Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

30 Juli 2025

MALAS MEMBACA, JADI BULAN-BULANAN BERITA

Mungkin karena tuntutan ekonomi, banyak media, khususnya media online, menuliskan judul-judul provokatif yang belum tentu sama dengan isinya dengan tujuan menarik perhatian pembaca. Celakanya, tidak sedikit orang yang hanya membaca judul tapi malas membaca isinya. Orang yang malas membaca tertipu, tapi media bisa berkilah. Mereka yang malas membaca namun percaya saja pada judul bacaan, akan menjadi bulan-bulanan berita.

Intensitas yang tinggi (durasi dan frekuensi) membaca judul-judul menyesatkan berbahaya bagi kesehatan bernalar. Menalar harus berangkat dari fakta-fakta dan informasi terpercaya karena berhubungan dengan kerja logika. Premis-premis yang salah mustahil menghasilkan kesimpulan  yang benar. Orang yang pikirannya dipenuhi informasi yang salah akan terasing dari kehidupan yang wajar, ia akan menghadapi kenyataan yang serba tidak sesuai dengan pikirannya yang menyebabkan kebingungan dan kekecewaan pada banyak hal. Jika akhirnya melibatkan emosi, kelanjutannya akan jauh lebih parah, ia akan menutup pikirannya (cover, kafr) dari kebenaran. Pada ujungnya, mereka akan menjadi target dari hoax dan video-video propaganda.


Saat ini, di media sosial,  kita sering menyaksikan orang-orang yang berkomentar 'bodoh' karena ketidakmampuannya memahami hal yang dikomentarinya. Mereka 'tidak tahu' tapi tidak tahu jika mereka 'tidak tahu'. Sudah banyak yang memberikan konfirmasi atas kesalahpahamannya, sedikit yang tercerahkan,  sebagian besar tidak.


Saya baru menyadari hikmah dari kata "iqra" (bacalah !) yang merupakan kata pertama dari firman Tuhan yang pertama diterima Nabi Muhammad Saw dan korelasinya dengan keadaan sekarang. Iqra sangat relevan dengan situasi dan kondisi saat ini dimana orang kembali "tidak mampu membaca", kembali tidak mampu menalar, kembali jahiliyah. 


Ini era informasi. Hanya karena malas membaca, dampaknya akan sangat berbahaya. Dalam hal ini, orang yang malas membaca namun kritis (tidak mudah percaya) pada judul berita, lebih beruntung daripada orang yang malas membaca dan tidak kritis sama sekali.

______


Penulis :

Hamdan A Batarawangsa

29 Juli 2025

PERPOLITIKAN KANTOR

(Saran Machiavelli Mengatasi Penjilat)

Sebuah korporasi yang dinahkodai oleh leader yang cupu, adalah angin segar bagi para penjilat. Leader harus cerdas, jika ia tidak berpengalaman, haruslah memiliki penasehat sejak awal memimpin,  penasehat yang lebih banyak mengamati dari balik layar, bebas kepentingan, bijaksana, dan misterius. 

Perpolitikan kantor seringkali berkutat seputar persaingan posisi dimana satu atau beberapa diantaranya adalah kaum penjilat, atau sekedar melindungi posisi agar tidak tereliminasi. 

Machiavelli dalam buku "Sang Raja" , berdasar pengamatan langsung dan penelaahan sejarah raja-raja, memberikan advice bagaimana seorang raja mengidentifikasi dan bertindak ketika menghadapi para  penjilat. Para penjilat seringkali meminta atau berupaya mendapatkan momen private untuk mengambil hati raja. Pada tahapan berikutnya, penjilat pastilah memberikan masukan-masukan kepada Raja tanpa diminta. Advice Machiavelli jika sampai tahap ini, raja harus menjauhinya, mencampakannya, bahkan jika perlu menghukum atas kekurang-ajarannya. Para penjilat, pada tahap akhirnya akan menjadi pengkhianat jika tak mampu mengendalikan raja sesuai harapannya.


Di era sekarang, kerajaan dan raja dapat diilustrasikan sebagai korporasi dan pimpinannya. Baik kerajaan maupun korporasi, tidak bersih dari orang-orang yang berperilaku penjilat. Ada satu tahapan lagi setelah mereka (penjilat)  mengupayakan momen private dan memberikan masukan, sebelum pada akhirnya ia menduduki posisi bagus dan berkhianat, yaitu melenyapkan satu persatu para "perwira" pesaingnya, mulai dari yang terbawah hingga yang teratas, biasanya  dengan hasutan dan fitnah. 


Pikiran Machiavelli dalam "Sang Raja" dituduh amoral karena mendobrak nilai-nilai mapan, namun bagi Machiavelli, perilaku kaum penjilat adalah bentuk amoral yang sesungguhnya. Nasehatnya kepada raja tentang cara menangani para penjilat dinilai efektif dan banyak diaplikasikan oleh para pemimpin di era sekarang, terutama oleh para pimpinan perusahaan.


_______


Penulis :

Hamdan A Batarawangsa


25 Juli 2025

AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Ada yang berpendapat agama dan kebudayaan adalah entitas yang terpisah meski saling mempengaruhi, ada juga yang berpendapat agama adalah bagian dari kebudayaan atau sebaliknya.

Mungkin agama adalah ibu dari kebudayaan. Dalam perspektif religi samawi, khususnya Islam, jelas agama muncul lebih dulu meski dalam rupa yang purba. Kemudian manusia pertama (Adam) berkreasi dan berinovasi menjalani kebiasaan baik yang diwariskan kepada anak cucunya yang memunculkan kebudayaan. Agama adalah tuntunan dari Tuhan, sedangkan kebudayaan adalah buah dari akal budi manusia. Agama dan kebudayaan pada awalnya sangatlah selaras.


Keselarasan agama dan kebudayaan mulai bergesekan ketika manusia atau masyarakat memiliki tafsir keliru atas agama, atau salah faham atas kebudayaan. Budaya-kebudayaan seringkali dituding sebagai praktik dan produk kemusyrikan.  Di sisi lain, tidak semua tradisi memenuhi kategori sebagai budaya-kebudayaan.  


Di Eropa (dunia barat), kebudayaan berkembang hampir tanpa kehadiran agama. Sejak abad ke-16 secara perlahan masyarakat Barat meninggalkan agama, faham Anti Krist (mayoritas Eropa adalah  pemeluk Kristen) terasa dalam buku "Sang Raja" karya Niccolo Machiavelli, "Senjakala Berhala" dan "Zarathustra" karya Frederick Nietzsche, "Das Capital" dan "Manifesto Komunis" karya Karl Mark,  "Sayap-sayap Patah" karya Kahlil Gibran, dan masih banyak lagi, yang kesemuanya menyatakan ketidakpercayaannya kepada agama. Sejak abad ke-16 masyarakat Barat membangun kebudayaan yang nyaris lepas dari agama, yang  kita kenal dengan istilah sekularisme.


Agama (khususnya Islam) dan kebudayaan sebetulnya memiliki persamaan yang fundamental, keduanya memiliki ciri dan fungsi edukasi : memuliakan harkat derajat manusia dan mengajarkan-mendidik untuk menjadi manusia yang  lebih baik. 


Tidak semua tradisi adalah budaya-kebudayaan, namun budaya-kebudayaan sudah pasti adalah tradisi. Maka mari kita bangun tradisi baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Dari tradisi, kita melahirkan kebudayaan di komunitas kita masing-masing. 

__________________

Penulis:

Hamdan A Batarawangsa


SEKOLAH BERBUDAYA

Ada hubungan erat antara pendidikan dan kebudayaan. Banyak yang salah paham dalam memaknai kebudayaan sehingga tidak menyadari bahwa kebudayaan adalah tujuan akhir dari pendidikan. 

Merujuk pada KBBI, kebudayaan adalah segala aspek kehidupan manusia,  meliputi pengetahuan, kepercayaan, hukum, norma, moral, adat, kesenian, serta kemampuan dan kebiasaan lain yang merupakan produk dari akal budi yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dan sukar berubah. Sebagai produk "akal budi" kebudayaan memiliki sifat baik dan edukatif, inilah yang membedakan kebudayaan dengan tradisi biasa. Kebudayaan pastilah tradisi, tapi tidak semua tradisi adalah kebudayaan. Van Puerson dalam "Strategi Kebudayaan" menyatakan bahwa budaya dan kebudayaan berfungsi sebagai sekolah karena mengajarkan dan membentuk masyarakat menuju  yang lebih baik. 


Mengenai makna "budaya" dan "kebudayaan" sebagian besar memaknai kebudayaan sebagai produk atau aspek konkrit dari budaya.  Misal budaya menulis melahirkan kebudayaan berupa buku, budaya menari melahirkan kebudayaan Tari Kecak, budaya memahat melahirkan kebudayaan candi dan patung, dsb. Namun ada juga yang memaknai kebudayaan sebagai bentuk jamak dari budaya.


Dalam kaitan pendidikan, pendidikan tidak hanya mengasah kecerdasan intelektual, namun juga membentuk karakter unggul. Pembentukan karakter dimulai dari menata pemahaman (sikap) dan membiasakan perilaku baik. Kebiasaan baik yang terus dipertahankan untuk diulang-ulang akan menjadi karakter. Karakter baik yang dipelihara turun-temurun akan menjadi budaya dan kebudayaan. 


Contoh-contoh budaya yang harus dibentuk di sekolah :  budaya membaca dan menulis (literasi), budaya belajar mandiri, budaya bersih, budaya rapih, budaya bertutur dan berperilaku sopan-santun, budaya disiplin, budaya berprestasi, dan sebagainya.


Budaya adalah hal mutlak yang harus ada di setiap "sekolah yang sebenarnya". Pertanyaannya, sejauh ini, budaya apa saja yang sudah ada di sekolah anda?

_______________



Penulis:

Hamdan A. Batawarangsa