Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

27 Maret 2010

JANGAN HANYA URUS INDUSTRI BESAR

Oleh :
SHARIF CICIP SUTARDJO
Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia

Dua puluh dua tahun sudah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia didirikan dengan UU No.1 Tahun 1987 yang menempatkan Kadin sebagai payung organisasi dari seluruh asosiasi industri dan perdagangan nasional.

Fokus dan kinerja Kadin dari masa ke masa harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan fokus pembangunan nasional. Kadin seharusnya mengatasi urusan besar perekonomian bangsa, bukan saja mengurusi industri besar. Sayangnya, saat 98% dari 52 juta pengusaha nasional adalah pengusaha mikro, kecil dan menengah (LIMKM), Kadin masih lebih disibukkan mengurusi pengusaha dan industri besar. Hal ini terutama terlihat dari kurangnya daya dobrak Kadin dalam mendorong kebijakan ekonomi yang ramah dan mendukung pertumbuhan UMKM.

Dalam hal ini, Kadin tidak bisa terlalu disalahkan karena lebih dari kurun waktu 22 tahun ke belakang, mengembangkan industrialis besar yang bisa mewakili Indonesia dalam perdagangan internasional memang disepakati sebagai urusan besar perekonomian nasional. UU tentang Kadin praktis mendelegasikan urusan besar tersebut ke Kadin Indonesia.

Masih segar dalam ingatan ketika pemerintahan Orde Baru mencanangkan "Masyarakat Adil dan Makmur" sebagai tujuan jangka panjang pembangunan nasional yang dibagi menjadi lima kali rencana pembangunan lima tahunan (Repelita). Setiap Repelita mencanangkan sektor yang diprioritaskan beserta rencana industrialisasi sektor-sektor yang sudah siap menggarap pasar ekspor.

Saat itu, mesin pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah proyek pemerintah yang dibiayai oleh anggaran pemerintah. Dengan kesadaran penuh untuk membangun sektor swasta yang kuat, pemerintah mulai melibatkan pengusaha nasional sebagai kontraktor, pemasok, dan pengawas proyek pemerintah. Beberapa pengusaha nasional yang dianggap mampu kemudian dipilih dan dibina oleh pemerintah untuk menjadi generasi pertama industrialis dan pedagang besar yang memasarkan produk-produk buatan dalam negeri ke seluruh dunia.

Dengan tema utama industrialisasi dan perdagangan internasional itulah, Kadin didirikan. Tidak heran bila Kadin kemudian dipimpin oleh para industrialis nasional unggulan dan dianggotai oleh calon-calon industrialis masa depan. Rencana tersebut sangat berhasil. Namun, ada fokus kedua yang sebenarnya juga sudah dimulai di samping membangun industri besar dan menembus pasar ekspor dunia, yaitu mewujudkan perekonomian Indonesia yang mandiri dari kepemilikan pemerintah.

Fokus kedua ini seyogianya mulai diupayakan secara serius ketika tiga ukuran industrialisasi sudah dicapai, yaitu ekspor terus meningkat, investasi terus bertambah, dan industri besar sudah mulai mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha mikro, kecil dan menengah. Singkatnya, perekonomian sudah semakin digerakkan oleh sektor swasta yang dimiliki sepenuhnya atau sebagian besar oleh rakyat Indonesia. Inilah esensi dari istilah ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Bung Hatta sebagai pendiri bangsa. Jadi kurang tepat bila banyak pihak mendefinisikan ekonomi kerakyatan sebagai ekonomi non-industrialis, apalagi sebagai ekonomi kecil dan menengah.

Entah karena lalai atau karena pengaruh krisis Asia 1997 yang begitu dahsyat, atau karena takut berubah, Kadin belum menyesuaikan diri. Ketika ekonomi Indonesia memang sudah digerakkan oleh pelaku ekonomi swasta baik konsumen maupun industri bukan oleh proyek pemerintah, Kadin seharusnya tidak lagi didominasi kontraktor pemerintah, tetapi oleh pemilik dan pelaku industri. Selain itu, ketika lebih 98% dari lapangan pekerjaan disediakan oleh UMKM, Kadin Indonesia harusnya menjadi lokomotif terdepan yang memikirkan, mendorong, dan melindungi pengusaha mikro, kecil dan menengah.

Sebatas konsep

Saat ini, keterlibatan Kadin Indonesia dalam mendorong sektor UMKM baru sebatas retorika dan konsep. Padahal, pelaku UMKM bergelut dengan kerasnya pasar global setiap jam dan setiap hari berusaha untuk selamat. Karena itu, banyak sisi yang perlu dibenahi dari perekonomian Indonesia. Namun, jika dicari benang merahnya, hanya sedikit sebenarnya yang perlu diprioritaskan untuk mendorong sektor UMKM. Ada lima hal yang perlu dicermati, di antaranya adalah status usaha, kepemilikan lahan, sarana berproduksi, kemampuan manajemen, akses pasar, dan permodalan. Semua ini bisa dipayungi dan didorong oleh Kadin.

Untuk status usaha, pengusaha UMKM perlu kemudahan dan kemurahan. Saal ini syarat pendirian usaha yang paling memberatkan adalah kewajiban setoran modal minimum Rp50 juta. Sementara itu, proses yang paling menyebalkan adalah birokrasi yang panjang, mahal dan tidak pasti hasilnya. Dalam hal ini, aksi Kadin bisa berupa advokasi kebijakan untuk menghapus atau merendahkan kebutuhan modal minimum tersebut sekaligus fasilitator yang memudahkan pendaftaran usaha kepada pemerintah.

Mengenai kepemilikan lahan, sangat menyedihkan bahwa hanya sebagian kecil dari lahan di seluruh nusantara ini yang bersertifikat hak milik dengan keabsahan hukum yang jelas. Padahal, bila reformasi lahan segera diselesaikan setiap jengkal tanah yang bisa disahkan sebagai properti masyarakat akan menjadi aset usaha. Kadin perlu mendorong agar pemerintah mempercepat reformasi lahan dan membantu menyiapkan perencanaan, arahan dan tahapannya sesuai kebutuhan perekonomian bangsa.

Terkait sarana produksi, infrastruktur tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Sedangkan alat produksi bisa disubsidi atau diupayakan secara kolektif atau komunitas. Sayangnya, Kadin tidak banyak berinteraksi, kecuali akhir-akhir ini, dengan sektor koperasi mempunyai misi untuk mengupayakan perekonomian dan kesejahteraan bersama. Sementara itu, untuk kemampuan manajemen, akses pasar dan permodalan seharusnya akan datang dengan sendirinya ketika proses produksi diupayakan secara maksimal untuk menghasilkan produk yang paling berkualitas.

Memang benar bahwa perbankan nasional perlu dibuat turun gunung karena selama ini standar dan regulasi perbankan nasional yang berdasarkan standar dan regulasi perbankan internasional membuat industri perbankan semakin jauh dari kondisi dan kebutuhan pelaku UMKM. Kadin bisa beraksi secara konkret dengan mendorong terobosan-terobosan yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kualitas produksi, selain memaksa penurunan suku bunga.

Singkat kata, Kadin Indonesia perlu berbenah diri dan berganti haluan bila tetap ingin relevan dengan konteks pembangunan ekonomi Indonesia. Pola pikir dan misi setiap anggotanya perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kalau sebelumnya hanya melindungi industri besar yang terwakili dalam keanggotaan saat ini, kini Kadin perlu mengintegrasikan diri di antara 52 juta lebih pengusaha UMKM. Itulah urusan besar pembangunan nasional saat ini. Hanya dengan begitu Kadin kembali berguna.


(Sharif Cicip Soetardjo - Oom Cicip, adalah salah seorang sahabat terdekat kakek saya, Haji Abdul Manaf Bermawie alm. Posting ini sebagai apresiasi atas hubungan baik yang telah lama terjalin dengan keluarga kami, dan pengharapan perbaikan ekonomi nasional di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.