Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

22 Januari 2010

RADEN WIJAYA CUCU RAJA SUNDA



(Kutipan Buku Sundakala karangan Prof. Ayatrohaedi)
Penulis : Hamdan Arfani


Salah satu ciri bangsa yang kuat adalah penghayatannya kepada sejarah, karena penghayatan kepada sejarah bangsa akan memperkuat jatidiri bangsa yang bersangkutan. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa pada abad ke-12 di Nusantara pernah berdiri Negara Majapahit yang wilayahnya melampaui luas NKRI saat ini. Negara Majapahit itu didirikan oleh Raden Wijaya atau Sanggrama Wijaya. Kisah menarik Majapahit bukan saja tentang luasnya kekuasaan dan tingginya peradaban yang telah dicapai, namun ada juga sepenggal cerita tragis yang disebut-sebut sebagai ‘aib sejarah’ sehingga sejarawan yang hidup kala itu, Mpu Prapanca, tidak sudi menuliskannya dalam buku karangannya yang tersohor, Nagara Kertagama.

Kisah tragis itu dikenal sebagai ‘Palagan Bubat’ atau ‘Perang Bubat’ yang terjadi tahun 1357 menurut naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara sarga ke-3 halaman 119--127. Bubat adalah nama sebuah lapangan di wilayah Majapahit. Konon sepuluh abad yang lalu di Bubat, pernah terjadi perang antara tentara Majapahit dan Galuh (Galuh adalah kerajaan di wilayah Jawa Barat bagian Timur, sedangkan Sunda adalah kerajaan di wilayah Jawa Barat bagian Barat. Raja Sunda kala itu membagi kembali kerajaan Sunda menjadi Sunda dan Galuh).

Kisah Palagan Bubat dimulai dari keberangkatan rombongan mempelai wanita, yang terdiri dari Raja Galuh, sang mempelai, beberapa petinggi kerajaan, dan sepasukan tentara pengawal dari Galuh ke Majapahit. Kala itu, sudah merupakan tradisi perkawinan apabila mempelai wanita diboyong ke pihak mempelai pria yang bertahta sebagai raja. Bagi pihak Galuh, kedatangan ke Majapahit bukan saja sebagai ‘nganten’, namun lebih dari itu, yakni silaturrahmi kepada keluarga sendiri.

Klimaks kisah Palagan Bubat dimulai ketika rombongan Galuh beristirahat di wilayah Bubat untuk persiapan upacara penyambutan esok harinya. Tiba-tiba atas perintah Maha Patih Majapahit yang bernama Gajah Mada, rombongan Galuh diultimatum untuk menanggalkan segala senjata dan masuk ke Kotaraja sebagai taklukan (Sunda-Galuh bagi Gajah Mada adalah satu-satunya kerajaan Nusantara yang belum ditaklukkan). Ultimatum Gajah Mada ditolak. Rombongan Galuh yang jumlahnya tak seberapa itu memilih perang hingga mati daripada terhina. Maka pecahlah Palagan Bubat, darah tertumpah di Bubat. Dari pihak Galuh tak ada satupun yang hidup. Semua tentara, semua pejabat, bahkan Raja dan sang calon mempelai wanita pun ikut tewas.

Kisah Palagan Bubat sedemikian jauh amat melukai perasaan keluarga raja di Galuh dan Sunda. Bahkan menurut beberapa sumber, konon keluarga raja Majapahit, termasuk Sang Prabu Hayam Wuruk, pun menyesalkan peristiwa Palagan Bubat tersebut. Lalu bagaimanakah kisah Gajah Mada selanjutnya? Riwayat Gajah Mada pasca peristiwa berdarah itu tidak jelas ditulis oleh para sejarawan. Di Pihak Galuh dan Sunda, diantara sisa-sisa luka lama itu masih dapat dijumpai, yakni hingga detik ini tidak dijumpai nama jalan Majapahit, Hayam Wuruk, apalagi Gajah Mada di pelosok wilayah propinsi Jawa Barat !

Perang Bubat tak lain adalah perang saudara. Hubungan darah antara raja Sunda, Galuh, dan Majapahit rupanya tak diketahui oleh Gajah Mada. Ketidaktahuan ini merupakan salah satu petunjuk bahwasanya Gajah Mada bukanlah berasal dari kalangan kerabat istana, beliau benar-benar seorang prajurit yang merintis karier dari derajat yang paling bawah.

Hubungan darah antara Sunda, Galuh, dan Majapahit kami jelaskan sebagai berikut :

Raja Singhasari yang berkuasa pada waktu itu, Prabu Wisnuwardhana, mengawinkan Jayadharma dengan salah seorang kemenakannya yang bernama Dewi Singhamurti atau Dyah Lembu Tal, anak Mahisa Campaka. Dari perkawinan itu lahirlah Sang Nararya Sanggramawijaya atau Raden Wijaya yang kelak mendirikan kerajaan Majapahit.

Jayadharma, ayah Raden Wijaya, adalah kakak kandung Prabu Ragasuci, keduanya adalah putra Prabu Guru Dharmasiksa atau Sanghyang Wisnu yang bergelar Sang Paramartha Mahapurusa (memerintah kerajaan Sunda selama 122 tahun antara 1175—1297 masehi). Jayadharma adalah putra mahkota, namun wafat sebelum menjadi raja. Maka seandainya Jayadharma tidak mati muda, kemungkinan besar yang menjadi raja Sunda selanjutnya adalah Raden Wijaya. Sepeninggal Jayadharma, Raden Wijaya bersama ibundanya, Dyah Lembu Tal, diboyong kembali ke Singhasari.

Hubungan perkerabatan Sunda – Singhasari diperkuat lagi dengan pernikahan Dara Kencana anak Prabu Ragasuci (yang berarti adalah sepupu Raden Wijaya dari pihak ayah) dengan raja Singhasari berikutnya, yakni Kertanegara (yang adalah paman Raden Wijaya dari pihak ibu).

Ketika Wijaya menjadi raja Majapahit yang pertama, kakeknya, Sang Prabu Guru Dharmasiksa, sempat memberinya seberkas nasehat, yakni agar jangan sampai mempunyai niat untuk menyerang, apalagi menaklukkan kerajaan Sunda karena dua kerajaan itu sungguh-sungguh adalah bersaudara, dan bahwasanya Majapahit dan Sunda hendaklah saling bahu membahu, tolong-menolong, serta mempererat silaturrahmi.



Demikianlah, beberapa puluh tahun setelah peristiwa Bubat, Majapahit mengalami kemunduran. Negara Adikuasa itu semakin tak bertaring. Pada saat Nusantara lemah dan mulai terpecah, datanglah kekuatan baru dari Eropa yang perlahan namun pasti merontokkan segala kemegahan yang pernah ada, dan selanjutnya menjajah Nusantara selama berabad-abad.

21 komentar:

  1. Peristiwa yg sudah terjadi...

    1. benar tidaknya masih kontroversial
    2. Kalau pun benar apakah peristiwanya demikian?
    3. penyikapan kita yg hidup dimasa kini..

    BalasHapus
  2. Berbagai Versi Perang Bubat

    1. tidak pernah ada tp ceritanya diciptakan oleh pihak Bali pd abad 17 utk membuat kerajaan Mataram di Yogya sibuk oleh penentangan Sunda sehingga pd waktu itu terjadi perang Mataram-Bali agar pihak Bali bisa menang.
    2. tidak pernah ada tp ceritanya diciptakan oleh Belanda pd abad 17 utk membuat kerajaan Mataram di Yogya sibuk oleh penentangan Sunda atau mencegah bersatunya kekuatan besar Sunda dan Jawa dlm menentang Belanda.
    3. Pernah ada dengan versi yg memposisikan Sunda sebagai korban dan Majapahit sebagai ‘Penjahat’.
    4. Pernah ada dengan versi yg memposisikan Majapahit sebagai korban dan pihak Sunda sebagai ‘Penjahat’.
    5. pernah ada atau terjadi. Masing2 pihak memiliki salah. Perang terjadi secara fair/jujur dan adil. Ada pihak yg kalah dan ada yg menang.

    Pembahasan Berbagai Versi tersebut:
    http://serbasejarah.wordpress.com/2010/03/30/melanjutkan-perspektif-tragedi-bubat/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ane Setuju sama yang ini...........

      Hapus
  3. Peristiwa Bubat bukan perang tapi tragedi...
    Karena orang-orang sunda datang ke majapahi bukan dengan niat perang dan juga membawa senjata perang...
    Kasihan Gajah Mada... terjebak oleh sumpahnya sendiri...

    BalasHapus
  4. demi menyempurnakan sumpahnya, gajahmada bertindak sendiri, shingga tjadi tragedi bubat, yg akhirnya melemahkan majapahit.

    BalasHapus
  5. Menyangka Lembu Tal itu adalah perempuan karena nama ‘Lembu’ dimuka namanya adalah sangat keliru karena di naskah-naskah kuno banyak tokoh-tokoh Majapahit bernama awal ‘Lembu’ ternyata laki-laki contoh Lembu Sora, Lembu Peteng, Lembu Amiluhur dan seterusnya.

    Raden Wijaya nerupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang Pararaton juga menulisnya secara lengkap, yaitu Raden Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.

    Nagarakretagama yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama Dyah Wijaya. Gelar dyah merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar Raden. Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan. Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah Nararya Sanggramawijaya, karena nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun 1294. Gelar Nararya juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar Dyah lebih sering digunakan.

    Menurut Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka, seorang pangeran dari Kerajaan Singhasari.

    Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari. Setelah Rakeyan Jayadarma tewas diracun musuhnya, Lembu Tal pulang ke Singhasari membawa serta Wijaya. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan perpaduan darah Sunda dan Jawa.

    Kisah di atas mirip dengan Babad Tanah Jawi yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama Jaka Sesuruh putra Prabu Sri Pamekas raja Kerajaan Pajajaran, yang juga terletak di kawasan Sunda. Jaka Sesuruh melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama Siyung Wanara. Ia kemudian membangun Kerajaan Majapahit dan berbalik menumpas Siyung Wanara.

    Berita di atas berlawanan dengan Nagarakretagama yang menyebut Dyah Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra Narasinghamurti. Naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Dyah Wijaya. Di antara berita-berita di atas, yang paling dapat dipercaya adalah Nagarakretagama karena naskah ini selesai ditulis pada tahun 1365. Jadi, hanya selisih 56 tahun sejak kematian Raden Wijaya.

    Raden Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Menurut Pararaton, Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri Wangsa Rajasa.

    Babad Tanah Jawi dan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara yang menyebut asal-usul R Wijaya dari Sunda ditulis ratusan tahun setelah runtuhnya Majapahit.

    Berbeda dengan Negarakertagama dan Prasasti Balawi yg ditulis beberapa tahun setelah wafatnya Dyah Wijaya yg menyebut memang Wijaya pribumi Jawa Timur. (gelar raden pas tahun itu belum ada/belum menjadi sebutan)

    Kalau Sanjaya dan Wijaya itu orang Sunda kenapa tdk dicandikan di daerah Sunda tetapi justru di Jawa Tengah dan Jawa Timur?

    Ada dua kemungkinan besar:
    1. Iya keduanya ada darah Sunda tetapi tidak mau dicandikan di Jabar yg tidak menghormati mereka bahkan memusuhi. Bukti, ayah Raden Wijaya diracun justru oleh keluarga yg ingin tahtanya. Begitu pula permusuhan thd Sanjaya dlm cerita2 Parahiyangan.
    2. Memang mereka tidak berdarah Sunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimaksih Pak. Tulisan Bapak mejadi referensi penting bagi Pembaca.

      Hapus
  6. 1. Kalau bukan keturunan Sunda, mengapa namanya Wijaya bukan Wijoyo.

    2. Tidak dibuat candi atas nama Raden Wijaya di Jawa Barat, ya jelas lah, wong dia jadi rajanya di Jawa Timur. Di Jawa Barat kan ada kerajaan Pajajaran.

    BalasHapus
  7. sebuah tulisan yang baik! semoga debat saudara2 menghasilkan hasil yang baik. amin. salam!

    BalasHapus
  8. @Dildaar;
    Negarakertagama itu semacam media propaganda pemerintah Majapahit yang menuliskan berita2 seremoni (ngangkat yg bagus2 pemerintahan) dalam upaya pengakuan besar dimata nusantara, makanya NegaraKertagama tidak menuliskan peristiwa Ken Arok (salah satu leluhur Majapahit) yang berasal dari kaum sudra, seorang perampok, begal, dan pembunuh. Kenapa Negarakertagama tidak menceritakan tentang kisah kelam Ken Arok (leluhur Majapahit)? Kenapa tidak diceritakan juga tentang perebutan kekuasaan secara turun temurun dari pihak keluarga keturunan Ken Arok? Sebab hal tersebut dianggap TABU dan sangat memalukan bagi pihak keluarga Majapahit yang ingin menyatakan kebesaran bangsanya yang berwibawa dimata nusantara.

    Begitu pula pada bagian awal NegaraKertagama yang mengisahkan Sang Rama Wijaya, Mpu Prapanca mengubah alur cerita, karena perselisihan keluarga ayahnya di negeri Pakuan, telah berebut kekuasaan dengan keluarganya sendiri hingga Rakeyan Jayadharma, ayah Wijaya terbunuh dalam kasus tsb. Dan ibunda Wijaya, Dyah Singamurti yang merasa tidak nyaman dengan tragedi kematian suaminya lebih memilih meninggalkan Pajajaran, kesannya seperti terusir dari negeri tersebut. Kisah ini dianggap sangat memalukan.

    Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara tertulis dalam lontar, maka Negarakertagama tidak punya kekuatan apapun menolak Wijaya yang memiliki hubungan dengan Sunda Galuh.

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Balasan
    1. Mana yang benar? Itulah yang sama-sama kita cari. Semoga semua komentar menambah wawasan kita, terutama bahwa sejarah negeri kita msh perlu diperjelas benang merahnya. Terima kasih untuk semua yang telah memberikan komentar.

      Hapus
  12. sebaiknya anda jangan merasa yakin dulu kalau raden wijaya keturunan sunda karena hal itu masih belum jelas. yang menjadi rujukan anda kan cerita-cerita dari sunda, sementara kitab-kitab klasik karya orang jawa seperti negarakretagama dan pararaton jelas2 menyebutkan tak ada hubungan antara R. wijaya dan sudah. cerita R wijaya orang sunda hanya imajinasi orang sunda saja.itu bulshit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Raden Wijaya cucu Raja Sunda berdasar pada naskah kuno Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara yang ada di Museum Sribaduga Bandung.

      Hapus
  13. kebangkitan majapahit adalah perpaduan jawa sunda.

    BalasHapus
  14. karunya urang sunda, leungit raja, leungit ulama, ...., karunya urang sunda leungit wibawa, tungkul cirambayan, ...., keueung tiis, dina goa dibaturan ku obor, ...., tapi di tungtung goa, pasti caang, tong hariwang, ....,
    saya ingatkan, terlepas banyak versi tentang perang bubat, tidak satupun sikap dari pihak sunda dan majapahit, yg TEPAT, baik sebelum maupun sesudah kejadian, bangsa dan negara tidak akan maju jika tidak jujur dan mengambil pelajaran dari ini semua,....,
    salam salim

    BalasHapus
  15. ampun dah kecit amat tulisannya

    BalasHapus

Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.