Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

17 Desember 2009

WUJUDKAN MASYARAKAT KOTA


(Memperingati Tahun Baru Islam)

Mewujudkan “Masyarakat Kota” adalah maksud paling penting dari peringatan tahun baru Islam setiap tanggal 1 Muharram. Sebagaimana fakta sejarah, lebih dari seribu empatratus tahun yang lalu Rasulullah Muhammad Saw. hijrah dari Mekkah ke Yatsrib. Kota Yatsrib kemudian berubah nama menjadi Madinah al Munawwarah (artinya : Kota yang terang benderang). 

Peristiwa hijrah dan perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah—atas prakarsa Umar Ibn Khattab—dijadikan tongkak awal perhitungan sistem penanggalan komariyah atau hijriyah. Sekaligus pula dijadikan tonggak awal dimulainya ‘kehidupan baru’ yang menjadi spirit pembangunan peradaban Islam.

“Hijrah” sebagai tema ‘hidup baru’ sudah sangat sering dibahas. Namun “Hijrah” sehubungan dengan perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah (Kota) agak jarang dibicarakan.

Apa maksud Rasulullah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Kota)? Apa pula makna yang terkandung dalam kata Madinah (Kota) ? 

Rasulullah rupanya menafsirkan ‘kota’ bukan sebagai produk peradaban yang bersifat fisik, melainkan spirituil. ‘Kota’ menurut Rasulullah bermakna keunggulan baik etika, logika (kecerdasan), maupun estetika. Maka Masyarakat Kota (sering disebut juga Madani) adalah suatu masyarakat yang tinggi derajat spirituilnya  (etik, logik, estetik). 

Makna 'kota' ala Rasulullah Saw. benar-benar bersifat imateri. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif normatif manusia jaman ini yang memandang kota sebagai wujud kemegahan materi, gedung yang tinggi menjulang, pesawat-pesawat otomatis,dll yang semuanya mengarah pada gaya hidup hedonis.

Sejauh ini kota telah terkonsep secara keliru, maka tak heran kemajuan kota saat ini justru makin menistakan penduduknya. Semakin 'ngota' semakin longgar sopan santun penduduknya. Semakin menjadi kota semakin rendah derajat etis masyarakatnya !

Konsep 'kota' Rasulullah memprioritaskan pembangunan Sumber Daya Manusia, membangun jiwa kemudian badan, membangun mental kemudian peradabannya. 

Revolusi mental kota (etik-logik-estetik)  yang dimulai pada abad ke-7 melahirkan  orang-orang bijaksana, akademisi, dan universitas-universitas kelas dunia di Asia, Afrika, dan Eropa hanya dalam tempo beberapa ratus tahun saja. Universitas tertua Eropa seperti Chambridge, Sorbonne, Bologna, Oxford, dll yang menjadi cikal Eropa modern adalah buah revolusi "kota" abad ke-7 itu yg dibangun pada era kekhalifahan Islam terkemudian. 

Semangat baru membangun SDM modern yang arif bijaksana secara individu mapun sosial (sesuai ajaran Rasulullah) adalah  konsep "Masyarakat Kota" yang menjadi spirit tahun baru Hijriyah yang sebenarnya. 

________



Penulis 
Hamdan A Batarawangsa 






10 Desember 2009

HUKUMAN BAGI ANAK

Oleh :
HamdanA Batarawangsa


Salahsatu kesepakatan diskusi antara guru dan orang tua murid di sekolah kami adalah larangan menggunakan handphone bagi anak, kecuali untuk tugas sekolah yang sudah dikomunikasikan kepada orang tua. Diskusi tentang handphone ini berawal dari berbagai keluh-kesah orang tua tentang anaknya yang sudah keranjingan handphone hingga lupa waktu, dan pengamatan guru pada anak yang kurang semangat dan sulit berkonsentrasi belajar saat di sekolah yang setelah dikonfirmasi disebabkan kurang tidur karena intensitas menggunakan handphone yang dinilai sangat tinggi.

Berdasar penelitian saya pada 250 responden siswa SMA di Kota Depok (tesis penelitian Prodi Magister di STKIP Arrahmaniyah Depok), disimpulkan bahwa penggunaan handphone untuk belajar berpengaruh sangat nyata meningkatkan hasil belajar.  Namun diluar tujuan belajar, saya tidak merekomendasikan bahkan melarang penggunaan handphone pada anak. Pelarangan ini disepakati secara aklamasi oleh orang tua di sekolah kami. 

Pada pekan pertama pelarangan, orang tua masih mampu konsisten untuk tidak memberi anak handphone, tapi memasuki minggu kedua dan seterusnya sebagian orang tua mulai tidak mampu lagi mengendalikan penggunaan handphone oleh anak-anaknya. Anak sudah diberi hukuman, tapi hukuman tidak bisa menghentikan anak melanggar aturan. Saya tidak bertanya secara langsung jenis hukuman apa yang orang tua berikan, namun dari kebiasaan yang sudah-sudah, biasanya ekspresi menghukum orang tua berupa sikap marah yang disertai omelan panjang lebar.

Saya mengutip survei Profesor Ellisa Newport dari University of Rochester New York : 

“..Bahwa 95% orang tua melakukan hukuman kepada anak agar berdisiplin. Hukuman yang dilakukan para orang tua itu berupa pukulan fisik (70%), teriakan (20%), mengumpat (9%), dan cara-cara lain 1%). Sehubungan dengan cara menghukum tersebut, sebanyak 90% dari orang tua mengaku bahwa mereka meniru dari orang tuanya dahulu, dan 9% mengaku berdasar pemikiran sendiri. Hanya 1% yang menghukum dengan proses pembelajaran …”


Saya sepakat dengan pendapat Munif Chatib (konsultan pendidikan, penulis buku Sekolahnya Manusia) bahwa kata ‘hukuman’ berkonotasi negatif dalam dunia pendidikan anak. Hukuman identik dengan tindakan kasar, tak logis, kejam, dan menyakitkan, meski sebetulnya tidaklah selalu demikian. Namun tanpa hukuman, bagaimana dapat mendidik anak? Bukankah hukuman merupakan bagian dari pendidikan?

Memang, hukuman adalah bagian dari pendidikan, sebagaimana adanya penghargaan bagi yang berprestasi, maka hukuman layak diberlakukan bagi yang melenceng. Namun perlu diperhatikan hal-hal yang terlarang dalam menghukum anak, misalnya : memukul, menampar, dan menyakiti baik secara fisik maupun mental, meneriaki, mengejek, dsb.

Bagaimana menghukum anak yang aman?
Pertama-tama janganlah menggunakan istilah ‘hukuman’ melainkan ‘konsekuensi’. Konsekuensi mengandung makna bahwa anak mengetahui akibat dari setiap pelanggaran yang akan dilakukannya. Pastikan dahulu bahwa anak mengetahui akibat dari pelanggaran yang akan dilakukannya.

Konsekuensi dalam pendidikan ada 2 macam, yakni Konsekuensi Positif (memberikan hal yang menyenangkan atau membiarkan anak tetap dalam kesenangannya) dan Konsekuensi Negatif (memberikan hal yang tak menyenangkan atau mengambil hal yang menjadi kesenangan anak). Konsekuensi Positif diberikan apabila anak bersikap baik, dan Konsekuensi Negatif diberikan jika anak melakukan hal tidak baik.

Hal-hal apa sajakah yang dapat dijadikan alat konsekuensi untuk diberikan atau tidak diberikan? Setidaknya ada 5 alat, yakni Makanan jajanan, barang, kegiatan, teman, dan perhatian.

Hal-hal Yang Harus Dihindari

1). Mengancam namun tidak ditepati, oleh karena itu hindari mengancam; 2). Menyogok (memberikan hadiah padahal anak melakukan pelanggaran; hadiah seharusnya hanya diberikan jika anak menorah prestasi); 3). Menunda-nunda memberikan konsekuensi; 4). Berteriak;  5). Mengomel terlalu lama, anak lebih butuh nasehat daripada omelan.

Sebagai penutup saya mengutip tulisan Abdul Qadir al Jawi :
"Anak yang tidak pernah dimintai pertanggungjawaban akan mengabaikan segala aturan, dan merasa boleh melakukan kejahatan  apapun."


Penulis pernah menjadi pengajar di tingkat SD, SMP, SMA, dan PT 

08 Desember 2009

Wanted Koruptor, Musuh Reformasi No.1



Tanggal 9 Desember 2009 seluruh umat manusia memperingati Hari Anti Korupsi. Bagi Indonesia, memperingati hari itu menjadi sangat istimewa karena langsung menohok inti permasalahan negara yang sekaligus menjadi tema reformasi sejak 1998 lalu.

Gerakan reformasi yang diusung sejak 12 tahun lalu itu memiliki misi memerangi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Namun hingga detik ini KKN (terutama korupsi) nyata jauh lebih kuat dari perkiraan semula, bahkan jauh melebihi kekuatan Presiden terguling, Pak Harto. Kekuatan jajaran Koruptor diperkuat oleh kenyataan bahwa para pejabat kita ternyata lupa dengan misi reformasi tersebut. Agar tidak lupa, mungkin perlu dibuat spanduk di setiap kantor bertuliskan : WANTED KORUPTOR, MUSUH REFORMASI NO.1

Peringatan Hari Anti Korupsi tanggal 9 Desemeber 2009 semakin istimewa sehubungan pada waktu yang bersamaan, Indonesia sedang dalam polemik besar dugaan korupsi maha besar ‘Century-gate’ yang melibatkan beberapa petinggi negeri ini. Maka di mata banyak Cendekiawan, peringatan Hari Anti Korupsi tahun 2009 dinilai cocok dijadikan momentum untuk mendorong lebih cepat laju reformasi Indonesia. Memontum itu mahal. Tanpa momentum, setiap gerakan perjuangan reformasi selalu kandas di tengah jalan.

Satu-satunya yang risau dengan Gerakan Anti Korupsi hanya koruptor. Koruptor memiliki kepentingan untuk mempertahankan ketidakteraturan negeri ini. Semakin kacau negeri ini semakin damai perasaannya. Maka adalah logis jika dengan uang haramnya yang berlimpah, koruptor memanfaatkan setiap kesempatan membuat huru-hara, termasuk menyusupkan provokator ke tengah masa yang memperingati Hari Anti korupsi itu. Beruntung Badan Intelijen kita mampu mengendus rencana busuk Sang koruptor, dan disampaikan secara terbuka oleh Presiden (meskipun sebetulnya tanpa diumumkanpun rakyat tahu bahwa kaki tangan koruptor pasti akan disusupi ke tengah kumpulan massa). Setiap orang yang sadar bahwa koruptor adalah ‘bahaya laten No.1 Negara’ tentunya peringatan Hari Anti Korupsi dengan menggalang ribuan-jutaan massa dipandang sebagai hal yang wajar bahkan perlu. Memang aneh, setelah amuk massa besar tahun 1998—1999, masih banyak juga petinggi kita yang tidak tahu atau tisdak merasa kalau korupsi adalah bahaya laten No.1 negara. Kemungkinan besar para petinggi yang tak peka itu termasuk orang-orang yang perutnya kenyang di era ‘krismon’ tahun 1998. Berbeda dengan mereka, tahun 1998 saya termasuk salah satu orang rakyat Indonesia yang merasakan lapar berkepanjangan karena krisis ekonomi yang didalangi oleh koruptor (namun ada beberapa rekan aktivis yang di tahun 1998, dalam waktu singkat berubah jadi perlente, dan sekarang menjadi lebih glamour lagi, menjadi orang terdekat elite negeri ini).

Sangat tidak etis jika di alam demokrasi yang telah susah payah diraih ini pemerintah melarang massa berkumpul. Justru rakyat ingin bebas berekspresi dengan aman dalam perlindungan Polisi. Tidak mampukah Polisi (baca: Pemerintah) menjamin keamanan tanggal 9 Desember 2009? Kami sangat yakin dan percaya bahwa Pemerintah bisa. Sekali lagi, Pemerintah bisa!

Tapi…
Tapi sudah menjadi rahasia umum jika koruptor ada di mana-mana, teristimewa di jajaran Pemerintah sendiri… !

(Sumber foto: vivanews.com)