Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

03 Oktober 2014

POLEMIK PILKADA, LANGSUNG ATAU TIDAK ..... I DON'T CARE




Oleh :
Hamdan Arfani

Awalnya saya malas membahas soal pilkada ini, I don’t care … tapi dari waktu kewaktu nampaknya makin jelas ada sebagian oknum memaksakan pendapatnya yang mengatasnamakan ‘rakyat’ … lha, saya juga kan rakyat, dan saya tidak sependapat!

Lebih parah lagi dikatakan bahwa  pemilihan tidak langsung itu tidak demokratis dan merampas hak rakyat ... weleh ... jangan lupa Bung kita orang Indonesia, demokrasi kita demokrasi pancasila bukan demokrasi ala 'amrik' atau ala 'euro'... Para "Founding Father" tidak alpa saat merumuskan dasar negara sila ke-4 ... 

Lebih ngaco lagi ada yang bilang pemilihan tidak langsung adalah kemunduran dan tidak reformis.  Tahun 1998 saya ikut demonstrasi  sama seperti mahasiswa lainnya kala itu.  Saya mendengar langsung pemikiran ‘neo liberalism-neo kapitalism’ dari Bung BS .  Saya juga pernah ‘berhadap-hadapan’  dengan Mr. AA yang sekarang jadi staf khusus Presiden.  Saya juga mengikuti sepak terjang  Sdr. S dengan Forkot-nya … intinya sedikit banyak saya mengalami dan menyimak apa yang terjadi kala itu. Reformasi tidak 'ngurusi' soal pilih langsung atau tidak ... itu terlalu remeh ... langsung atau tidak keduanya sama-sama demokratis, sama derajatnya, tinggal disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kultur bangsa.

Demonstrasi mahasiswa 1998 menuntut reformasi (pembaruan) dengan tiga agenda perang, yaitu perang terhadap  (1) Korupsi, (2) Kolusi, dan (3) Nepotisme.  Kini di tahun 2014 kita semua tahu bahwa reformasi telah gagal.  Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang dulu ingin dibasmi sekarang telah nyata kemenangannya.

Justru, sejauh pengamatan awam saya, pukulan pertama yang merontokkan gerakan reformasi adalah diberlakukannya otonomi daerah dan pemilihan umum langsung.  Otonomi Daerah (otda) merupakan penjelmaan ide ‘Negara Federasi Indonesia’ yang pernah ‘Bapak Reformasi’, Pak Amien Rais lontarkan.  Pak Amien berasumsi dengan pemberian otonomi pada daerah, daerah akan lebih cepat mencapai kesejahteraan karena kontrol lokal menyangkut  KKN lebih cermat.  Kini di tahun 2014 sudah sangat nyata, bahwa asumsi Pak Amien itu salah, bahkan beliau sendiri pernah mengatakan dengan gentleman tentang kesalahan asumsinya itu dibeberapa kesempatan.  

Setelah berlaku Otonomi Daerah, apa yang terjadi ?  Yang terjadi adalah munculnya raja-raja kecil di tiap daerah,  yang terjadi adalah berkurangnya pengawasan pusat karena kini yang mengawasi adalah rakyat jelata  yang sebagian besar terbelit kemiskinan … miskin harta, miskin informasi, dan miskin pengetahuan bagaimana melakukan kontrol yang terorganisir.  Munculnya ‘raja’ dan kurangnya pengawasan akhirnya membiakkan KKN yang  jauh lebih dahsyat.  

Tentang Pemilihan Langsung.  Di Indonesia, sejatinya para ‘wakil rakyat’ sudah ada sejak jauh sebelum pemilu dikenal. Kala itu segala sesuatu diputuskan dengan cara musyawarah – mufakat.  Kultur Indonesia adalah kultur musyawarah- mufakat, bukan voting… seperti halnya kultur toleransi  bukan konflik. Maka musyawarah dan pemilihan tidak langsung (perwakilan) sebetulnya adalah budaya asli Indonesia.  Itulah sebabnya sila ke-4 Pancasila berbunyi :  KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN.  Sekarang, tinggal para elite negara ini ... konsisten atau tidak, setia atau tidak dengan Pancasila !!!

Kini, kita diberi hak untuk memilih langsung calon presiden, memilih calon anggota DPR, memilih calon Gubernur, memilih calon Bupati … memilih orang-orang yang sesungguhnya tidak  kita kenal… kecuali hanya meraba-raba, menduga-duga saja.  Apalagi informasi yang kita terima menjelang ‘pemilihan’ sangat tendensius.  Alih-alih memilih orang jujur … yang terpilih  bisa jadi  justru penipu, koruptor, dan tukang kawin …  weleh.  Pemilihan secara langsung menebar benih perilaku sogok (money politic).  Jika terpilih, maka yang menyogok akan segera mengembalikan ‘ongkos’ dengan cara korupsi.

Kesimpulan.  Saya tidak ambil pusing soal pilkada langsung atau tidak.  Buat oknum yang mengatasnamakan rakyat bahwa rakyat menghendaki  langsung … menghendaki tidak …   tolong jangan mengklaim sembarangan.  Yang penting bukan langsung atau tidak, yang penting fokus saja dengan agenda reformasi, yaitu perang pada KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme.  Itu saja.

Serta stop kebiasaan menjelek-jelekkan kelompok lain, kelompok yang dijelek-jelekkan belum tentu kejelekannya.  Tapi kelompok yang menjelek-jelekkan sudah PASTI jeleknya !

1 komentar:

  1. Pilkada langsung atau tidak ... bukan masalah. Yang penting jangan pilih orang yg tidak Anda kenal sebagai pemimpin atau wali Anda ...

    BalasHapus

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.