Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

11 September 2024

MATERIALISME, DIALEKTIKA, LOGIKA

Penulis : Hamdan Arfani, SPt. MPd.

Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog) adalah sebuah judul buku yang ditulis Tan Malaka, seorang tokoh senior penyumbang pemikiran untuk Indonesia merdeka. Tan Malaka meyakini bahwa tujuan negara Republik Indonesia akan tercapai hanya jika melalui materialisme, dialektika, dan logika.  Apa yang diyakini Tan Malaka memancing orang untuk mencari tahu apa itu materialisme, dialektika, dan logika; apakah setelah memahaminya kita sepakat dengan pendapat Tan Malaka ?

Materialisme

Konsep materialisme Tan Malaka adalah materialisme dialektis, yakni berpikir rasional berdasarkan apa yang dapat dialami oleh panca indera dan menggunakan hukum dialektika untuk memahami perkembangan suatu materi. Memahami perkembangan suatu materi adalah proses intelektual yang menurut Karl Mark didahului oleh kondisi (kebutuhan) material kehidupan manusia. Kebutuhan material mendahului kesadaran.  Sampai disini materialisme tidak bertentangan dengan agama.  Materialisme menjadi kontra agama ketika materialisme meyakini bahwa materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak, menolak keberadaan apapun selain materi yang dapat dialami panca indera. Materialisme  menyatakan bahwa pada dasarnya segala hal terdiri atas materi, dan semua fenomena adalah hasil interaksi material, materi adalah satu-satunya substansi. 

Materialisme mendapat kritik dari eksistensialisme, bahwa manusia tidak bisa dipandang sebagai objek materi semata, karena manusia memiliki kompleksitas yang tak dapat diukur, misalnya saja ketika berhadapan dengan momen-momen eksistensial seperti pengambilan keputusan, kecemasan, takut, dan sebagainya.

Menurut Penulis, sebagian materialisme baik dalam kehidupan, tapi materialisme tidak dapat menjawab segala persoalan. Materialisme hanya mampu menjawab topik-topik empirik-rasional, padahal kehidupan tidak pernah serasional yang manusia pikirkan.

Dialektika

Dialektika berasal dari kata dialog, yang berarti komunikasi dua arah.  Dialektika adalah memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang suatu topik melalui pertukaran pandangan-pandangan dan argument-argumen yang rasional. Dalam kehidupan umum sehari-hari,  ngobrol pun menjadi sebuah momen dialektika ketika bertukar pandangan dengan argumen yang rasional dan sesuai fakta.  Dialektika adalah proses belajar, mencerdaskan pikiran, selama rasional dan sesuai fakta, bukan hoax. Lebih jauh, dialektika adalah cara menalar dan menganalisis yang melibatkan rekonsiliasi ide atau perspektif yang berbeda bahkan berlawanan.   Hegel berpendapat bahwa dalam dialektika ada tesis, antitesis, dan sintesis. Menurut Tan Malaka, dialektika mengandung 4 hal, yakni waktu, pertentangan, timbal-balik, dan pertalian. 

Dalam budaya barat, dialektika terwujud sebagai debat dimana pikiran sebagai satu-satunya  panglima, menyampingkan faktor perasaan dan sopan-santun tata  bicara.   Dalam budaya timur, dialektika bisa muncul dalam wujud yang sangat lunak (ngobrol atau sharing) tanpa kehilangan ketajamannya. 

Dialektika sejatinya adalah proses belajar alamiah tanpa henti sepanjang hayat.  Bangsa Indonesia adalah bangsa yang gemar bercakap-cakap, gemar berkumpul bersilaturahmi, maka mewujudkan dialektika dan menjadikannya budaya hanya tinggal satu langkah lagi menjadi bangsa yang paling cerdas, yaitu membiasakan berkata sesuai fakta (premis yang benar).

Logika

Logika adalah perangkat kecakapan untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur.     Dasar-dasar dari logika adalah penalaran deduktif dan penalaran induktif. Baik deduktif maupun induktif, penalaran harus berangkat dari premis yang benar (pernyataan atau asumsi yang benar). Fakta adalah contoh premis yang benar. Premis yang ambigu dapat menjebak, berakhir pada kesimpulan yang salah. Premis yang ambigu sering muncul dari asumsi. Ketajaman logika dengan demikian sangat dipengaruhi validitas dan reliabilitas informasi.

Tan Malaka dalam buku Madilog, menulis bahwa bangsa Indonesia selain memiliki logika yang berlaku umum, memiliki pula logika mistis dan dogmatis, yang bagi Tan Malaka menghambat perkembangan berpikir bangsa. Logika mistika dan dogmatika bagi Tan Malaka yang materialis tentu dianggap berasal dari premis yang ambigu bahkan salah, wallahu’alam.


Kesimpulan

Tan Malaka dalam buku Madilog mengajarkan materialisme, dialektika, dan logika sebagai dasar membangun pikiran bangsa.

Materialisme sangat kontroversial karena tidak selaras dengan alam pikiran bangsa Indonesia yang spiritualis, bahkan mendapat kritik pula dari kelompok eksistensialis.

Dialektika Tan Malaka sejatinya adalah proses belajar alamaiah manusia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa gotong-royong yang sarat momen-momen berkumpul hanya tinggal selangkah untuk proses dialektika, dihambat hanya oleh satu hal saja yaitu hoax dan sejenisnya. Bangsa yang berdialektika akan menjadi bangsa yang cerdas. 

Tan Malaka menulis, ada 2 logika bangsa Indonesia yang menghambat kemajuan berpikir, yaitu logika magis dan logika dogma.  Sebagai seorang muslim, penulis meyakini bahwa satu-satunya magis dan dogma yang pasti memberikan premis benar hanyalah magis dan dogma Islam, yang dalam sains modern telah banyak terkonfirmasi kebenarannya (al Quran). Sebagai bangsa yang mayoritas muslim, kaum muslimin Indonesia harus memilah mana mistis dan dogma yang kuat dasar pijakannya, dan mana yang tidak. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.