Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

02 Juni 2009

NASKAH WANGSAKERTA SOAL SEJARAH NUSANTARA

Hamdana Batarawangsa

Tidak banyak yang pernah mendengar nama Wangsakerta. Namun bagi peminat studi sejarah, nama Wangsakerta begitu masyhur, heboh, karena kemunculan nama tersebut terkait dengan setumpuk naskah kuno yang hingga kini menjadi polemik, terutama di kalangan intelektual.

Wangsakerta atau Pangeran Wangsakerta, adalah tokoh historis asal Cirebon yang hidup di abad ke-17. Nama Wangsakerta tercatat pada sebuah surat perjanjian dengan Kompeni Belanda (arsip tersimpan di Belanda), dimana beliau mewakili Sultan Sepuh dan Sultan Anom yang saat itu diasingkan pihak penjajah. Namun, nama Wangsakerta yang membikin heboh adalah yang berkaitan dengan naskah kuno yang dikumpulkan pada tahun 1970-an oleh peneliti Atja (alumnus Arkeologi UI dan Kepala Musium Sri Baduga Bandung).

Pada naskah kuno tersebut ditulis bahwa Pangeran Wangsakerta memimpin sebuah proyek besar dan serius berkenaan dengan penulisan (skriptography) sejarah Nusantara. Proyek besar tersebut berlangsung selama 22 tahun dengan dihadiri ahli-ahli sejarah kerajaan dari berbagai daerah di Nusantara (Indonesia).

Proyek besar Wangsakerta itu amat mengagumkan. Beberapa peneliti senior semisal Buchari dan Noorduyn malah menyangsikan kemampuan intelektual pribumi telah semaju itu di abad ke-17.

Heboh Wangsakerta bukan hanya pada sosok individu dan proyek besar yang dilakukan, namun justru yang paling menghebohkan adalah apa yang tertulis pada naskah kuno yang dulu telah berhasil dirampungkan oleh Wangsakerta dan kawan-kawan itu.

Apabila naskah kuno hasil kerja Tim Wangsakerta abad ke-17 menjadi salah satu rujukan sejarah, maka awal tarikh sejarah Indonesia harus mundur beratus-ratus tahun ke belakang. Dewasa ini, dalam buku-buku pelajaran sejarah disepakati bahwa masa sejarah Indonesia dimulai pada abad ke-5 bersamaan dengan kemunculan kerajaan Kutai di Kalimantan dan Tarumanagara di Jawa Barat. Maka kelak harus direvisi menjadi awal abad pertama karena pada masa tersebut telah muncul kerajaan tertua yang cukup beradab, yakni kerajaan Salakanagara di daerah Banten, yang didirikan oleh seorang raja bergelar Dewawarman I. Dewawarman inilah leluhur Purnawarman, raja Tarumanagara, dan Mulawarman, raja Kutai di abad ke-5.

Sangat banyak informasi menarik dalam karya Wangsakerta itu. Informasi itu dapat menambal sulam sobekan-sobekan sejarah nasional kita. Namun, hingga detik ini, karya Wangsakerta tersebut tetap menjadi perdebatan di kalangan intelektual.

Saat ini ada dua macam pendapat ahli (filolog, arkeolog, sejarawan), mengenai naskah karya Wangsakerta itu. Pertama, pendapat yang menganggap karya Wangsakerta itu palsu dan tidak perlu diindahkan. Kedua, pendapat yang mengharuskan mengkaji lebih dalam karya Wangsakerta tersebut karena memvonis palsu adalah sikap yang terlalu tergesa-gesa mengingat penelitian secara filologi pun belum rampung diselesaikan. Jika proses filologi selesai, masih ada tahapan penelitian berikutnya, yakni penelitian secara historis.


3 komentar:

  1. kalaulah Wangsekerta diragukan oleh sejarawan zaman sekarang, bisa-bisa sejarawan sekarang juga diragukan oleh sejarawan masa yg akan datang.

    BalasHapus
  2. Bukankah sudah dilakukan uji kimiawi dan hasilnya memang palsu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hasil uji fisik naskah, naskah memang termasuk tua, namun diduga merupakan salinan naskah sebelumnya (yg asli).

      Ada dua macam pengujian : uji fisik naskah dan uji isi naskah. Isi naskah sangat menarik untuk terus digali keabsahannya.

      Jadi belum bisa dikatakan naskah wangsakerta itu palsu. Biar waktu yg menjawab.

      Hapus

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.