Tepat pada hari ulang tahun Beliau, pada Rabu 6 Januari 2010 sekitar jam 12 siang kami membawa Ibunda ke Rumah Sakit (RS) Ananda, Pondok Ungu, Bekasi.  Kami senang pihak RS segera menangani.  Kesan bahwa RS melulu uang dan uang sama sekali tak nampak.  Banyak pihak yang mengeluhkan tentang penanganan RS, bahwa beberapa RS terlebih dulu meminta pembayaran dimuka (deposit)  sebelum dilakukan tindakan medik.  Di RS Ananda, hal demikian sama sekali tak ada.
Sekitar satu jam Ibunda ditangani di bagian Gawat Darurat.  Diagnosa sementara dokter, Ibunda mengalami stroke, maag kronis, dan sedikit gangguan pada paru-paru dan ginjal. Namun dokter menyatakan bahwa diagnosa tersebut masih menunggu hasil laboratorium.  Wal hasil, hari itu Ibunda diinapkan di salah satu ruangan kelas ekonomi, namun ber AC.  Ruang ekomomi tersebut sangat bersih dan rapi.
Setiap hari kami mengecek rekap biaya sementara yang bisa ditanyakan pada bagian keuangan RS.  Biaya pada hari pertama sejumlah Rp. 2,7 Juta.  Rekap biaya pada hari kedua sejumlah Rp. 4,7 Juta, dst.  Sampai pada hari Sabtu 9 Januari jam 12.00, total biaya sudah sebesar Rp. 7.100.000.-   Dari biaya sebesar itu, kami baru membayar Rp. 1.400.000,- yang kami cicil sebanyak 2 kali.  Terus terang, meski telah menduga-duga, namun bagi kami, biaya parawatan mencapai 1 hingga 2 juta Rupiah per hari terasa sangat berat.  Setiap hari adrenalin kami terpacu setelah mengetahui pertambahan biaya yang terus membumbung, padahal kondisi Ibunda belum lagi mampu duduk, apalagi berdiri.  Pertanyaan besar kami :  sampai kapan Ibunda diinapkan di RS?  Berapa total biaya yang kelak harus kami bayarkan?  
Di tengah kegalauan pikiran atas biaya RS yang terus bertambah, pada Minggu 10 Januari 2010, pihak keuangan RS Ananda mengkonfirmasi bahwa sehubungan besarnya biaya perawatan dan minimnya dana yang kami setorkan, RS Ananda bermaksud menghentikan pemberian obat-obatan yang merupakan variabel biaya yang paling besar.  sebagai gantinya, dokter akan memberikan resep obat yang harus kami beli sendiri.  Namun perawatan lainnya tetap seperti biasa.
Kami mengerti akan sikap manajemen RS Ananda.  Bagi kami, sikap tersebut merupakan solusi yang paling bijaksana.  Pihak RS mampu menekan resiko kerugian, sedangkan di pihak kami, kami mampu mengontrol pengeluaran karena memungkinkan membeli obat berdasarkan prioritas.
Mahalkah biaya perawatan - pengobatan di RS?  Dalam hati kecil, saya pribadi berucap, bukan biayanya yang mahal, tapi sebagai warga negara, kamilah yang terlalu miskin sehingga untuk melindungi kebutuhan kesehatan saja kami tidak sanggup.  Padahal hidup sehat adalah kebutuhan pokok, sama pokoknya dengan sandang, pangan, dan pakaian.  Hak sehat lebih fundamental daripada hak memperoleh pendidikan yang layak dan hak-hak dasar lainnya.
(Hingga tulisan ini dibuat, ibunda Nining Mayaningsih masih dirawat di Ruang Cemara 14 RS Ananda, Pondok Ungu, Bekasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.