Penulis : HamdanA Batarawangsa
![]()  | 
| Foto : Ayahanda Chalid Bermawie,  Wasillah Ta'lim Muthatohirrin (1946-2012)  | 
Beberapa sumber menyebutkan bahwa ajaran tarekat baru muncul pada abad ke-11, yakni sejak Abdul Qadir Jilani memperkenalkan Tarekat Qadiriyah di Baghdad. Namun praktik kesufian atau tasawuf diduga sudah ada sejak awal agama Islam muncul. Sri Mulyati dkk dalam buku berjudul Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia menyebutkan bahwa praktek tasawuf muncul setidaknya sejak abad ke-2 hijriyah, atau sekitar abad ke-10 masehi.
Sejak wafatnya Rasulullah Saw aspek politik lebih kentara dalam masyarakat muslim, terutama sejak era Khalifah terakhir Ali bin Abi Thalib. Para pengikut Ali (Syiatu Ali) diadu domba dengan pengikut Aisyah Ra (Syiatu Aisyah), pembunuhan Ali dan putranya Hasan al Syarif dan Hussein al Sayid di Karbala, dan seterusnya. Konflik politik yang mengabaikan moral menyebabkan sebagian orang-orang 'alim  menarik diri kemudian berfokus pada dunia ilmu dan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan laku-laku dan  tokoh-tokoh tarekat dengan semangat mempraktikkan dan menegakkan kembali akhlak-adab sesuai teladan Rasulullah Saw.
Pembahasan tentang tarekat kadang dibingungkan dengan istilah ‘tasawuf’ dan ‘sufi’. Dalam tradisi pesantren Jawa, istilah tasawuf dipakai semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari suatu tarekat. Sedangkan tarekat itu sendiri lebih mengarah pada pengertian yang bersifat etis dan praktis. Sedangkan sufi, biasanya dialamatkan kepada orang yang menjalani kegiatan tarekat tersebut.
APA DAN MENGAPA TAREKAT
Bagi kaum muslimin, syariah Islam diyakini mampu membantu setiap manusia dalam upayanya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan memperoleh kebahagiaan sejati di dunia dan akherat. Bahkan hanya dengan melaksanakan saja mengikuti bimbingan ulama, tanpa pemahaman pun, banyak manfaat yang akan diperoleh. Namun demikian, syariah sebagai cara Allah mengedukasi manusia, nyatanya mengandung banyak makna/ pelajaran.
Pembahasan tentang tarekat kadang dibingungkan dengan istilah ‘tasawuf’ dan ‘sufi’. Dalam tradisi pesantren Jawa, istilah tasawuf dipakai semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari suatu tarekat. Sedangkan tarekat itu sendiri lebih mengarah pada pengertian yang bersifat etis dan praktis. Sedangkan sufi, biasanya dialamatkan kepada orang yang menjalani kegiatan tarekat tersebut.
APA DAN MENGAPA TAREKAT
Bagi kaum muslimin, syariah Islam diyakini mampu membantu setiap manusia dalam upayanya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan memperoleh kebahagiaan sejati di dunia dan akherat. Bahkan hanya dengan melaksanakan saja mengikuti bimbingan ulama, tanpa pemahaman pun, banyak manfaat yang akan diperoleh. Namun demikian, syariah sebagai cara Allah mengedukasi manusia, nyatanya mengandung banyak makna/ pelajaran.
Dari syariah Islam yang kaya ‘makna’ itulah kemudian lahir terobosan-terobosan spiritual baik berupa pemahaman yang lebih mendalam maupun metodelogi /lelakon seperti dzikir, tafakur,  dll, yang mendukung syariah dalam membantu mencapai tujuan spirituil  manusia secara lebih efektif dan efisien. 
Jika tujuan syariat adalah mengabdi-menyembah-beribadah kepada Allah, maka tarekat menguak dan ingin lebih jauh daripada itu dengan tuntutan aspek akhlak dan adab yang lebih ketat. Tanpa disertai akhlak-adab, laku tarekat tidak mungkin berhasil.
Maka dengan tarekat, setiap kaum Muslimin dapat menghayati syariah Islam yang dijalaninya  secara lebih bermakna. Tarekat dengan demikian adalah ikhtiar mengenal, memahami, dan memaknai syariat Islam. 
TOKOH-TOKOH PERINTIS TAREKAT DI INDONESIA
Beberapa tokoh yang dianggap sebagai perintis ajaran tarekat di Indonesia diantaranya : Hamzah Fansuri (w.1590), Syamsuddin al Sumatrani (w.1630), Nuruddin al Raniri (1637-1644), Syekh Yusuf al Makasari (1626-1699), Abdul Basir al Dharir al Khalwati alias Tuang Rappang I Wodi, Abdul Shamad al Palimbani, Nafis al Banjari, Syekh Ahmad Khatib Sambas (w.1873), Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah dari Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah dari Madura.
Tiga nama terakhir, yakni Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah, dan Kyai Ahmad Hasbullah adalah murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, ketiganya bertemu dan belajar dari Khatib Sambas di Makkah. Syekh Abdul Karim al Bantani beberapa tahun pulang ke Banten kemudian kembali lagi ke Makkah menjadi Syaikh menggantikan Khatib Sambas. Kyai Thalhah mengajarkan tarekat di Cirebon, dari garis beliau lahir beberapa tokoh tarekat diantaranya Syekh Abdul Mu’in yang mendirikan pesantren di Ciasem-Subang, Pangeran Sulendraningrat di Cirebon, dan Abah Sepuh pendiri pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. Sedangkan dari garis Kyai Ahmad Hasbullah, muncul banyak nama dari klan Hasyim As’ari pendiri pesantren Tebu Ireng-Jombang.
MACAM-MACAM TAREKAT DI INDONESIA
Banyak macam tarekat yang tumbuh subur di Indonesia, beberapa diantaranya : Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, dan Tarekat Tijaniyah. Beberapa tarekat lain yang pengikutnya agak sedikit di Indonesia adalah Tarekat Chisytiyah, Tarekat Mawlayiyah, Tarekat Ni’matullah, dan Tarekat Sanusiyah.
TOKOH-TOKOH PERINTIS TAREKAT DI INDONESIA
Beberapa tokoh yang dianggap sebagai perintis ajaran tarekat di Indonesia diantaranya : Hamzah Fansuri (w.1590), Syamsuddin al Sumatrani (w.1630), Nuruddin al Raniri (1637-1644), Syekh Yusuf al Makasari (1626-1699), Abdul Basir al Dharir al Khalwati alias Tuang Rappang I Wodi, Abdul Shamad al Palimbani, Nafis al Banjari, Syekh Ahmad Khatib Sambas (w.1873), Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah dari Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah dari Madura.
Tiga nama terakhir, yakni Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah, dan Kyai Ahmad Hasbullah adalah murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, ketiganya bertemu dan belajar dari Khatib Sambas di Makkah. Syekh Abdul Karim al Bantani beberapa tahun pulang ke Banten kemudian kembali lagi ke Makkah menjadi Syaikh menggantikan Khatib Sambas. Kyai Thalhah mengajarkan tarekat di Cirebon, dari garis beliau lahir beberapa tokoh tarekat diantaranya Syekh Abdul Mu’in yang mendirikan pesantren di Ciasem-Subang, Pangeran Sulendraningrat di Cirebon, dan Abah Sepuh pendiri pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. Sedangkan dari garis Kyai Ahmad Hasbullah, muncul banyak nama dari klan Hasyim As’ari pendiri pesantren Tebu Ireng-Jombang.
MACAM-MACAM TAREKAT DI INDONESIA
Banyak macam tarekat yang tumbuh subur di Indonesia, beberapa diantaranya : Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, dan Tarekat Tijaniyah. Beberapa tarekat lain yang pengikutnya agak sedikit di Indonesia adalah Tarekat Chisytiyah, Tarekat Mawlayiyah, Tarekat Ni’matullah, dan Tarekat Sanusiyah.


