak (ngobrol atau sharing) tanpa kehilangan
ketajamannya.  
Dialektika sejatinya
adalah proses belajar alamiah tanpa henti sepanjang hayat.  Bangsa Indonesia adalah bangsa yang gemar
bercakap-cakap, gemar berkumpul bersilaturahmi, maka mewujudkan dialektika dan
menjadikannya budaya hanya tinggal satu langkah lagi menjadi bangsa yang paling
cerdas, yaitu membiasakan berkata sesuai fakta (premis yang benar).
Logika
Logika adalah perangkat kecakapan untuk berpikir
lurus, tepat, dan teratur.     Dasar-dasar
dari logika adalah penalaran deduktif dan penalaran induktif. Baik deduktif
maupun induktif, penalaran harus berangkat dari premis yang benar (pernyataan
atau asumsi yang benar). Fakta adalah contoh premis yang benar. Premis yang
ambigu dapat menjebak, berakhir pada kesimpulan yang salah. Premis yang ambigu
sering muncul dari asumsi. Ketajaman logika dengan demikian sangat dipengaruhi
validitas dan reliabilitas informasi.
Tan Malaka dalam
buku Madilog, menulis bahwa bangsa Indonesia selain memiliki logika yang
berlaku umum, memiliki pula logika mistis
dan dogmatis, yang bagi Tan Malaka
menghambat perkembangan berpikir bangsa. Logika mistika dan dogmatika bagi Tan
Malaka yang materialis tentu dianggap berasal dari premis yang ambigu bahkan
salah, wallahu’alam.
Kesimpulan
Tan Malaka dalam
buku Madilog mengajarkan materialisme, dialektika, dan logika sebagai dasar
membangun pikiran bangsa. 
Materialisme sangat kontroversial
karena tidak selaras dengan alam pikiran bangsa Indonesia yang spiritualis,
bahkan mendapat kritik pula dari kelompok eksistensialis. 
Dialektika Tan
Malaka sejatinya adalah proses belajar alamaiah manusia. Bangsa Indonesia
sebagai bangsa gotong-royong yang
sarat momen-momen berkumpul hanya
tinggal selangkah untuk proses dialektika, dihambat hanya oleh satu hal saja
yaitu hoax dan sejenisnya. Bangsa yang berdialektika akan menjadi bangsa yang
cerdas.  
Tan Malaka menulis,
ada 2 logika bangsa Indonesia yang menghambat kemajuan berpikir, yaitu logika
magis dan logika dogma.  Sebagai seorang
muslim, penulis meyakini bahwa satu-satunya magis dan dogma yang pasti
memberikan premis benar hanyalah
magis dan dogma Islam, yang dalam sains modern telah banyak terkonfirmasi kebenarannya
(al Quran). Sebagai bangsa yang mayoritas muslim, kaum muslimin Indonesia harus
memilah mana mistis dan dogma yang kuat dasar pijakannya, dan mana yang tidak. 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.