Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

01 November 2010

MAKNA ANGKA 26

 Penulis : Hamdan Arfani


“Watak para penyair jaman Rasulullah itu dijelaskan diantaranya pandai bicara namun tak sesuai antara kata dan perbuatan, dengan kepandaian bicaranya mereka suka memutar balikkan fakta, serta tidak mempunyai pendirian.”


Di bulan Oktober 2010, publik sedang ramai membicarakan angka 26, karena belum lama berselang pada tanggal 26 Oktober 2010 terjadi letusan gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menewaskan puluhan orang termasuk ‘Sang Suraksohargo’ (Kuncen; Penunggu Gunung) yang legendaries, Mbah Maridjan.

Sebetulnya, pada waktu yang nyaris bersamaan, di bulan Oktober 2010, bumi Indonesia diterjang beberapa musibah besar lain, yakni tsunami di Mentawai (Sumatera Barat) yang mengambil korban lebih dari 600 orang tewas atau hilang dan air bah di Wasior (Papua Barat) yang korbannya tak kurang dari ratusan nyawa pula. Ketika bencana-bencana tersebut terjadi, di Ibu Kota Jakarta terjadi tragedi lainnya, yakni hujan ekstrim berhari-hari yang menyebabkan banjir di banyak titik… Jakarta kacau, demikian beberapa media massa besar memberitakan.

Mengapa angka 26 begitu menarik perhatian ? Karena selain letusan Merapi terjadi pada tanggal 26, ternyata bencana-bencana besar yang telah lalu pun terjadi pada tanggal 26, diantaranya tsunami di Aceh serta gempa di Yogyakarta dan Tasikmalaya.

Sehubungan bencana-bencana besar yang terjadi pada tanggal 26, seolah Tuhan menyampaikan pesan melalui angka tersebut. Lalu apakah makna angka 26 ?

Sebagai seorang muslim, salah satu rujukan saya dalam upaya menguak misteri angka tersebut adalah Qur’an. Sebagai kitab suci, susunan mushaf Qur’an diyakini memiliki makna penting, bukan asal mengurutkan. Sehubungan dengan angka 26, surat Qur’an ke-26 adalah surah Asy Syu’araa’, yang berarti ‘para penyair’. Surah Asy syu’araa diturunkan di Makkah pada periode Rasulullah menanamkan ajaran-ajaran dasar agama, yaitu tauhid.

Kata “asy syu’araa’ “ terdapat pada ayat ke-224 surah tersebut, yakni ayat yang secara khusus menjelaskan kedudukan para penyair di jaman Rasulullah Saw. Pada ayat tersebut disebutkan bahwa Rasulullah bukanlah penyair, dan akhlak Rasulullah sangat berbeda dengan watak para penyair jahiliyah tersebut.

Watak para penyair jaman Rasulullah itu dijelaskan diantaranya pandai bicara namun tak sesuai antara kata dan perbuatan, dengan kepandaian bicaranya mereka suka memutar balikkan fakta, serta tidak mempunyai pendirian.

Selain berisi tentang watak para penyair, pokok kandungan surah Asy syu’araa juga menyebutkan tentang kebinasaan, bahwa kebinasaan suatu bangsa atau umat disebabkan mereka meninggalkan petunjuk-petunjuk agama.

Refleksi :

Makna 26 mungkin teguran Tuhan kepada kita yang berwatak tak ubahnya penyair di jaman jahiliyah, yakni pandai bicara namun banyak bohongnya; makin pandai bicaranya, makin pandai pula memutar balikkan fakta … kita tak punya integritas : kata tak sesuai dengan perbuatan !



09 Oktober 2010

MENGENALI GAYA BELAJAR


Oleh :
Hamdan arfani


Banyak orang, terutama pelajar dan mahasiswa, yang memiliki masalah dengan gaya belajar. Mengenali gaya belajar adalah penting, baik bagi Peserta Didik apalagi bagi Pendidik. Ketidaktahuan Pendidik tentang karakteristik gaya belajar Peserta Didik bisa menjadi salah satu sebab ketidakefektifan dalam pembelajaran. Pun bagi Peserta Didik, ketidaktahuan pada karakteristik gaya belajar yang cocok akan menjadikan belajar sebagai kegiatan yang membebankan.

Pakar Pendidikan, Bobbi DePorter, membagi karakter gaya belajar menjadi 3, yakni gaya visual, gaya auditorial, dan gaya kinestetik. Setiap orang memiliki ketiga gaya belajar ini. Namun, biasanya hanya satu gaya belajar yang mendominasi. Dominasi gaya belajar ini bisa permanent, bisa pula temporer.

Ciri masing-masing gaya belajar sebagai berikut (hitunglah jumlah ciri-ciri yang tergolong sering Anda jumpai pada diri Anda, pada gaya yang manakah jumlah yang terbanyak ?) :

A. Ciri orang gaya belajar visual
1. rapi dan teratur
2. berbicara dengan cepat
3. perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
4. pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata dalam pikiran sendiri
5. lebih ingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
6. menghafal dengan membayangkan gambar/visual
7. sulit mengingat perintah lisan kecuali jika dicatat atau sering meminta orang mengulang ucapannya
8. lebih suka membaca daripada dibacakan
9. suka mencorat-coret selagi menelepon atau rapat
10. lebih suka melakukan peragaan daripada pidato
11. lebih menyukai seni rupa/tari daripada musik
12. tahu apa yang harus dikatakan tapi tak terpikir kata yang tepat

B. Ciri orang gaya belajar auditorial
1. berbicara pada diri sendiri saat bekerja/belajar
2. mudah terganggu oleh keributan
3. menggerakkan bibir atau mengeluarkan suara saat membaca
4. membaca keras-keras dan mendengarkan
5. dapat mengulang dan menirukan nada, perubahan, dan warna suara
6. menulis menjadi hal yang sulit tapi mudah dalam bercerita
7. berbicara dengan pola berirama
8. pembicara yang fasih
9. lebih menyukai musik daripada seni yang lain
10. lebih sering belajar dari mendengar daripada dari melihat/membaca
11. banyak bicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan panjang lebar
12. lebih baik dalam mengeja keras-keras daripada menuliskannya

C. Ciri orang gaya belajar kinestetik
1. berbicara dengan lambat
2. menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian
3. berdiri dekat-dekat saat berbicara dengan orang
4. berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
5. belajar melalui praktik
6. menghafal dengan berjalan dan melihat
7. menggunakan jari untuk menunjukn saat membaca
8. banyak menggunakan isyarat tubuh
9. tidak bisa duduk tenang untuk waktu lama
10. membuat keputusan berdasar perasaan
11. mengetuk/menggerak-gerakan pena/jari saat mendengarkan
12. meluangkan waktu untuk berolahraga dan kegiatan fisik lainnya

Saran bagi Pelajar Visual
Perbanyaklah membuat skema, simbol, gambar, table, atau diagram dalam buku catatan. Mulailah belajar dengan ‘gambaran keseluruhan’ kemudian barulah mempelajari perinciannya. Cara memperoleh gambaran keseluruhan bisa dengan membaca sekilas, atau melihat bagan materi.

Saran bagi Pelajar Auditorial
Berfokuslah pada apa yang diucapkan guru dan ulangi ucapan-ucapan yang penting. Merekam bisa jadi cara yang terbaik. Mengucapkan kalimat-kalimat sambil bersenandung (melagukan) bisa juga dilakukan. Bagi Pelajar Auditorial, kuncinya adalah pengulangan mendengar. Sering-seringlah mengulang-ulang mendengar atau mengucapkan/berbicara pada diri sendiri. Baik pula menyimak dalam bentuk tanya jawab atau diskusi.

Saran bagi Pelajar Kinestetik
Bergeraklah jika gerakan itu memudahkan dalam memahami sesuatu. Boleh menggerakan tangan, kaki, badan, bahkan berpindah posisi. Perbanyaklah memperagakan sesuatu.

Demikian uraian singkat tentang gaya belajar, semoga bermanfaat.


http://hamdanarfani.blogspot.com

20 September 2010

PAPATONG

(Bahasa Sunda)

Oleh :
Nanang Ikhwan Krisnaya


Saupami pangeresa kagungan waktos luang, keresa langak-longok nongton flora-fauna nu nyampak di buruan, contona dimana kawenehan mendak sato papatong nuju eunteup dina dangdaunan. Cobi tengetan kumaha tingkah prilakuna, hiber ti daun ka daun, hiber ngalengleong kacandak palid ku arus angin, hiber ngambang, nyeuseup cai sesa ibun, sste.

Sihoreng darmawisata henteu kedah tebih-tebih ka pagunungan atanapi ka Ragunan, di buruan oge nyatana tiasa mendak suguhan hal-hal aheng anusateuacanna henteu kauninga. Upami kawitna mung tina sakadar nongton lajeng ditingkatkeun bari keresa neuleuman langkung tebih, gunem catur dina manah, diolah ku pikir, hasilna janten kajian sederhana anu cukup janten hiburan pribadi.

Tangtos kajian ieu versi sim kuring anu awam, nanging bawiraos saupami tiasa diangkat ditingkatkeun janten suguhan aoseun anu langkung lengkep tur narik, kantenan upami ka nu sipatna ilmiah.

Para pangeresa anu linggih di di flat-flat, di apartemen, atanapi di kawasan hunian modern mungkin rada sesah mendak sato gegeremet (insekta) anu disebat papatong. Nanging kangge masyarakat padesaan masih kapirajeunan mendak rupi-rupi Papatong ngapung bebas merdeka sapertos gegeremet sanesna kayaning : kukupu, bangbara, bangbung, simeut, lege, tiwuan, odeng, sste.

Dina kamus basa Sunda kaunggel : Papatong ngaran sato golongan insekta indung kini-kini (kuang-kuang) anak papatong anu masih keneh hirup dina beungeut cai, ku urang Bogor disebat Satang (Sasatang), ku urang Inggris disebat Dragonfly (naga hiber) : fictional creature with wings and clows. Hanjakal sim kuring henteu terang istilah dina basa latinna. Hal eta urang sanggakeun ka para pangeresa ahli biologi. Nanging ku urang Sunda anu seneng kana basa kirata, Sasatang disebat Papatong, hartosna “Jangjang papat dina tonggong”, memang papatong gaduh dua pasang (opat lambar) jangjang dina tonggong luhureun badanna.

Sim kuring emut keneh, mangsa keur budak harita sering kapendak aya opat rupi papatong, nyaeta : Papatong Beusi, Papatong Beureum, Papatong Koneng, sareng Papatong Jarum.

Aya kamungkinan pangna disebat Papatong Beusi kumargi bentuk tubuhna nyiku lebah tonggongna, persis tonggong panser (tank waja), motto panser “ulah urang keun batur (katojo pelor)”, warna tubuhna loreng kombinasi hideung sareng hejo metalik. Tampilan sapertos kitu maparin kesan weweg lir ibarat tank waja, padahal kanyataan sabalikna, papatong sato hampang tur uduh.

Bangsaning papatong anu sanesna nyaeta Papatong Beureum, disebat sapertos kitu jalaran sakujur awakna dominan warna beureum. Papatong anu hiji deui nyaeta Papatong Jarum, disebat sapertos kitu jalaran satengah bagian badan ka pengker nyolocos seukeut sapertos jarum kecos.

Dua spesis anu kasebat di payun, ku sim kuring masih sering kapendak ngulampreng ngapung ka buruan, eunteup dina dangdaunan atanapi kekembangan. Nanging Papatong Jarum ayeuna janten sato langka. Papatong Jarum biasana sok ngapung ngambang dina beungeut cai, sapertos dina kubangan, cai ngabeungbleu, sste. Hal eta ayeuna mungkin moal kaalaman deui, musnah sairing sareng nagara urang lebet kana era pestisida.

Sacara umum opat rupi papatong tadi gaduh kalengkepan tubuh sareng fungsi anu sami, hulu buleud sapertos para motobiker ngangge helm tutup, panon molotot buleud teu bisa ngiceup, dua jangjang transparan. Satengah bagian badan ka pengker nyolocos lembut, gaduh tilu pasang suku anu pangkalna meh ngumpul dina hiji titik, sapasang suku payun pondok, dua pasang suku pengker kangge alat pendarat sareng ngaitkeun diri ngaranggem dangdaunan. Papatong henteu gaduheun ramo sapertos jalmi, leungeunna bentuk kait sapertos bajak laut dina dongeng-dongeng (lengkep sareng tebeng soca sabeulah). Saleresna komandan bajag-laut model kieu ukur bisa haok.

Dugi ka ayeuna teu acan aya anu pangangguran nimbang sabaraha gram beurat total awak papatong. Nanging dina kanyataan, hiji papatong hampang lir ibarat salambar keretas papir kangge nyesep, mungkin ukur gram-graman. Upami nuju eunteup ditiup angin, goyang kacandak gerak ngenca-ngatuhu nuturkeun irama angin.
Ku hampang-hampangna papatong, dimana ngapung tiasa ngamangpaatkeun tiupan angin, ngiring ngalengleong sakarepna. Oge papatong ngamangpaatkeun arus termal ngapung mumbul tanpa seueur ngaluarkeun energi.

Papatong sato uduh, tulang-tulangna sarwa enteng. Nanging tangtos dina lebet anu uduh eta ngandung sistim organ anu sarwa rumit tur sampurna. Papatong ngagaduhan engsel-kepak kangge ngagerakkeun jangjang, gaduh sistim urat sareng syaraf oge sistim pernapasan anu sampurna.

Bangsaning papatong memang riba ku jangjang, kumargi kitu papatong meryogikeun area anu lega tur bebas rintangan. Dimana eunteup sukuna ngait kana dangdaunan anu nenggang, sapertos dina pucuk-pucuk daun anu negrak. Papatong moal tiasaeun ngapung salasap-sulusup dina longlongkrang dangdaunan anu kerep, jembet, sapertos halna sato gegeremet sanesna. Cobi perhatoskeun Simeut dimana eunteup jangjangna anu nilep sajajar tubuhna ngajurus ka pengker, nilep rapih ngarungkupan tonggongna. Simeut henteu saperetos papatong, simeut mampu hiber diantara celah-celah dangdaunan.

Papatong dimana eunteup jangjangna tetep ngembang ngenca-ngatuhu sapertos halna jangjang kapal-udara konvesional, tei tiasa ditilepan sapertos jangjang simeut.
Parantos bawaannana papatong dimana eunteup osok milih dangdaunan anu ngacung ka luhur, maksadna dimana turun hujan butir-butir cai hujan moal neumbrag langsung ngareksak jaringan (selaput) jangjang. Nanging cai hujan kaiiris ku sisi payun jangjang bagian payun. Cai nyorolok sapanjang bidang jangjang, sanaos hujan ngagebret nanging kondisi jangjang tetep utuh.

Bentuk hulu papatong anu buleud sapertos helm-tutup ngamungkinkeun papatong norobos butir-butir cai hujan, oge papatong mampu hiber lincah, saurna sulit kangge ukuran para penerbang aerobatik ngalakukeun manuver-manuver sapertos anu dilakukeun ku papatong. Hal sapertos kitu jalaran bentuk tubuh papatong anu aerodinamis-streamline sareng konstruksi jangjang anu nyaris sampurna ngamungkinkeun papatong mampu ngapung akrobatis malih ngapung ngambang sapertos helikopter atanapi manuk colibrita.

Sim kuring curiga papatong henteu bogaeun ceuli (alat reungeu), sakumaha tarikna sim kuring ngagorowok nyatana papatong henteu kapangaruhan. Nanging dimana aya hiji gerakan sapertos upami sim kuring ngaringkang, papatong ngarasa kagebah enggal hiber sakaparan-paran.

Manjing ashar, papatong ngawitan lebet kana periode tidur, istirahat dugi ka enjing. Pukul 06.00 mangsa panas panon poe nyebor beungeut dunya ngabagi panasna sacara walatra, papatong nguliat siap-siap hiber deui cari makan. Aktivitas harian rata-rata dalapan jam kitu oge upami dintenna candra. Nanging upami kaleresan cuaca awon wayahna kedah tiasa noroboskeun kasempetan, sajam, dua jam malih seseringna puasa. Hanjakal teu acan kapaluruh naon parab kabeukina.

Papatong sanes sato sosial, seseringna hirup nyorangan, sesah pisan tepang sareng bangsana. Urang hipotesakeun, mungkin papatong gaduh cara khusus saupami hoyong tepang sareng papatong lawan jenisna. Mungkin papatong jalu ngantunkeun zat dina dangdaunan, dimana aromana nyambuang ngondang parhatian papatong bikang. Dimana tepang teu pindo damel lumangsung perkawinan.

Kangge bangsa papatong, masa bercinta mungkin ukur dina waktos singget. Dina kamus kahirupan papatong teu aya istilah pakaleng-kaleng, silih tungtun silih tangkeup, tanpa onderarm. Nu aya ukur istilah kunjungan singkat, rengse perkawinan langsung bubar, hirup masing-masing deui. Papatong bikang nebarkeun endog dina beunget cai, hartosna dina mangsa tigerat model halodo panjang, kangge papatong teu aya istilah bercinta jalaran teu aya cai ngumplang.

Upami nitenan ruang gerak papatong mungkin ukur dina bilang puluhan atanapi ratusan meter persegi. Benten tebih sareng bangsa aves (manuk) anu mampu hiber ngahontal puluhan kilometer persegi. Hanjakal aya kalana papatong kapancing ku sorotna bohlam, tanpa pikir panjang hiber norobos angin-angin ahirna kasenteg dina lebet hiji kamar, garapak-gerepek kabingungan, eta mangsa-mangsa kritis. Di opat dingding ngincer sababaraha cak-cak nguber pinuh sumanget, kamana papatong hiber teras eunteup, ka dinya cak-cak ngarayap, papatong janten bulan-bulanan.

Papatong ditakdirkeun teu gaduheun senjata, kangge mertahankeun diri gumantung kana kakuatan jangjangna. Padahal kasebat ngapung hartosna ngagerakkeun jangjang, ngagerakeun jangjang hartosna ngagunakeun tanaga, tanaga nyaeta energi, energi aya watesna. Hiber bari dina status boroan, sarebu peraosan campur sieun, ber kaditu ber kadieu hiber nonstop. Dina situasi sareng kondisi sapertos kitu papatong kalintang dikuras tanagana.

Dina waktos singget papatong kacapean, leuleus seepen tanaga, tanpa ampun cakcak ngarontok lajeng nyapluk papatong anu parantos henteu daya. Tubuh enteng anu kawitna endah tur mampu ngapung lincah ngadadak rikes dina beheuman cakcak “the end of my live”, teu lami kakuping kumandang tarompet dipirig gendrang kematian ngiris-ngiris kalbu. Ternyata bangsa cakcak kalebet predator henteu benten sareng buhaya atanapi komodo. Payus upami cakcak disebat predator mini, buhaya rumah, komodo liliput anu sok nyaplukan bangsa gegeremet.

Emut mangsa keur budak, sim kuring osok diajak ngala papatong ku sababaraha rencang ulin ka Gunung Huni pengkereun Rumah Sakit Umum Tasikmalaya. Kang Enuh sareng kang Uun (parantos almarhum) duanana palinter ngala papatong. Tehnikna ngabalur ujung nyere ku leugeut (geutah nangka), teras rerencepan, ngadodoho papatong nu nuju rileks eunteup dina ujung dangdaunan. Papatong ngagarapak reuwas, nanging telat, jangjang papatong kabujeng napel dina leugeut. Kang Enuh sareng kang Uun nyerengeh bingah, serengeh kemenangan. Papatong diwadahan kana ruas awi, kangge parab si Denok Wekwok cangkurileung kagungan kang Uun.
Dupi pamolah Emay sareng Engkus benten deui (Note : sdrk Emay masih ngadosenan di salah sawios Universitas Negeri di Bandung). Dina tangan barudak anu dua ieu, papatong dibajuan keretas lajeng dileupaskeun deui. Tangtos bae papatong teu tiasa ngapung bebas sabiasana jalaran beurateun ku beban keretas. Sakapeung down atanapi crass landing, kantenan upami lagragna di balong, otomatis janten parab gurame. Atanapi papatong ditalian buntutna ku benang, ieu oge sami bae nambihan beban. Papatong hiberna henteu normal, eunteup dina regang, tali dina buntut pabeulit kana dangdaunan, papatong kacangcang, ahirna palastra, bugangna ngagantung di awang-awang, tebih tina taneuh. Kitu nasib papatong anu diangge kaulinan.

Mangsa tunggang gunung sapertos ayeuna, perasaan sim kuring j anten epes meer. Teu pira ningal papatong soeh jangjangna, ngagoler dina taneuh tanpa daya, teu wasa ngapung ngawang-ngawang sapertos bihari dina mangsa walagri. Dina pikiran ngadadak osok timbul emutan : papatong hirup ku jangjangna, dimana papatong leungiteun jangjangna tangtos moal tiasa cari makan, ieu oge hartosna menuju kana the end of live.

Dekade 50an dina dunya kadirgantaraan, angkatan udara urang kantos kagungan pesawat ringan anu populer disebat Piper Cup ku urang Jawa Barat biasa disebat Si Capung. Mesin tunggal dina irung pesawat, panumpangna tandem persis panumpang parahu lisung atanapi parahu sintung di pedalaman Kalimantan (saurnaTaun ). Anu calik di payun pilotna, anu calik di pengker panumpangna. Akhir taun 1900an bangkarakna masih tiasa kasaksi di Musium Transportasi TMII Jakarta.

Piper Cup nyata-nyata ngadopsi model papatong, sarwa enteng tur uduh. Kulit badan sareng jangjang dibungkus ku terpal ipis, kolecer tina kai Inggris, posisi jangjang persis luhureun kabin, ditunjang dua pasang galar panguat. Piper Cup barang modern nanging nyatana masih kawon lincah ku papatong. Papatong mampu hiber ngambang di awang-awang, gerakan g = 0 (zero gravity) sapertos helikopter, berkah ku parigel ngatur-ngatur posisi sareng gerakan jangjang anu opat. Piper Cup ringan, nanging papatong super ringan.

Upami ditapakuran, maha sampurna karya Gusti Nu Maha Kawasa, nyiptakeun sato lembut tur aheng. Upami sim kuring dugi kana pamikiran sapertos kitu, ngadadak ilang napsu hoyong mergasa nganiaya sagalarupining mahluk hiber sapertos papatong. Nya naon atuh hartosna manusa ? Mahluk anu mung sakadar numpang lewat di dunya ieu …………..

Kangge sagolongan manusa ayeuna, papatong janten barang asing, sesah mendak wujud aslina. Nanging papatong hadir dina buku-buku, foto-foto atanapi visualisasi sanesna sapertos bros sareng jepit dasi (pinset, manset), janten hiasan nalika full dress dina acara-acara resmi.

13 September 2010

NEGARA MERAH-PUTIH PERTAMA

oleh: mico0355



Antara Indonesia, Polandia dan Monaco, Diantara negara tersebut siapakah yang menggunakan bendera merah putih duluan??? Penasaran kan Mari Kita Lihat.

Kita mulai dari POLANDIA

Bendera Polandia terdiri atas dua garis horizontal dengan lebar yang sama, bagian atas putih dan bagian bawah merah. Dua warna tersebut didefinisikan dalam konstitusi Polandia sebagai warna nasional.

Putih dan merah secara resmi diadopsi sebagai warna nasional pada tahun 1831. Hal itu didasarkan atas tincture (warna) khas dari lambang dua negara konstituen Persemakmuran Polandia-Lituania, yaitu Elang Putih dari Polandia dan The Pursuer of Lituania, seorang ksatria berkulit putih yang menunggangi kuda putih lengkap dengan perisai merah. Sebelum itu, tentara Polandia memakai kombinasi berbagai warna. Bendera nasional secara resmi diadopsi pada tahun 1919. Sejak tahun 2004, Polish Flag Day dirayakan pada tanggal 2 Mei.

Nah truzz yang ke dua MONACO

Bendera nasional Monaco terdiri atas dua strip horizontal yang sama, merah (atas) dan putih (bawah). Warna Merah dan Putih sudah menjadi corak khas The House of Grimaldi paling tidak semenjak 1339, namun dengan desain yang berubah-ubah.. Desain dua warna diadopsi pada tanggal 4 April 1881, di bawah pimpinan Pangeran Charles III.

Bendera Monako yang asli (berbentuk sama dengan Bendera negara Monako tapi dengan gambar simbol negara versi sebelumnya di tengahnya) sudah digunakan sejak awal kerajaan ini berdiri, kecuali saat Monako di-aneksasi Perancis pada periode 1793-1814. Bentuknya kini yang lebih sederhana mulai digunakan sejak 4 April 1881.

INDONESIA

Bendera nasional Indonesia, yang dikenal sebagai Sang Saka Merah Putih ("Merah Putih") didasarkan pada bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 di Jawa Timur. Bendera itu sendiri diperkenalkan dan dikibarkan secara resmi di hadapan dunia pada upacara Hari Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945. Desain bendera masih tetap sama sampai sekarang.

Warna merah putih berasal dari bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13. Kemudian, warna-warna itu dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan para nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme melawan Belanda. Bendera merah-putih dikibarkan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan Belanda, bendera itu dilarang berkibar. Sistem ini diadopsi sebagai bendera nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah digunakan sejak saat itu.

Ada juga cerita lain tentang bendera Indonesia, yang secara signifikan berhubungan dengan bendera Belanda. Di bawah kolonialisme Belanda, setiap urusan menggunakan bendera Belanda (merah-putih-biru). Sedangkan bendera Indonesia dilarang digunakan. Sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda, kaum nasionalis Indonesia dan gerakan kemerdekaan merobek bendera Belanda. Mereka merobek bagian bawah bendera, dan memisahkan warna merah dan putih dari warna biru. Alasan utamanya adalah karena biru pada bendera Belanda dipahami sebagai berdiri untuk aristokrasi "berdarah biru". Sebaliknya, warna merah mewakili darah yang tertumpah dalam Perang Kemerdekaan, sedangkan putih bisa dipahami untuk melambangkan kemurnian Indonesia.

Nama resminya adalah Sang Merah Putih sesuai dengan Pasal 35 UUD 1945. Bendera ini juga biasa disebut Bendera Merah Putih, Sang Dwiwarna, atau Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka adalah bendera yang dikibarkan di depan rumah Soekarno beberapa saat setelah dia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Bendera Pusaka ini adalah dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno, dan dikibarkan setiap tahun di depan istana presiden pada saat upacara hari kemerdekaan. Namun, karena dianggap terlalu rapuh, Bendera Pusaka dikibarkan untuk yang terakhir kalinya pada 17 Agustus 1968.

Merah berarti keberanian, sedangkan putih berarti kemurnian. merah tersebut merupakan tubuh manusia atau kehidupan fisik, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia atau kehidupan rohani. Bersama-sama mereka berdiri untuk melengkapi manusia.

Secara tradisional, sebagian besar masyarakat Indonesia telah menggunakan merah dan putih sebagai warna suci mereka, pencampuran warna gula (warna merah berasal dari gula kelapa atau Gula aren) dan beras (berwarna putih). Sampai hari ini, keduanya merupakan komponen utama masakan Indonesia setiap hari. Rupanya, penduduk Kerajaan Majapahit juga menggunakan konsep ini dan dirancang sebagai bendera merah dan putih.

Note : Kerajaan majapahit berdiri tahun 1293

Truz hasilnya mana???????

JADI KEIMPULANNYA!!!!

Quote:

Polandia menggunakan corak bendera putih-merah pada tahun 1831

Monaco menggunakan corak bendera merah-putih pada tahun 1339 (itupun desainnya masih berubah-ubah)

INDONESIA, menggunakan corak bendera MERAH PUTIH sejak jaman Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293!!

INDONESIA adalah yang PERTAMA menggunakan bendera MERAH PUTIH dan tidak pernah mengalami perubahan desain bendera. Walaupun sering terjadi pergolakan di dalam negeri, perubahan sistem pemerintahan, penjajahan oleh kaum imperialisme, MERAH PUTIH akan tetap berkibar!! MERDEKA!!!!

(Sumber : shvoong.com)

08 September 2010

INDUK MAKAN TELUR

Pertanyaan : Salam kenal, saya ingin menanyakan beberapa hal : 1.Apa penyebab indukan suka makan telur dan bagaiman cara mengatasinya? 2.Bagaimana cara mengatasi indukan yg sudah kegemukan dan banyak lemak sehingga susah bertelur,pakan apa yg cocok? 3.Untuk indukan yg lagi ngurak apakah selama proses pergantian bulu tersebut tidak akan bertelur? Atas jawaban dan balasannya saya ucapkan terima kasih by Alpine.pins@yahoo.com Jawaban : 1. Tentang induk yang suka makan telur, biasanya disebabkan induk kekurangan zat nutrisi tertentu, misalnya kalsium atau zat gizi lainnya. Induk yang kekurangan zat gizi dan kemudian memakan telur sendiri umumnya terdapat pada induk yang terlalu lama dikurung dalam kandang. Solusinya, induk harus lebih banyak diumbar atau Anda perlu memperbaiki kandungan gizi ransum. Namun jika memakan telur sudah menjadi kebiasaan, hal ini akan sulit ditangani. 2. Tentang induk yang kegemukan, memang kegemukan bisa mengganggu proses reproduksi. Indukan yang kegemukan sebaiknya diumbar atau dijemur secara teratur dan diberi pakan rendah energi, misalnya campuran 2 kg konsentrat dan 8 kg dedak (khusus umbaran). 3. Induk yang ngurak/moulting membutuhkan konsumsi yg tinggi untuk pertumbuhan bulu sehingga proses produksi telur terkalahkan. Jika ngurak termasuk ekstrim, produksi telur bisa berhenti sama sekali. Ayam-ayam 'ngurak ekstrim' biasanya terjadi pada ayam yang terlalu lama dikurung (ngurak ekstrim biasanya terjadi tiap 6 bulan sekali). Induk yang ngurak namun tidak ekstrim (nyulam; tak nampak) masih bisa bertelur asalkan diberi asupan ransum tinggi protein dan energi. Demik8ian semoga jawaban saya bermanfaat. 


  Hasil terjemahan Google : HEN EATING EGGS Question: Hi, I want to ask you a few things: 1.What cause plants like to eat eggs and how you handle it? 2.How to deal with breeders who are overweight and a lot of fat so hard to lay eggs, feed what fits? 3.About breeders who again moulting whether during the process of changing hair will not lay eggs? Of replies and the replies I thank you by Alpine.pins @ yahoo.com Answer: 1. About the parent who likes to eat eggs, usually caused by specific nutritional deficiencies stem, such as calcium or other nutrients. Parent nutrient-deficient and then eating their own eggs are generally found on the stem is too long locked up in cages. The solution, the parent must be more diumbar or you need to improve the nutritional content of rations. But if you eat the eggs had become a habit, it will be difficult to handle. 2. About the parent who are overweight, obesity could indeed disrupt the reproductive process. Breeders who are overweight should diumbar or dried on a regular basis and fed a low energy, such as a mixture of 2 kg of concentrate and 8 kg of bran (especially umbaran/ekstensif). 3. Ngurak parent / moulting takes eminence for consumption so that the process of hair growth unbeaten egg production. If ngurak including extreme, egg production can be stopped altogether. The chickens 'ngurak extreme' usually occurs in chickens that are too long locked up (ngurak extremes usually occur once every six months). Ngurak parent but not extreme (nyulam; invisible) can still lay eggs as long as it was given high-protein diet intake and energy. So hopefully my answer helpful.

03 September 2010

LISAN DAN TULISAN

Oleh :
Hamdan Arfani


Kata orang, bangsa kita adalah bangsa lisan, bangsa yang lebih banyak bicara daripada bekerja ...ups... maksud saya : "menulis". Karena sebagai bangsa lisan, maka tak heran bisnis handphone maju pesat di negeri ini... semua pingin terus bicara. Penting tak penting, yang penting bersuara! Bersuara adalah tanda adanya kehidupan, katanya.

Namun pada suatu pagi, hati saya terhentak membaca tulisan Samsudin Berlian tentang Lisan dan Tulisan. Tulisan itu tak banyak, namun sangat penting untuk direnungkan. Satu yang lepas dari dunia pendidikan kita, kata Surya Rhalieb, seorang rekan saya yang lain, seorang aktivis kepemudaan.

Samsudin Berlian menulis kurang lebih sebagai berikut :

Bangsa bertulisan lebih unggul daripada bangsa berlisan saja. Nyatanya, sejarah adalah tulisan. Tulisan adalah cikal peradaban, Tulisan tinggal, lisan tanggal. Tulisan jauh lebih akurat, tahan lama, dan efisien dalam melahirkan, menyimpan, memproses, dan memperkembangkan gagasan sampai yang serumit-rumitnya dan seluas-luasnya.

Guru-guru yang hidup dalam dunia lisan selalu menuntut murid-murid menghafal. Dalam dunia tulisan, hanya hal-hal mendasar yang perlu dihafal. Yang perlu adalah mengasah pemahaman, ketajaman berfikir, kemampuan analitis, abstraksi, dan seterusnya. Dalam lisan yang penting data, dalam tulisan yang utama adalah olah data. Akibatnya, lisan itu statis dan menoleh ke belakang. Sedangkan tulisan dinamis menatap masa depan.

Bukan berfikir lalu menulis, melainkan menulis sebagai bagian dari proses berfikir canggih. Tulisan meningkatkan pikiran. Pikiran meningkatkan tulisan ... Pemikir adalah Penulis.

Jadilah bangsa bertulisan ! Tapi jika mampu jadilah bangsa lisan dan tulisan sekaligus !  Bung Karno dalam buku "Di Bawah Bendera Revolusi" menulis," Banyaklah bicara, banyaklah bekerja". Kini redaksinya harus sedikit berubah menjadi," Banyak bicara, banyak bekerja, dan banyak menulis !"






31 Juli 2010

SEJARAH SINGKAT RANGKEPAN JAYA


Rangkepan Jaya adalah nama sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Rangkepan Jaya berbatasan dengan Kelurahan Mampang di sebelah timur, Kelurahan Grogol di sebelah utara, dan Kelurahan Rangkepan Jaya Baru di sebelah barat dan selatan. Berdasar hasil wawancara dengan tokoh-tokoh sesepuh Rangkepan Jaya pada Mei 2010, diantaranya Haji Nawawi di Rawa Denok, Haji Bari di Kekupu, dan Haji Aselih di Kampung Grogol, diketahui bahwa wilayah yang kini menjadi Kelurahan Rangkepanjaya merupakan wilayah gabungan dari beberapa desa atau kampung, yang pada masa kolonial Belanda menjadi kawasan tanah partikelir milik tuan tanah.

Berkenaan dengan masa lampau wilayah Rangkepan Jaya, dalam Jejak Langkah Islam di Depok, Djamhur, Ibrahim, dan Yakin (2007), menyatakan bahwa pada masa sebelum kedatangan Belanda ternyata wilayah ini sudah berpenghuni, bukan wilayah kosong tak berpenduduk. Beberapa nama kampung yang telah ada sebelum kedatangan Belanda pada abad ke 17 diantaranya Parung Bingung (diduga ada sejak jaman Kerajaan Taruma Negara) dan Rawa Denok (diduga ada sejak jaman perang Banten – Pajajaran tahun 1500-an Masehi). Haji Nawawi menyebutkan, kampung-kampung lain di sekitar Rangkepan Jaya yang sudah ada setidaknya sejak jaman kolonial diantaranya Kampung Limo, Kampung Depok, Kampung Sengon, dan Kampung Parung Malela.

Namun, meski masyarakat yang mendiami wilayah Rangkapan Jaya sudah lama sekali ada, ternyata nama “Rangkepan Jaya” sendiri baru muncul pada tahun 1953. Menurut Haji Nawawi dan Haji Bari, nama Rangkepan Jaya bermula dari ide seorang guru SD di Parung Bingung bernama Sutomo (Pak Utomo) yang terlontar pada musyawarah warga di sebuah madrasah (sekarang YKS) menyangkut pembentukan wilayah (desa) baru, yang merupakan gabungan dari tiga desa, yakni Rawa Denok (termasuk Kampung Pulo), Kekupu (termasuk Kampung Pitara), dan Parung Bingung (termasuk Kampung Grogol). Kata ‘Rangkepan Jaya’ itu berasal dari kata RA = Rawa Denok, KE = Kekupu, dan PA = Parung Bingung, yang kemudian disempurnakan menjadi RANGKEPAN. Adapun tambahan kata ‘Jaya’ merupakan cita-cita agar kelak desa yang baru terbentuk itu menjadi maju dan sejahtera.

Desa bentukan baru itu dipimpin oleh Haji Saprin dari Parung Bingung hingga tahun 1955, kemudian dilanjutkan oleh Haji Amsir dari Kampung Kekupu hingga tahun 1978. Pada tahun 1978, Desa Rangkepan Jaya dipecah menjadi dua, yakni Desa Rangkepan Jaya Lama (terdiri dari Kampung Grogol, Kekupu, Pulo, dan Pitara) dan Rangkepan Jaya Baru (terdiri dari Kampung Parung Bingung dan Rawa Denok). Kepada Desa Rangkepan Jaya (lama) pasca pemecahan adalah Haji Nawawi, Haji Suarja, Haji Dhani Kondhani (sejak masa Haji Dhani Kondhani desa Rangkepan Jaya telah menjadi kelurahan), Cucu S., Haji Mubarok, Deden Kosasih, dan Wawan Wirawan. Saat tulisan ini dibuat, Kelurahan Rangkepan Jaya dipimpin oleh Bapak Ahmad Ubaidillah.

Perkembangan Rangkepan Jaya hingga menjadi seperti saat ini tentu tidak lepas dari peran masyarakat. Beberapa tokoh masyarakat di Rangkepan Jaya sejak masa tahun 1950-an (beberapa sudah wafat) diantaranya : Sayid Muhammad (makam di Sukabumi), Haji Kimah (Rawa Denok), Nimah (Rawa Denok), Haji Sani’in (Rawa Denok; Kepala Desa Rawa Denok pada masa sebelum penggabungan), Rahit (Rawa Denok), Mandor Samah (Rawa Denok), Haji Ali (Rawa Denok), Amil Tohir (Rawa Denok), KH. M. Jayadih (Rawa Denok), Haji Sadullah (Rawa Denok), Haji Ma’arif (Rawa Denok), KH. Abdul Razak (Rawa Denok), KH. M. Awab Usman (Rawa Denok), Haji Nawawi (Rawa Denok), Haji Saprin (Parung Bingung; Kepala Desa Parung Bingung sebelum masa penggabungan), Miun (Parung Bingung), Arkani (Parung Bingung), Haji Mandor Naim (Parung Bingung), Haji Husaini (Parung Bingung), Mardani (Parung Bingung), RK. Marja (Parung Bingung), Aminah Amang (Kekupu; Kepala Desa Kekupu sebelum masa penggabungan), Haji Amsir (Kekupu; Kepala Desa Kekupu sebelum masa penggabungan), Mualim Ratna (Kekupu), Kabeng Tedot (Kekupu), Haji Amil Geming (Kekupu), Usman SF (Kekupu), Sa’atih (Kekupu), Mandor Cocong (Kekupu), Mandor Amar (Kekupu), Haji Bari (Kekupu), R. Kabasar (Grogol), R. Kamaja (Grogol), RW. Suhanda (Grogol), Mandor Na’ung (Pulo), Mandor Sai’nin (Pulo), Haji Saitih (Pulo), Haji Husein (Pulo), Haji Ali (Pulo), Haji Nafis (Pulo), Mandor Acul (Pitara), dan Naman Umbul (Pitara). Disamping itu, ada pula tokoh-tokoh ulama dan guru agama (mualim) yang turut bersumbangsih dalam bidang kerohanian, diantaranya : Ust. Meisar Yunus, Ust. Jayadih, Ust. Asnawi, Ust. Yusuf, Ust. Mansur, Ust. Awab, dan Ust. Samsudin.

Dalam bidang kepemudaan, Rangkepanjaya telah mencetak prestasi gemilang sejak dulu, baik dalam bidang olah raga, pendidikan, maupun organisasi. Narasumber menyebutkan bahwa pada tahun 1980-an Rangkepan Jaya pernah mendapat kunjungan Presiden Soeharto beserta para menteri Kabinet Pembangunan. Rangkepan Jaya pernah pula mengirimkan salah seorang pemudanya dalam program pertukaran pelajar ke Australia.

Dalam bidang olah raga, hingga kini masih berdiri dan aktif POR (Persatuan Olah Raga) Samudra Jaya yang memiliki 5 P.S. (Persatuan Sepakbola), yakni P.S. HW yang diketuai oleh Haji Nawawi, P.S. Pekerti yang diketuai oleh Haji Bari, P.S. PB Kubra dipimpin oleh Bapak Marali, P.S. Fajar Putra yang dipimpin oleh Bapak Suhamba, dan P.S. Setia Kawan yang dipimpin oleh Bapak Kotong Suhardi.

SEKILAS SEJARAH DEPOK

Secara administratif, Depok berada di wilayah Jawa Barat yang bersuku Sunda, namun secara kultural, Depok lebih bernuansa Betawi. Masyarakat Depok umumnya lebih nyaman disebut orang Betawi ketimbang orang Sunda.

Nama Depok kemungkinan baru di kenal sejak masuknya pengaruh Banten dan Demak pada sekitar tahun 1527-an, yakni pada masa kemelut perang kerajaan Banten-Demak yang bercorak Islam dan Pajajaran yang bercorak Hindu. Nama Depok sendiri ternyata tidak hanya ada satu, nama Depok terdapat pula di daerah Sumedang, Cirebon, Sleman, bahkan Nusa Tenggara Barat. Umumnya, nama Depok dikaitkan dengan tempat yang dulunya pernah menjadi tempat persinggahan dan sekolah tradisional(padepokan). R.M. Jonathan (1998) menulis dalam Sejarah Singkat Masyarakat Kristen Depok pada halaman 5 alinea 4, bahwa nama Depok sudah ada sebelum tanah wilayah itu dibeli oleh Cornelis Chastelein tahun 1696. Hal yang sama dikatakan pula dalam laporan seorang pejabat Belanda, Abraham van Riebeek tahun 1703, bahwa ia melewati suatu kawasan yang telah lama dikenal bernama Depok yang letaknya antara Pondok Cina dan Pondok Terong.

Meski nama Depok sudah ada sebelum jaman tuan tanah Belanda, namun belum dapat dipastikan sejauh mana wilayah yang bernama Depok waktu itu. Beberapa sumber menyebutkan, kemungkinan yang disebut Depok pada abad ke-16 itu meliputi yang sekarang menjadi Jalan Siliwangi, yang ke arah timur berbatasan dengan kali Ciliwung, sedangkan ke barat berbatasan dengan Jalan Kartini dan Margonda, ke utara berbatasan dengan Kampung Mangga atau Parung Malela, dan ke selatan berbatasan dengan Parung Balimbing (Pancoran Mas). Adapun bagian barat Depok (ke arah Parung) dahulunya termasuk wilayah kabupaten Bogor.

Depok hingga abad ke-16 atau sebelum masuknya pengaruh Banten, termasuk wilayah Kerajaan Muara Beres, yang pusatnya ada di Desa Sukahati dan Desa Karadenan. Kerajaan Muara Beres adalah kerajaan bawahan dari Pajajaran.

Pada abad ke-16, Banten-Demak melakukan ekspansi ke wilayah Pajajaran, dan mendirikan markas pertahanan di Depok. Konon, untuk menembus benteng Pajajaran di Muara Beres, Banten-Demak memerlukan waktu puluhan tahun. Pada saat itulah bermunculan kampung-kampung Banten-Demak yang bercorak Islam, misalnya Beji, Pondok Terong, Kedung Waringin, Rawa Denok, Rawa Geni, Mampang, Kukusan, Sawangan, dan Depok. Adapun kampung-kampung yang sudah ada sebelum masuknya pengaruh Banten atau yang sudah ada sejak zaman Tarumanagara adalah Citayam, Parung Bingung, Parung Balimbing, Parung Serab, Bojong Jati, Parung Malela, Kampung Mangga, Cikumpa, Cimanggis, Cinere, Karang Anyar (sekarang wilayah Sengon dan Jemblongan), Pabuaran, dan Susukan.

Rangkepan Jaya, Mei 2010
(Penulis : Putri, Dyah, Yordan, dan Hamdan; sumber gambar : Haji Nawawi)

30 Juni 2010

100% HOMO SAPIENS HANYA ORANG AFRIKA

Oleh
Hamdan Arfani

Baru-baru ini American Association of Physical Anthropologist mengumumkan hasil uji DNA yang membandingkan Manusia Modern (Homo sapiens) dengan salah satu jenis manusia purba (Homo neanderthalensis) yang ternyata sangat mencengangkan !

Laporan American Association of Physical Anthropologist itu merujuk pada hasil penelitian selama 4 tahun dan uji laboratorium Tim Svante Paabo Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig – Jerman yang berhasil membandingkan sebanyak 1983 contoh DNA manusia modern (Homo sapiens) dari seluruh penjuru dunia dengan DNA Manusia Neanderthal (Homo neanderthalensis) yang berasal dari Kroasia, Rusia, Jerman, dan Spanyol. Hasil penelitian itu menyatakan bahwa DNA Homo sapiens murni hanya dimiliki oleh bangsa-bangsa di Afrika, dengan kata lain, kecuali Afrika, seluruh umat manusia yang saat ini hidup adalah manusia hasil perkawinan silang antara species Homo sapiens dan Homo neandhertalensis, atau jenis manusia purba lainnya.

Saat ini, dalam DNA setiap manusia non Afrika setidaknya terdapat sekitar 4% DNA Neanderthal. Namun peneliti dari Washington University, Erik Trinkhaus, meyakini bahwa prosentase DNA Neanderthal tersebut bisa melebihi 4%. Angka 4% hanya angka minimum, ujarnya.

Dengan demikian, munculah teori-teori baru sehubungan dengan Manusia Modern itu. Bahwa Homo sapiens berasal dari Afrika yang kemunculannya sejak sekitar 200.000 tahun yang lalu. Diperkirakan telah terjadi migrasi sebagian Homo sapiens dari Afrika ke berbagai penjuru dunia pada sekitar 60.000 tahun lalu. Migrasi Homo sapiens ini diketahui terjadi 2 kali, sesuai dengan hasil uji DNA yang memberi petunjuk bahwa persilangan spesies Manusia Modern dan Manusia Purba itu memang terjadi 2 tahap. Manusia Modern yang meninggalkan Afrika ke seluruh penjuru dunia kemudian bertemu dengan species Manusia Purba yang sudah lebih awal keberadaannya di luar Afrika, yakni sejak sekitar 500.000 tahun lalu.

Anggota peneliti Sarah Joyce dan Jeffrey Long menyimpulkan bahwa persilangan pertama Manusia Modern – Manusia Purba terjadi pada 60.000 tahun lalu di sebelah timur Mediterania. Persilangan kedua terjadi pada 45.000 tahun lalu terjadi di sebelah timur Asia. Persilangan pertama kemudian menyebar ke Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Hasil persilangan kedua menyebar kembali di Asia dan sebelah timur Asia seperti Australia, Selandia Baru, Papua Neugini, dan Oseania.

SEPENGGAL NASKAH WANGSAKERTA TENTANG MANUSIA PURBA

Sehubungan dengan 'manusia purba' cukup menarik informasi yang terdapat dalam buku kuno Nusantara berjudul Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara (bagian dari naskah Wangsakerta, peninggalan abad ke-17) yang diterjemahkan dan disunting oleh Atja dan Edi S. Ekadjati (1987) sebagai berikut :

Kira-kira sejuta hingga 600.000 tahun yang lampau di Nusantara hidup makhluk setengah manusia setengah hewan yang disebut Satwapurusa. Hidup pula mahluk yang disebut Bhutapurusa yang berjalan seperti manusia, warna kulitnya hitam merah, musnah sekitar 250.000 tahun yang lampau.

Bhutapurusa musnah karena dibinasakan oleh manusia purba yang datang dari luar Nusantara, yang disebut Yaksapurusa. Yaksapurusa berwujud sebagai denawa, tegap, besar, dan tinggi. Kulitnya berwarna hitam. Hidup pula di Jawa makhluk separuh manusia separuh yaksa yang disebut manusayaksa yang tubuhnya kecil berkulit hitam dan berbulu. Yaksapurusa dan Manusayaksa pun musnah dibinasakan oleh pendatang baru dari utara.

Pendatang baru bertubuh lebih kecil yang disebut wamanapurusa, mereka hidup sekitar 50.000 tahun yang lampau. Perkakas mereka terbuat dari batu dan bahan-bahan lain yang mudah rusak.

Penghuni berikutnya bertubuh kerdil namun agak besar. Mereka musnah oleh bencana alam, saling bunuh, dan dibinasakan oleh pendatang baru.

Kemudian datang lagi pendatang dari benua sebelah utara pada 10.000 tahun sebelum saka.

SEKILAS MACAM SPESIES MANUSIA

Homo neanderthal, satu jenis manusia purba yang paling banyak dibahas dalam laporan di atas memiliki ciri diantaranya : berambut merah, lebih berotot dan lebih berat sekitar 30% dari Homo sapiens, mengenal musik, mengenal menjahit, dan mahir berbicara. Namun perlu pula diketahui macam Manusia Purba lain yang berhasil dipublikasikan di forum-forum internasional, yakni :

1. Homo habilis (2 juta – 1.500.000 tahun lalu)
2. Homo georgicus (1.800.000 tahun lalu)
3. Homo ergaster (1.700.000 tahun lalu)
4. Homo erectus (1.800.000 -- 200.000 tahun lalu)
5. Homo antecessor (900.000 tahun lalu)
6. Homo heidelbergensis (500.000 tahun lalu)
7. Homo neanderthalensis (250.000 tahun lalu)
8. Homo sapiens (200.000 tahun lalu--sekarang)
9. Homo floresiensis atau Hobbit si manusia kerdil (50.000 tahun lalu)

18 Juni 2010

RUH ISLAM DI TATAR SUNDA

 Penulis : Hamdan Arfani


Menyoal pertanyaan di salah satu situs jejaring sosial : mengapa Sunda selalu dihubung-hubungkan dengan Islam ? Sebagian responden mengajukan pertanyaan sama dengan harapan memperoleh pencerahan, sebagian lagi yang menyebut dirinya Islam Hatter, pun dengan pertanyaan sama namun dengan nada sinisme yang kental !

Untuk fenomena Islam Hatter sendiri, kemunculannya mungkin disebabkan oleh rasa antipati yang memuncak menyaksikan begitu banyak orang Islam yang gagal menyelaraskan antara ucapan dan tindakan sehari-hari… lebih parah lagi bila orang Islam tersebut terlalu sering mengumbar kata ‘kafir’ yang sebetulnya tak terlalu dipahaminya. Atau digiring oleh kisah lampau bagaimana serbuan pasukan koalisi Demak-Cirebon-Banten yang ‘Islam’ menjadi sebab kehancuran Pajajaran dan sirnanya Prabu Siliwangi yang amat dikagumi dan dicintai oleh masyarakat Sunda… atau mungkin benar apa yang dikatakan Abdul Rozak dalam Teologi Kebatinan Sunda (2005) bahwa penjajah Belanda telah berhasil memendam kebesaran Sunda dan Islam sekaligus dengan mengadu domba antara pemeluk aliran-aliran kebatinan plus agama Sunda Wiwitan dengan kaum Muslimnya.


Kembali pada pertanyaan : mengapa Sunda selalu dihubung-hubungkan dengan Islam ? Sebetulnya topik hubungan Sunda dan Islam ini telah dibahas pada Musyawarah Masyarakat Sunda II tahun 1967 di Bandung. Dari musyawarah di Bandung itu muncul istilah Islam Sunda dan Sunda Islam, yang pertama menjelaskan ajaran Islam di Sunda, yang kedua menjelaskan tentang kaum muslimin di bumi Para Hyang tersebut. Tentang Sunda dan Islam, menarik disimak pendapat Ayat Rohaedi dalam makalah Sunda Islam, Islam Sunda (1996) bahwasanya sejak abad ke-19 jika orang berbicara mengenai masyarakat Sunda, maka salah satu ciri khasnya adalah Islam !

Pada makalah berjudul Sunda yang Menusantara, Ahmad Mansyur Suryanegara menyampaikan keheranannya. Bagaimana mungkin di wilayah yang katanya amat Hindu, yang disebut sebagai bumi Para Hyang, ternyata amat sedikit ditemukan candi yang menjadi ciri khasnya. Dan bagaimana pula awal ikhwal pakaian para perempuan Sunda yang relatif lebih tertutup auratnya sejak masa yang lampau sekali. Betapa banyak dataran tinggi di Nusantara, namun budaya air pancuran (untuk wudlu) yang biasa pada komunitas Islam ternyata paling semarak di tanah Sunda. Orang Sunda jaman dahulu pun biasa tidak membangun makam kecuali hanya diberi tanda batu, suatu hal yang dianjurkan Nabi kaum muslimin, Muhammad Saw. Sayang, Suryanegara tidak mampu menjawab kapan pastinya ajaran Islam masuk ke tatar Sunda.

Islam sebagai agama secara resmi dimulai sejak peristiwa haji terakhir Rasulullah Muhammad Saw di abad ke-8 Masehi. Namun Islam sebagai sebuah ajaran telah dimulai sejak Sang Manusia Pertama di muka bumi! Tentang masuknya Islam ke tatar Sunda, Islam sebagai ajaranlah yang tak mau dijawab oleh Suryanegara.

Berbagai catatan dan tutur turun-temurun mengenai masuknya Islam ke tanah Sunda diantaranya catatan perjalanan Tome Pires tahun 1512 yang mengatakan bahwa pada pesisir pantai di wilayah Sunda telah terdapat komunitas dan pedagang muslim. Catatan Hageman (1867) dalam Geschiedenis der Soendalanden menyebut Haji Purwa Galuh yang hidup pada tahun 1337 sebagai Muslim Sunda pertama yang pernah berhaji ke Mekkah. Informasi Hageman cocok dengan yang tertulis pada naskah Wangsakerta (naskah asli berangka tahun 1693), bahwasanya Haji Purwa yang hidup pada masa raja Ajiguna Lingga Wisesa (1333—1340) adalah haji pertama dari Sunda. Tentang masuknya Islam pada abad ke-14 ke tanah Sunda tidak mengejutkan, bahkan mungkin jauh sebelum masa itu mengingat telah ditemukannya makam Islam di Gresik atas nama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1082 Masehi. Sebagaimana telah dimaklumi, pada jaman dahulu hubungan Jawa Timur dan Sunda amat akrab sebagaimana kenyataan bahwa terdapat prasasti bercorak Jawa Timur di jantung bekas kerajaan Galuh.

Cerita turun-temurun di wilayah gunung Galunggung, Tasikmalaya, menginformasikan hubungan Sunda – Islam yang lebih awal lagi. Wilayah puncak Galunggung dahulunya adalah makam ‘orang-orang besar’, diantaranya makam Panji Kudalarang atau Syeh Panata Gama. Beliau adalah wali yang menyatakan masuk Islam langsung di hadapan Rasulullah Muhammad Saw di Mekkah pada abad ke-8. Penuturan Anang Daryan Jayadikusumah, salah seorang keturunan Batara di Galunggung, lebih jauh lagi. Beliau meyakini bahwa sebagian penumpang bahtera Nuh as telah turun di Galunggung yang dahulunya adalah salah satu daratan yang tertinggi di Jawa. Bersamaan dengan merapatnya bahtera Nuh, ‘berlabuh’ pula ajaran Islam ke tatar Sunda sejak masa itu ! (http://hamdanarfani.blogspot.com)



17 Mei 2010

POLEMIK SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL (SBI/RSBI)

Sulit dipercaya, bagaimana mungkin justru Pemerintah turut mempertajam kesenjangan, menciptakan kastanisasi pendidikan melalui proyek Sekolah Berstandar Internasional (SBI)? Bagaimana mungkin seorang calon siswa Pemenang olimpiade Sains akhirnya 'tereliminasi' hanya karena tak punya dana cash Rp. 5 juta ... Seleksi sekolah macam apa jika materi dijadikan point paling penting? Ironi, justru kasus ini ada di sekolah-sekolah negeri !

Seorang teman, yang kebetulan anak seorang Pahlawan, berkisah : beberapa waktu lalu putra sulungnya mengikuti ujian masuk sebuah sekolah berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dan dinyatakan lulus. Namun terpaksa ‘tersingkir’ karena ‘dihadang’ oleh uang muka sebesar Rp. 5 juta. Saya bertanya, mengapa tidak meminta kebijakan dari Kepala Sekolah? Sudah mengupayakan, katanya, tapi tetap tidak bisa. Lha, kok bisa?

Saya jadi teringat celoteh seorang teman lainnya yang memplesetkan SBI (Sekolah Berstandar Internasional) menjadi 'Sekolah Bertarif Internasional' … tarifnya internasional namun trayeknya tetap lokal... he..he..he...

Dari berbagai sumber saya mengetahui bahwa hingga tahun 2007 setidaknya terdapat 199 sekolah dengan label RSBI tersebar di 32 provinsi. Jumlah terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, masing-masing berjumlah 33 sekolah. Disusul oleh Jawa Timur sejumlah 21 sekolah, Yogyakarta sejumlah 11 sekolah, dan DKI Jakarta sejumlah 10 sekolah. Jumlah 199 itu sebetulnya sudah melampaui target nasional yang termuat dalam Rencana Strategis Depdiknas 2005--2009, yakni sejumlah 112 sekolah saja. Bahkan jika meninjau kembali Pasal 50 UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sesungguhnya Pemerintah hanya menargetkan 1 (satu) sekolah berstandar internasional untuk tiap jenjang pendidikan ! Data terakhir hingga 2009, RSBI membengkak menjadi 874 sekolah, yang terdiri dari 320 SMA, 118 SMK, 300 SMP, dan 136 SD… fantastis !

Untuk penyelenggaraan RSBI, pemerintah memberikan dana sebesar Rp. 1—2 milyar kepada tiap sekolah RSBI, yang pencairannya diangsur menjadi Rp. 300—600 juta pertahun selama 3 hingga 5 tahun. Uang sebesar itu seyogyanya digunakan untuk menyiapkan segala kebutuhan sebagai sekolah bertaraf internasional, misalnya peningkatan SDM guru, pemenuhan kebutuhan sarana-prasarana yang diperlukan dalam pembelajaran berkualitas, dsb. Namun yang terjadi justru banyak ditemukan ‘belanja’ untuk hal-hal yang tidak produktif, misalnya akses internet unlimited, tour, dan mengadaan ruang ber-AC. Apa urgensinya target standar internasional dengan ruang ber-AC?

Dalih menyiapkan anak dalam kultur global dengan sekolah bertaraf internasional adalah salah. Karena konsep RSBI sendiri sebetulnya belum jelas. Kerena mendidik dalam kultur global tak terkait dengan standar internasional... apalagi standar beberapa sekolah yang ada di luar negeri yang (akan) menjadi 'sister school' SBI/RSBI tersebut. Di negara-negara mapan dan matang, SBI/RSBI tak dibiarkan mengacaukan sistem pendidikan yang sudah ada. Seharusnya justru pendidikan nasional menjadi bagian integral proses politik, kebudayaan, dan kultur sebuah bangsa.

Saya khawatir, perkembangan SBI/RSBI saat ini malah destruktif, mengarah pada kastanisasi dan diskriminasi. Akhirnya hanya anak orang-orang berduit yang bisa menikmati sekolah unggulan milik negara, terlepas ia pandai atau kurang pandai. Hal ini bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan negara karena seharusnya justru Pemerintah memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Apalagi sudah lama diyakini bahwa pendidikan adalah mata pisau yang ampuh untuk memutus rantai kemiskinan.

Bukankah dulu Pemerintah selalu menggembar-gemborkan bahwa sekolah ‘warna-warni’ akan menjadi persemaian lahirnya generasi penuh empati? Perlu diketahui, saat ini Indonesia adalah negara dengan jumlah mobil mewah terbanyak di Asia, tapi memiliki jumlah anak putus sekolah tertinggi pula. Ini berarti kesenjangan telah terpaut jauh, kepedulian pada sesama nyaris tak nampak lagi. Janganlah ketidakadilan diperlebar hingga ke dunia pendidikan !

12 Mei 2010

ADIPATI DARI SUMEDANG


Adipati Soerja Koesoema Adinata

MOBIL KUNO



23 April 2010

GENERASI MUDA : BERKAH ATAU KUTUKAN



Benarkah hukum entropi – kecenderungan pada kehancuran – berlaku pada masyarakat ? Mengapa kehidupan, dari waktu ke waktu, tidak jua mengarah pada keteraturan dan kenyamanan, malah semakin semrawut dan memprihatinkan ? Benarkah ungkapan Tofler bahwa kita hidup dalam smell of dying civillization, masyarakat yang sekarat ?

Katanya dulu Nusantara sebuah negeri yang aman makmur, tapi sekarang setiap diri selalu dalam ancaman dan kegelisahan. Tiap orang sakit tak mampu mendapatkan pelayanan medik yang layak karena biaya rumah sakit dan kemampuan finansial dompleng seperti langit dan bumi, wong cilik tak boleh sakit, karena jika sakit berarti mati. Tiap Orang Tua selalu was-was dari waktu ke waktu memikirkan biaya sekolah dan kuliah yang membubung. Para pemuda hingga sirna kemudaannya dalam mimpi kemudahan mendapat lahan kerja yang layak bagi dirinya.

Tiap lima tahun masyarakat antusias memberi suara dalam Pemilu dengan harapan besar adanya perbaikan kehidupan mereka, tapi perbaikan tak kunjung datang. Entah tak cukup pandai atau tak cukup bermoral sehingga kerja para ’wakil rakyat’ tak berpengaruh apa-apa bagi masyarakat. Pun demikian dengan para aparatur negara. Hanya sebagian yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai ’pelayan’ publik. Sisanya hanya menghabiskan waktu dengan korupsi, baik korupsi uang maupun waktu. Ajaibnya, oknum aparatur yang korup itu seperti dimuliabiakan, semakin banyak jumlahnya dan semakin merusak ulahnya. Masih banyak pemuda di negeri ini yang lebih cerdas, lebih rajin, lebih bertanggung jawab, lebih sehat serta kuat lahir batinnya, lebih siap mentalnya, dan lebih ikhlas niatnya melayani kepentingan umum ... sangat siap menggantikan aparat yang tak pro rakyat itu !

Dunia hukum pun luar biasa rusaknya. Penjahat bisa jadi pahlawan dan pahlawan menjadi orang pesakitan. Oknum penegak hukum sudah kelewat batas kemaruknya hingga orang awampun tahu kerakusannya. Profesi yang awalnya amat dihormati jadi rusak karenanya. Masyarakat makin hilang kepercayaannya kepada hukum.

Ghazali, seorang ulama klasik pernah menulis dalam salah satu bukunya bahwa rusaknya rakyat disebabkan rusaknya para pemimpin, dan rusaknya para pemimpin disebabkan rusaknya para ulama. Ulama semoga tetap kokoh dengan integritas moralnya, dan masyarakat semoga makin cerdas membedakan mana ulama sejati dan mana komedian berlabel ulama. Masyarakat dan penguasa bukan cuma butuh hiburan, namun juga butuh pendidikan dari ulama.

Menyimak perkembangan situasi di negeri ini, tak heran dari waktu ke waktu masyarakat makin suka turun ke jalan, dan makin sering menunjukkan kebringasannya. Rakyat sudah frustasi. Barangkali kini yang dinanti hanya revolusi !

Generasi Muda : Berkah atau Kutukan ?

Mengapa alangkah sulitnya memperbaiki benang kusut di negeri ini, bahkan tak tersedia satu ’gunting’ pun yang bisa memangkas kesemrawutan tersebut. Memang, semua rahwana dan kurawa si perusak adalah manusia jua yang tak lestari dimakan usia. Kelak mereka semua akan mati, berakhir sepak terjangnya dan digantikan generasi yang lebih muda. Maka harapan masa depan yang cerahpun tertuju pada generasi muda.

Tapi generasi mudapun bukan tanpa masalah. Sebagian remaja dan pemuda negeri ini dibesarkan oleh Orang Tua yang tak optimal mendidik mereka karena terlalu banyaknya waktu dan tenaga yang tersita untuk kerja mencari nafkah sehari-hari. Proporsi pendidikan yang selayaknya didominasi oleh orang tua akhirnya terdistribusi lebih besar ke sekolah dan lingkungan pergaulan. Pendidikan orang tua di rumah yang sudah minim itupun makin tergantikan oleh televisi. Televisi, bahkan dikatakan oleh Jalaluddin Rakhmat semacam ’agama’ baru yang amat efektif !

Keadaan diperparah lagi apabila orang tua tak punya cukup pengetahuan cara mendidik yang tepat, hubungan kedua orang tua yang tak harmonis, dan tauladan yang kurang. Di sekolah, guru gagal menekan kebiasaan mencontek dan plagiat, gagal membangun budaya sekolah serta etos yang unggul, atau lebih parah lagi apabila di sekolah justru hidup budaya komersil terselubung yang merusak mental peserta didik. Keadaan juga semakin parah jika kaum muda merasa sangat nyaman di lingkungan pergaulan yang tak terkontrol dengan baik oleh siapapun, termasuk oleh masyarakat sekitar. Umumnya semua orang percaya bahwa dari lingkungan pergaulan yang tak terkontrol inilah pengrusakan ’anak muda’ berpangkal. Baik pengrusakan fisik oleh miras, rokok, dan narkoba, maupun pengrusakan mental seperti standar etika dan etiket yang rendah, pandangan hidup yang materialistik, gaya hidup yang hedonis, dan partisipasi sosial yang minim.

Ada sebuah hipotesa yang menyatakan bahwa untuk menghancurkan sebuah masyarakat, bahkan negara, adalah cukup dengan menghancurkan generasi mudanya. Nampaknya, proses penghancuran, disadari atau tidak, sedang terjadi pada generasi muda kita.

Jika generasi tua gagal membangun peradaban dan malah menimbulkan masalah di masa kini dan masa depan, maka harapan perbaikan ada pada generasi muda. Tapi jika generasi muda kini disia-siakan, jika generasi tua tak serius mempedulikan generasi di bawahnya, jika generasi tua yang gagal harus gagal pula mendidik anak-anaknya, lengkaplah sudah kebobrokan kita... dan generasi muda kelak akan menjadi 'bom waktu' yang punya daya ledak melampaui tetuanya.

Hendaknya setiap 'orang tua' lebih serius mendidik generasi mudanya agar kelak mereka bisa menjadi berkah bagi kemanusiaan dan bukan sebagai kutukan !

18 April 2010

NEGARA SEBENARNYA


Negara sebenarnya ialah negeri dimana setiap anak tumbuh menjadi manusia yang berbahagia, sehat, cerdas, berdaya cipta, dan berkarya optimal di tengah masyarakatnya yang aman dan adil, karna semua anak tumbuh dari kasih sayang yang bisa tercurah penuh dari orang tua yang memiliki cukup waktu. Setiap ayah dan ibu muda tak harus tersita waktunya oleh kerja membanting tulang memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari :

…setiap anak tumbuh berkat arahan cerdas dan berpengetahuan luas dari orang tuanya masing-masing, dan ditopang oleh fasilitas publik yang tersedia sampai ke pelosok dusun ...

… setiap gadis dan pemuda sangat dinamis dan kreatif dalam gairah sejati yang terlampiaskan sebesarnya, sebab bisa menjatuhkan pilihan cintanya secara lebih murni tanpa dihambat oleh pertimbangan materialistik ...

… dan setiap wanita dan pria dewasa menjalani hari-hari bahagianya sebagai insan paripurna yang menuangkan tanggung jawab politiknya secara mulia, hakiki, dan indah. (Matindas, 2009)

27 Maret 2010

JANGAN HANYA URUS INDUSTRI BESAR

Oleh :
SHARIF CICIP SUTARDJO
Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia

Dua puluh dua tahun sudah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia didirikan dengan UU No.1 Tahun 1987 yang menempatkan Kadin sebagai payung organisasi dari seluruh asosiasi industri dan perdagangan nasional.

Fokus dan kinerja Kadin dari masa ke masa harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan fokus pembangunan nasional. Kadin seharusnya mengatasi urusan besar perekonomian bangsa, bukan saja mengurusi industri besar. Sayangnya, saat 98% dari 52 juta pengusaha nasional adalah pengusaha mikro, kecil dan menengah (LIMKM), Kadin masih lebih disibukkan mengurusi pengusaha dan industri besar. Hal ini terutama terlihat dari kurangnya daya dobrak Kadin dalam mendorong kebijakan ekonomi yang ramah dan mendukung pertumbuhan UMKM.

Dalam hal ini, Kadin tidak bisa terlalu disalahkan karena lebih dari kurun waktu 22 tahun ke belakang, mengembangkan industrialis besar yang bisa mewakili Indonesia dalam perdagangan internasional memang disepakati sebagai urusan besar perekonomian nasional. UU tentang Kadin praktis mendelegasikan urusan besar tersebut ke Kadin Indonesia.

Masih segar dalam ingatan ketika pemerintahan Orde Baru mencanangkan "Masyarakat Adil dan Makmur" sebagai tujuan jangka panjang pembangunan nasional yang dibagi menjadi lima kali rencana pembangunan lima tahunan (Repelita). Setiap Repelita mencanangkan sektor yang diprioritaskan beserta rencana industrialisasi sektor-sektor yang sudah siap menggarap pasar ekspor.

Saat itu, mesin pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah proyek pemerintah yang dibiayai oleh anggaran pemerintah. Dengan kesadaran penuh untuk membangun sektor swasta yang kuat, pemerintah mulai melibatkan pengusaha nasional sebagai kontraktor, pemasok, dan pengawas proyek pemerintah. Beberapa pengusaha nasional yang dianggap mampu kemudian dipilih dan dibina oleh pemerintah untuk menjadi generasi pertama industrialis dan pedagang besar yang memasarkan produk-produk buatan dalam negeri ke seluruh dunia.

Dengan tema utama industrialisasi dan perdagangan internasional itulah, Kadin didirikan. Tidak heran bila Kadin kemudian dipimpin oleh para industrialis nasional unggulan dan dianggotai oleh calon-calon industrialis masa depan. Rencana tersebut sangat berhasil. Namun, ada fokus kedua yang sebenarnya juga sudah dimulai di samping membangun industri besar dan menembus pasar ekspor dunia, yaitu mewujudkan perekonomian Indonesia yang mandiri dari kepemilikan pemerintah.

Fokus kedua ini seyogianya mulai diupayakan secara serius ketika tiga ukuran industrialisasi sudah dicapai, yaitu ekspor terus meningkat, investasi terus bertambah, dan industri besar sudah mulai mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha mikro, kecil dan menengah. Singkatnya, perekonomian sudah semakin digerakkan oleh sektor swasta yang dimiliki sepenuhnya atau sebagian besar oleh rakyat Indonesia. Inilah esensi dari istilah ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Bung Hatta sebagai pendiri bangsa. Jadi kurang tepat bila banyak pihak mendefinisikan ekonomi kerakyatan sebagai ekonomi non-industrialis, apalagi sebagai ekonomi kecil dan menengah.

Entah karena lalai atau karena pengaruh krisis Asia 1997 yang begitu dahsyat, atau karena takut berubah, Kadin belum menyesuaikan diri. Ketika ekonomi Indonesia memang sudah digerakkan oleh pelaku ekonomi swasta baik konsumen maupun industri bukan oleh proyek pemerintah, Kadin seharusnya tidak lagi didominasi kontraktor pemerintah, tetapi oleh pemilik dan pelaku industri. Selain itu, ketika lebih 98% dari lapangan pekerjaan disediakan oleh UMKM, Kadin Indonesia harusnya menjadi lokomotif terdepan yang memikirkan, mendorong, dan melindungi pengusaha mikro, kecil dan menengah.

Sebatas konsep

Saat ini, keterlibatan Kadin Indonesia dalam mendorong sektor UMKM baru sebatas retorika dan konsep. Padahal, pelaku UMKM bergelut dengan kerasnya pasar global setiap jam dan setiap hari berusaha untuk selamat. Karena itu, banyak sisi yang perlu dibenahi dari perekonomian Indonesia. Namun, jika dicari benang merahnya, hanya sedikit sebenarnya yang perlu diprioritaskan untuk mendorong sektor UMKM. Ada lima hal yang perlu dicermati, di antaranya adalah status usaha, kepemilikan lahan, sarana berproduksi, kemampuan manajemen, akses pasar, dan permodalan. Semua ini bisa dipayungi dan didorong oleh Kadin.

Untuk status usaha, pengusaha UMKM perlu kemudahan dan kemurahan. Saal ini syarat pendirian usaha yang paling memberatkan adalah kewajiban setoran modal minimum Rp50 juta. Sementara itu, proses yang paling menyebalkan adalah birokrasi yang panjang, mahal dan tidak pasti hasilnya. Dalam hal ini, aksi Kadin bisa berupa advokasi kebijakan untuk menghapus atau merendahkan kebutuhan modal minimum tersebut sekaligus fasilitator yang memudahkan pendaftaran usaha kepada pemerintah.

Mengenai kepemilikan lahan, sangat menyedihkan bahwa hanya sebagian kecil dari lahan di seluruh nusantara ini yang bersertifikat hak milik dengan keabsahan hukum yang jelas. Padahal, bila reformasi lahan segera diselesaikan setiap jengkal tanah yang bisa disahkan sebagai properti masyarakat akan menjadi aset usaha. Kadin perlu mendorong agar pemerintah mempercepat reformasi lahan dan membantu menyiapkan perencanaan, arahan dan tahapannya sesuai kebutuhan perekonomian bangsa.

Terkait sarana produksi, infrastruktur tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Sedangkan alat produksi bisa disubsidi atau diupayakan secara kolektif atau komunitas. Sayangnya, Kadin tidak banyak berinteraksi, kecuali akhir-akhir ini, dengan sektor koperasi mempunyai misi untuk mengupayakan perekonomian dan kesejahteraan bersama. Sementara itu, untuk kemampuan manajemen, akses pasar dan permodalan seharusnya akan datang dengan sendirinya ketika proses produksi diupayakan secara maksimal untuk menghasilkan produk yang paling berkualitas.

Memang benar bahwa perbankan nasional perlu dibuat turun gunung karena selama ini standar dan regulasi perbankan nasional yang berdasarkan standar dan regulasi perbankan internasional membuat industri perbankan semakin jauh dari kondisi dan kebutuhan pelaku UMKM. Kadin bisa beraksi secara konkret dengan mendorong terobosan-terobosan yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kualitas produksi, selain memaksa penurunan suku bunga.

Singkat kata, Kadin Indonesia perlu berbenah diri dan berganti haluan bila tetap ingin relevan dengan konteks pembangunan ekonomi Indonesia. Pola pikir dan misi setiap anggotanya perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kalau sebelumnya hanya melindungi industri besar yang terwakili dalam keanggotaan saat ini, kini Kadin perlu mengintegrasikan diri di antara 52 juta lebih pengusaha UMKM. Itulah urusan besar pembangunan nasional saat ini. Hanya dengan begitu Kadin kembali berguna.


(Sharif Cicip Soetardjo - Oom Cicip, adalah salah seorang sahabat terdekat kakek saya, Haji Abdul Manaf Bermawie alm. Posting ini sebagai apresiasi atas hubungan baik yang telah lama terjalin dengan keluarga kami, dan pengharapan perbaikan ekonomi nasional di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini).

21 Maret 2010

PAKAN AYAM USIA DI ATAS 4 BULAN



Pertanyaan :
Salam kenal mas Batara (Bataragema-red). Saya adalah penggemar ayam bangkok dari Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara. sekitar dua tahun terahir ini sedang berkonsentrasi untuk menghasilkan ayam bangkok yang berkualitas. Terkait dengan ulasan mas di situs Ayambangkok.com tentang pakan anakan umur 1 hari sampai umur 4 bulan, saya mau tanya, setelah umur anakan 4 bulan ke atas sebaiknya diberi pakan apa? Soalnya setelah umur anakan di atas 4 bulan pertumbuhannya stagnan. Sekedar informasi, setelah anakan umur 4 bulan ke atas saya kasih pakan gabah yang direndam air. saya sangat berharap pencerahan dari mas Batara. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Mohon dibalas ya mas.
Salam dari saya,
Miftah.

Jawaban :
Jika tak ada masalah dalam keuangan, tentu pakan yg paling ideal adalah voer, baik BR-1 maupun BR-2 (ransum untuk broiler), krn voer telah mengandung gizi dengan takaran yang seimbang dan telah pula ditambahkan antobiotik yg berguna utk kesehatan ayam, tinggal takarannya sj yg perlu diatur.

Namun, jika memelihara dlm jmlh besar, apalagi dengan tujuan ekonomi, tentu perlu ada efisiensi. Perlu diketahui bahwa aspek pakan menyedot sekitar 80% dari total biaya produksi peternakan. Efisiensi tersebut diantaranya berupa inovasi dalam pemberian pakan seperti yg sy tulis di AyamBangkokdotCom.

Sehubungan dengan pertanyaan di atas mengenai pakan untuk ayam usia di atas 4 bulan, saya rekomendasikan sbb: 1). tetap diberi voer (boleh diselingi sedikit biji2an jika dana memungkinkan), atau 2). memberi 80% dedak + 20% konsentrat petelur (khusus utk ayam umbaran; tp harus hati2 krn saat ini banyak dedak palsu dipasaran, yakni dedak yg dicampur serbuk kayu), atau 3). 50% jagung + 30% gabah + 20% kacang
hijau (boleh butiran utuh ataupun pecah). Bisa juga menggunakan ketiga formula di atas secara bergantian, semakin variatif semakin bagus.

Jika ayam hanya diberi gabah saja, tentu pertumbuhannya akan terhambat krn kandungan protein gabah sangat sedikit ()

Hasil terjemahan Google :

CHICKEN FEED TO 4 MONTHS OF AGE IN


Question:
Hi Batara mas. I am a fan of fighting cocks from Padangsidimpuan City, North Sumatra. About two years Puspa is currently concentrating on producing high-quality chicken. In connection with your review on the site Ayambangkok.com about a day old seedlings of feed until the age of four months, I want to ask, after the age of four months upwards tillers should be fed with what? Because after the age of saplings in the four months of slow growth. As information, the age of 4 months after tillering up my news feed grain soaked in water. I strongly expect enlightenment from mas Batara. Previously, I thank you. Please reply yes mas.
Greetings from me,
Miftah.

Answer:

If there is no trouble in the financial, of course the most ideal feed is the feed / feed factory made (voer, both BR-1 and BR-2 or rations for broilers), for containing a balanced dose of nutrition with and who has also added useful antobiotik health for chicken, measuring just need to stay organized.

However, if you maintain in large numbers, especially with economic goals, of course there needs to be efficient. Please note that the aspect of feed siphon about 80% of the total cost of livestock production. They are in the form of innovation efficiency in feeding, such as who wrote in AyamBangkokdotCom sy.

In relation to the above questions regarding the feed to chickens over the age of four months, I recommend the following: 1). still given voer (interspersed little grains may be if funding allows), or 2). gives 80% rice bran + 20% concentrate layer (specific for chickens umbaran / extensive; tp must be vigilant because many false market bran, rice bran amalgamated ie sawdust), or 3). 50% corn + 30% grain + 20% green beans (can be whole or broken grains). Can also use the third formula above in turn, the more varied the better.

If animals were given only rice, of its growth will be hampered krn very little grain protein content ()

09 Maret 2010

MEMORI JAKARTA TAHUN 1990-AN : Jalan-jalan Sekitar Bungur Besar, sawah Besar, dan Senen


Dulu saya tinggal di Gang Kadiman, Bungur Besar, wilayah Kemayoran Jakarta Pusat. Enaknya tinggal di Jakarta Pusat tahun 1990-an, khususnya di daerah lama saya, adalah kemudahan akses ke pusat-pusat niaga, perkantoran, rekreasi, dan lain-lain. Dari tempat tinggal saya di Bungur Besar ke Lapangan Banteng, Istiqlal, Pasar Baru, Senen, Gambir, bahkan Monas, bisa ditempuh dengan berjalan kaki bagi penghobi jalan santai seperti saya. Jangan kuatir panas, karena sepanjang sisi trotoar telah ditanam pohon-pohon besar yang meneduhkan dan menyejukkan. Dari literatur, saya mengetahui, pohon-pohon besar pinggir jalan itu berfungsi pula menghisap debu dan logam berat dari kendaraan bermotor.

Jika ingin ke Monas, tinggal menuju arah barat, bisa ditempuh dengan menyusur Jalan Gunung Sahari III atau IV (di Jalan Gunung Sahari III dulu ada kantor majalah pertanian Trubus). Kemudian ke Jalan Budi Utomo atau Jalan Dr. Wahidin, dengan menyebrangi Jalan Gunung Sahari Raya.

Sampai di sini, kita telah tiba di bagian belakang Departemen Keuangan RI yang masuk wilayah Kecamatan Sawah Besar (Depkeu RI; di jaman Belanda disebut Istana Weltevreden dimana Deandels dan Raffles pernah berkantor di sana). Di sisi kanan Depkeu RI ada kantor Kas DKI, SMA Negeri 1, STM Negeri 1, STM Negeri 5, dan STM 4 PGRI (dulu SMA Negeri 5 pun ada di sini), dan di paling ujung ada kantor Kimia Farma. Sedangkan di sisi kiri Depkeu dulu ada bekas Balai Pustaka (BP). Tahun 1980-an BP belum dipindahkan ke Jalan Gunung Sahari Raya, setiap Minggu saya biasa meminjam buku koleksi perpustakaan di BP itu.

Menyusur Jalan Budi Utomo atau Jalan Dr. Wahidin, berujung di Lapangan Banteng. Di jaman Bung Karno, Lapangan Banteng adalah bagian dari Lapangan Ikada yang membentang luas hingga Jalan Merdeka Barat. Lapangan Banteng itu hanya sekitar 100 meter dari sekolah saya dulu. Jika ada waktu luang, sepulang sekolah saya suka mampir ke sana, mengunjungi Kantor Pos Ibukota, atau melihat-lihat pameran Flona (Flora – Fauna) yang kerap diadakan. Pengunjung pameran bukan hanya masyarakat umum Ibu Kota, ada juga yang dari luar daerah, bahkan turis mancanegara. Maklum, lokasi pameran persis di depan Hotel Borobudur, hotel kelas wahid di Negara kita. Mengunjungi pameran Flona menjadi favorit saya. Sayang, selulus SMA saya melanjutkan studi ke daerah, namun masih sempat sekali-dua kali saat liburan kuliah mengunjungi favorit saya itu.

Di sekitar Lapangan Banteng ada beberapa tempat penting selain Depkeu, Hotel Borobudur, dan Kantor Pos Ibu Kota. Yakni Departemen Agama RI dan Gereja Katedral peninggalan Belanda yang di bagian belakangnya terdapat sekolah khusus putri, Santa Ursula. Dan tepat di depan Katedral, berdiri dengan megah masjid kebanggaan rakyat Indonesia, Masjid Istiqlal.

Jika saya ingin melihat aksi seniman-seniman lukis, bursa filatelli, mengunjungi toko buku, atau sekedar kuci mata, dari Lapangan Banteng tinggal mengarah ke utara, menyusur Jalan POS, melewati Gedung Kesenian. Ya, saya menuju ke Pasar Baru, salah satu pasar tertua di Jakarta. Jika masih ada tenaga bisa terus ke utara lagi… ke Mall Mangga Dua.

Tak kalah menariknya jika dari Lapangan Banteng ke arah selatan, menyusur sebelah kiri atau kanan Hotel Borobudur. Tapi lebih asyik melewati yang kanan. Selain teduh, trotoarnya lebar dan bersih. Jika terus ke selatan akan menuju Jalan Raden Saleh, melewati STOVIA dan tembus di Kwitang, wilayah Kecamatan Senen.

Di Kwitang ada banyak penjual buku. Anda tinggal sebut judul dan penerbitnya, pasti ada ! Pasar buku di Kwitang sudah ada sejak jaman Belanda. Beberapa nama besar yang biasa mengunjungi pasar buku Kwitang tempo dulu diantaranya Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim, dan Adam Malik. Beberapa waktu yang lalu saya mampir ke Kwitang. Sayang, kini penjual buku tak seramai dulu, sudah agak sepi. Ada satu lagi yang menarik di kwitang. Jika datang pada hari Minggu pagi, agak sedikit lagi ke selatan, ada pengajian yang diasuh Habib Abdurrahman al Habsy, anak Habib Ali al Habsy. Pengajian Habib Abdurrahman al Habsy dikunjungi oleh ribuan orang, bukan hanya dari sekitar Jakarta, ada juga yang datang langsung dari Malaysia !

Selain ke arah utara dan selatan, tak kalah menariknya dari lapangan Banteng mengarah ke barat. Monas ada di arah ini. Dulu, kalau hari Minggu, saya sering juga jogging atau sekedar berjalan santai ke lapangan Monas ini. Menuju Monas bisa melewati jalur Pejambon ke arah Stasiun Gambir, melewati Bappenas. Atau lewat Jalan Perwira menuju Pertamina Pusat, melewati SMP Negeri 4 (sebelumnya SMP Negeri 7 pun ada di sini).

Nah, di belakang SMP Negeri 4 itu dulu ada rumah kuno, kata orang tua, rumah itu dulu ditempati Nyai Dasima, tokoh tempo doeloe yang menjadi legenda masyarakat Betawi …

Hasil Terjemahan Google :



JAKARTA geheugen van het jaar 1990: Wandelen rond Lagerstroemia Big, Big velden en Senen

Ik woonde vroeger in de Gang Kadiman, Lagerstroemia Besar, Centraal-Jakarta Kemayoran gebied. Yummy verblijf in het centrum van Jakarta in de jaren 1990, vooral in mijn oude wijk, is een gemakkelijke toegang tot winkelcentra, kantoren, recreatie, en anderen. Van waar ik woon in de Grote Lagerstroemia Banteng Square, Istiqlal, Nieuwe Markt, Senen, Gambir, zelfs een monument, kan worden bereikt door te wandelen voor de hobbyist als ik ontspannen manier. Maak je geen zorgen over de warmte, omdat de trottoirs zijn geplant langs de kanten van de grote bomen die schaduw en laat afkoelen. Uit de literatuur, ik weet het, de grote bomen die de weg dient ook te zuigen het stof en zware metalen uit motorvoertuigen.

Als u wilt Monas, het verblijf in de richting van het westen, kan worden bereikt door de weg langs de Gunung Sahari III of IV (op Jalan Gunung Sahari III had geen kantoor Trubus agrarische tijdschriften). Dan naar Jalan Jalan Budi Utomo of Dr Wahidin, door kruising van Jalan Gunung Raya Sahari.

Tot hier, zijn we aangekomen aan de achterzijde van het ministerie van Financiën die in Sawah Besar District (MOF RI; in het Nederlands Times noemde Weltevreden Paleis, waar Deandels en Raffles had er een kantoor). Aan de rechterkant is er MOF kas Jakarta, SMA Negeri 1, STM Negeri 1, STM Negeri 5, 4 en STM PGRI (voorheen waren er vijf middelbare scholen hier), en aan het eind is er een kantoor van Kimia Farma. Terwijl aan de linkerkant er vroeger een voormalige ministerie van Financiën Balai Pustaka (BP). 1980, heeft BP niet verplaatst naar de Jalan Gunung Raya Sahari, elke zondag gebruikte ik om boeken te lenen in bibliotheek BP collecties.

Going Jalan Jalan Budi Utomo of dr. Wahidin, monden in de Field Bull. In de dagen van Bung Karno, Banteng plein maakt deel uit van een breed veld dat zich uitstrekt tot Ikada Jalan Merdeka Barat. Buffalo Field was slechts ongeveer 100 meter van mijn school eerst. Als er vrije tijd na school Ik hou stoppen, bezoek aan de hoofdstad postkantoor, of aan de tentoonstelling Flona (Flora - Fauna), die vaak gevoerd. Bezoekers niet alleen publieke tentoonstelling van de hoofdstad, zijn er ook mensen van buiten de streek, zelfs buitenlandse toeristen. Begrijpelijk, de tentoonstelling locatie recht tegenover het Hotel Borobudur, eersteklas hotels in ons land. Een bezoek aan de tentoonstelling Flona mijn favoriet. Helaas, mijn middelbare school blijven selulus haar studies in het gebied, maar nog steeds een of twee keer geslaagd tijdens de schoolvakanties naar mijn favoriete bezoeken.

Buffalo veld rond zijn er enkele belangrijke andere plaatsen dan het ministerie van Financiën, Hotel Borobudur, en de hoofdstad Post Office. Namelijk het ministerie van Religieuze Zaken en de Kathedraal van het Nederlands erfgoed in de achterzijde is er school voor meisjes, Santa Ursula. En recht tegenover de kathedraal, staande met prachtige moskeeën en de trots van het volk van Indonesië, de Istiqlal Moskee.

Als ik wil action painting kunstenaars, filatelli uitwisselingen, een bezoek aan een boekhandel, of gewoon kuci ogen te zien, live vanuit het veld Bull naar het noorden, langs de weg POS, langs de Art Building. Ja, ik ging naar New Market, een van de oudste markten in Jakarta. Indien nog steeds geen stroom kan het noorden gaat weer naar boven ... naar de Mangga Dua Mall.

Niet minder interessant zijn als de Banteng Square in het zuiden, langs de linker-of rechterkant van het Hotel Borobudur. Maar nog beter door de rechterkant. In aanvulling op schaduwrijke, brede trottoirs en schoon. Als je door blijven gaan in zuidelijke richting naar Jalan Raden Saleh, verleden en doorschijnend Stovia in Kwitang, Senen wijk.

In Kwitang zijn er veel verkopers van boeken. Je hoeft alleen bellen met de titel en de uitgever, moet er worden! Boek markt in Kwitang al sinds de Nederlandse tijd. Enkele grote namen die worden gebruikt om het verleden Kwitang boekenmarkt bezoeken, zoals Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, en Adam Malik. Enige tijd geleden ben ik gestopt door de Kwitang. Helaas, nu niet zo druk als boekverkopers eerste, was vrij rustig. Er is nog een interessant Kwitang. Als je op zondag ochtend, een beetje meer naar het zuiden, zijn er een verhoogd voeren Habib Abdurrahman al Habsy, Habib Ali al Habsy kind. Pengajian Habib Abdurrahman Habsy al bezocht door duizenden mensen, niet alleen uit de hele Jakarta, zijn er ook die rechtstreeks komen uit Maleisië!

In aanvulling op het noorden en het zuiden, niet minder interessant om eens vanuit het gebied naar het westen Bull. Monas is in deze richting. Terug dan, als de dag zondag, Ik ga vaak joggen of gewoon ontspannen op het veld dit monument. Monas kan passeren het pad in de richting Pejambon Gambir, die door Bappenas. Of door Pertamina Way Officer aan het centrum, langs de vier SMP (Junior High School 7 is eerder hier).

Nou, achter de Junior High School, dat er sprake was van vier oude huizen, zei de oude, het huis werd voor het eerst bewoond door Nyai Dasima, een personage die werd een legende door doeloe Batavia mensen ...

04 Maret 2010

SISI GELAP PERANG PADERI (?)

Ada tulisan menarik pada Majalah TEMPO, Edisi 34/XXXVI/15-21 Oktober 2007 soal sisi gelap Perang Padri di Minangkabau, Sumatera Barat. 

Menarik untuk dibaca sebagai upaya pelurusan sejarah. Berikut bagian dari sejumlah tulisan itu: 

NEGERI ini punya banyak pahlawan nasional. Keba­nyakan pahlawan lahir dari kancah perang geril­ya, termasuk yang dikobarkan gerakan Padri di Minangkabau, Sumatera Barat. Sudah tertanam sejak sekolah dasar, gerakan Padri adalah gerakan antikolonial. Dua tokohnya, Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai, adalah pahlawan nasional. 

Era informasi ini membuat banyak peristiwa terpendam muncul ke permukaan. Satu dampak yang tak perlu dirisaukan, kalangan terdidik ramai menafsirkan kembali kriteria pahlawan. 

Di Bali, beberapa sejarawan melihat Puputan, yang dipimpin I Gusti Ngurah Made Agung, bukanlah perang rakyat Bali, melainkan hanya keluarga Puri Badung. 

Di Makassar, ada sejarawan yang melihat bukan Hasanuddin, melainkan Arung Palaka, yang membuat Sulawesi Selatan tak bisa sepenuhnya ditundukkan VOC. 

Orang juga mempersoalkan Imam Bonjol. Sebuah petisi online yang dipublikasikan luas di Internet meminta pemerintah mencabut gelar pahlawan yang diberikan pada 1973. Alasan yang dikemukakan mengagetkan, sekaligus ironis. Imam Bonjol bertanggung jawab atas pembantaian lokal. Gerakan Padri diketahui sebagai gerakan anti-Belanda, tapi tujuan utamanya memurnikan syariat Islam. 

Kelompok Padri berpaham Wahabi itu ingin Islam di Sumatera Barat bersih dari unsur kultural. Sayangnya, pemurnian memakan korban besar. Keluarga Istana Pagaruyung dijagal, di Tanah Batak terjadi pembunuhan massal. Dalam tragedi itu disebutkan banyak perempuan dirampas, diperjualbelikan. 

Tuanku Imam Bonjol dan Tambusai dianggap mengetahui segala kekerasan itu tapi tidak mencegahnya. Mereka yang berusaha memahami kedua tokoh itu beranggapan adab lokal yang melegalkan perbudakan membuat kedua­nya memaklumi penjualan gadis. 

Penyerbuan ke Pagaruyung dan Tanah Batak, di mata yang pro, seakan dibenar­kan sebab dua daerah itu memihak kolonial. Pendapat yang antikekerasan belum pernah terdengar. Bahkan belum ada risalah yang seimbang tentang kontroversi Padri. 

Polemik baru muncul pada 1964. Mangara­dja Onggang Parlindungan menerbitkan buku Tuanku Rao. Parlindungan adalah pejuang dan ikut mendirikan PT Pindad Bandung. Ia bukan sejarawan profesional. Meski isi bukunya menantang, secara metodologis ia memang amatir. 

Pada Juni 1969, Parlindungan dan ulama terkenal Hamka bertemu dalam diskusi di Padang. Parlindungan tidak bisa menjawab banyak kritik Hamka. Buku Parlindung­an ditarik, tapi Hamka tidak berhenti. Pada 1974, pemuka agama itu mengeluarkan buku Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao. 

Polemik Padri tidak lantas mati. Penyebab terpenting, Hamka tidak membahas pokok soal: pembantaian Pagaruyung dan Batak. Buku Hamka kritis, tapi ia menghindar menulis tragedi berdarah tadi. Dan kini Tuanku Rao diterbitkan kembali. Bahkan sebuah buku baru kekejaman Tuanku Tambusai, karangan seorang ahli sejarah Mandailing, juga muncul. Tak perlu cemas menyikapi pengungkapan fakta baru sejarah ini. Sangat tak beralasan menyulut konflik Minang dan Batak karena ada yang mendedahkan tarikh baru. 

Polemik Parlindungan dan Hamka sebenarnya contoh baik. Debat tidak melahirkan permusuhan etnis atau pembakaran buku histori. Keduanya bersahabat, Parlindungan selalu menjemput Hamka untuk salat Jumat bersama. Nama Imam Bonjol biarlah tetap menghiasi buku sejarah, juga menjadi nama jalan di berbagai kota. Hanya perlu informasi tambahan tentang kekerasan Padri, tanpa bumbu sensasi, dalam rumusan yang disepakati bersama. 

Data baru itu penting untuk menambah kedalaman buku sejarah kita. (Penulis : Eka Maura Suryana Nayatila; Gambar sumber : Nederlandsindie.com).