Penulis Bataragema
Latar Belakang Ide Otonomi Daerah 
Pada Agustus 1997 terjadi awal krisis keuangan di Indonesia yang diikuti demonstrasi mahasiswa di seluruh daerah. Krisis keuangan akibat perubahan kurs rupiah yang anjlok dalam waktu singkat seharusnya tidak terjadi jika barang-barang import tidak dominan dalam segala aspek industri. Hal ini kemudian memunculkan tudingan bahwa negara telah mengalami “salah urus”  atau sistem negara yang keliru.  Selain itu, kegiatan pembangunan nasional era “orde baru” sangat tidak merata : tahun 1998 masih banyak daerah yang belum terakses listrik dan terisolir karena prasarana jalan yang sangat minim. Di Aceh, Timor-timur (sekarang Timor Leste), dan Papua (ketika masih bernama Irian Jaya) muncul gerakan separatis karena ketidakpuasan dengan pembangunan nasional yang tidak berkeadilan. Sejak tahun 1998  muncul jargon “anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (anti KKN) dan ide “negara federal” untuk Indonesia dari beberapa tokoh nasional, diantaranya Amien Rais. 

Sidang MPR yang perdana di era reformasi membuahkan amandemen pada beberapa pasal UUD 1945, diantaranya yang berkenaan dengan otonomi daerah pada pasal 18, yang dikuatkan dengan TAP MPR No. XV tahun 1998 dan No.IV tahun 2000. Otonomi Daerah adalah opsi moderat dari sistem negara federal. 
Apa itu Otonomi Daerah 
Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri (Arum, 2009).  Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. 
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, otonomi bermakna membuat perundang-undangan sendiri (zelfwetgeving) namun dalam perkembangannya—menurut Ahmad Fauzi, 2019--konsepsi otonomi daerah selain mengandung arti zelfwetgeving (membuat perda-perda), juga utamanya mencakup zelfbestuur (pemerintahan sendiri). 
Sehingga otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. 
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. 
Berikut ini adalah dasar hukum dari otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah sudah diatur dan disepakati dalam peraturan undang-undang yang telah ada di Indonesia (Selma, 2020), yaitu: 
1).	Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Revisi dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004) 
2).	Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah 
3).	Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 
4).	Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Pemerintah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah 
5).	Ketetapan MPR Ri Nomor XV/MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian, Pengaturan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Nasional yang adil, dan keseimbangan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia 
6).	Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 18 ayat 1-7, Pasal 18 A ayat 1-2, Pasal 18 B ayat 1-2 
        
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. 
        
Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839). 
        
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah[5] sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). 
        
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). 
        
Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. 
        
Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada empat, yaitu: 
1).	Sentralisasi, yaitu sistem pemerintahan dimana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat 
2).	Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri 
3).	Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 
4).	Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, kota atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Hera, dkk., 2004). 
Berikut ciri-ciri yang membedakan antara Negara Kesatuan, Negara Federal, dan Negara dengan Otonomi Daerah : 
 
  
   | 
    Negara Kesatuan 
    | 
   
    Negara Federal 
    | 
   
    Otonomi daerah 
    | 
  
 
 
  | 
   Setiap
  daerah memiliki perda (dibawah UU) 
   | 
  
   Setiap
  daerah mempunyai UUD daerah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum
  tersendiri) 
   | 
  
   Setiap
  daerah memiliki perda (dibawah UU) 
   | 
 
 
  | 
   Perda
  terikat dengan UU 
   | 
  
   UUD
  daerah tidak terikat dengan UU negara 
   | 
  
   Perda
  terikat dengan UU 
   | 
 
 
  | 
   Hanya
  Presiden/Raja berwenang mengatur hukum 
   | 
  
   Presiden/Raja
  berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah 
   | 
  
   Hanya
  Presiden/Raja berwenang mengatur hukum 
   | 
 
 
  | 
   DPRD
  (provinsi/negara bagian/dst) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang
  disahkan DPR 
   | 
  
   DPRD
  (provinsi/negara bagian/dst) punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan
  DPR 
   | 
  
   DPRD
  (provinsi/negara bagian/dst) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang
  disahkan DPR 
   | 
 
 
  | 
   Perda
  dicabut pemerintah pusat 
   | 
  
   Perda
  dicabut DPR dan DPD setiap daerah 
   | 
  
   Perda
  dicabut pemerintah pusat 
   | 
 
 
  | 
   Sentralisasi 
   | 
  
   Desentralisasi 
   | 
  
   Semi
  sentralisasi 
   | 
 
 
  | 
   Bisa
  interversi dari kebijakan pusat 
   | 
  
   Tidak
  bisa interversi dari kebijakan pusat 
   | 
  
   Bisa
  interversi dari kebijakan pusat 
   | 
 
 
  | 
   Perjanjian
  dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat 
   | 
  
   Perjanjian
  dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat 
   | 
  
   Perjanjian
  dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat 
   | 
 
 
  | 
   APBN
  dan APBD tergabung 
   | 
  
   APBD
  untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara 
   | 
  
   APBN
  dan APBD tergabung 
   | 
 
 
  | 
   Pengeluaran
  APBN dan APBD dihitung perbandingan 
   | 
  
   Pengeluaran
  APBN dan APBD dihitung pembagian 
   | 
  
   Pengeluaran
  APBN dan APBD dihitung perbandingan 
   | 
 
 
  | 
   Setiap
  daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat 
   | 
  
   Setiap
  daerah diakui sebagai negara berdaulat dan sejajar 
   | 
  
   Setiap
  daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat 
   | 
 
 
  | 
   Daerah
  diatur pemerintah pusat 
   | 
  
   Daerah
  harus mandiri 
   | 
  
   Daerah
  harus mandiri 
   | 
 
 
  | 
   Keputusan
  pemda diatur pemerintah pusat 
   | 
  
   Keputusan
  pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat 
   | 
  
   Keputusan
  pemda diatur pemerintah pusat 
   | 
 
 
  | 
   Tidak
  ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan 
   | 
  
   Ada
  perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan 
   | 
  
   Tidak
  ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan 
   | 
 
 
  | 
   Masalah
  daerah merupakan tanggung jawab bersama 
   | 
  
   Masalah
  daerah merupakan tanggung jawab pemda 
   | 
  
   Masalah
  daerah merupakan tanggung jawab bersama 
   | 
 
 
  | 
   3
  kekuasaan daerah tidak diakui 
   | 
  
   3
  kekuasaan daerah diakui 
   | 
  
   3
  kekuasaan daerah tidak diakui 
   | 
 
 
  | 
   Hanya
  hari libur nasional diakui 
   | 
  
   Hari
  libur terdiri dari pusat dan daerah 
   | 
  
   Hanya
  hari libur nasional diakui 
   | 
 
 
  | 
   Bendera
  nasional hanya diakui 
   | 
  
   Bendera
  nasional serta daerah diakui dan sejajar 
   | 
  
   Bendera
  nasional hanya diakui 
   | 
 
 
  | 
   Hanya
  bahasa nasional diakui 
   | 
  
   Beberapa
  bahasa selain nasional diakui setiap daerah 
   | 
  
   Hanya
  bahasa nasional diakui 
   | 
 
 
 
Harapan Otonomi Daerah 
      
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut : 
•	Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. 
•	Pengembangan kehidupan demokrasi. 
•	Keadilan nasional. 
•	Pemerataan wilayah daerah. 
•	Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan   NKRI. 
•	Mendorong pemberdayaaan masyarakat. 
•	Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan            peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 
       
Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. 
        S
Seharusnya, dengan otonomi daerah, Indonesia akan lebih baik. 
Masalah-masalah Otonomi Daerah 
Otonomi Daerah memberi kewenangan kepada pemerintahan kabupaten dan kota untuk mengurus dirinya sendiri, mulai pengangkatan ASN, membuat anggaran pendapatan dan belanja keuangan, membuat program dan prioritas pembangunan, hingga membuat peraturan-peraturan khusus untuk daerahnya masing-masing. Dengan demikian, peran bupati/walikota, DPRD, dan masyarakat dituntut lebih tinggi baik kuantitas dan maupun kualitasnya. Namun otonomi daerah bukan tanpa kelemahan.  Kelemahan otonomi daerah adalah jika pengawasan masyarakat kurang, kinerja aparatur akan rendah dan kegiatan pembangunan menjadi tidak efektif. Otonomi daerah juga akan memunculkan “raja-raja” lokal dari klan keluarga pribumi yang menguasai pemerintahan dan perekonomian di daerahnya masing-masing. Jika pengawasan masyarakat rendah, otonomi daerah bisa mengembalikan demokrasi, birokrasi, dan kegiatan bisnis ke kondisi era “orde baru” yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme. 
Referensi 
Arum Sutrisni Putri (2019). "Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya". Kompas.com. 
Achmad Fauzi (2019). "Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan Pemerintahan Daerah Yang    baik". Jurnal Spektrum Hukum. 16 (1): 127. ISSN 1858-0246. 
Selma Intania Hafidha (2020). "Tujuan Otonomi Daerah, Lengkap dengan Pengertian, Dasar        Hukum, dan Prinsipnya". Liputan6.com. Diakses tanggal 1 Januari 2021. 
Hera Fauziah, Mexsasai Indra, Abdul Ghafur (2016). "Aktualisasi Asas Otonomi Dalam Undang-           Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi Daerah". Jurnal Online Mahasiswa Fakultas                Hukum. 3 (2): 9-10. ISSN 2355-6781.
Wikipedia
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.