Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

03 Desember 2023

MEMBACA QURAN DENGAN KEPEKAAN BAHASA

Ketika berusia 20-an tahun, saya pernah menapaki kurun masa yang terasa sangat pahit. Teman-teman sesama mahasiswa berjuang untuk berilmu, tapi saya berjuang hanya untuk sekedar hidup.

Suatu malam, ketika orang-orang tertidur dipuncak lelapnya, saya masih duduk di meja belajar, pikiran dan perasaan bergemuruh seperti sedang berada di tengah badai guntur. Entah sudah berapa lama, di puncak lelahnya batin, tiba-tiba saya ingin membuka Quran. Secara acak saja saya membuka dan membaca seuntaian kalimat yang sebetulnya sudah berkali-kali saya baca, kurang lebih : “Orang yang beruntung itu ialah orang yang melewati malam dengan berdiri dan sujud.”  Saya mengulang-ulang membacanya pelan-pelan seolah tidak percaya.  Selama ini, saya memahaminya sebagai nasehat untuk melakukan shalat malam, tapi kali ini lain.  Seuntai kalimat tersebut betul-betul terasa berbicara kepada saya, menasehati saya bahwa jika ingin beruntung, maka saat bersedih atau galau dimana pikiran terasa gelap (malam), maka saya harus melewatinya dengan tegar (berdiri) dan berprasangka baik memasrahkan diri  kepada Allah (sujud).

______

Bahasa Quran kaya makna, bisa bersifat umum bisa juga privat. Setiap tingkatan ilmu, setiap tingkatan ujian, perbedaan pengalaman, perbedaan persoalan, perbedaan suasana hati… masing-masing menangkap pesan yang mungkin tidak sama. Bahasa Quran adalah prosa dan puisi sekaligus.

Begawan sastra Indonesia, HB.Jassin, sebagai seorang sastrawan sekaligus cendekiawan muslim, pernah menyusun terjemahan Quran dalam bentuk puitis. Baginya, terjemahan biasa, jauh dari memadai untuk mengimbangi keindahan firman-firman Tuhan.  Bentuk puitis mewakili pesan yang ingin Jassin sampaikan bahwa setiap kata dalam Quran mengandung makna yang bertingkat-tingkat, yang memotivasi manusia untuk terus menggali sepanjang hayatnya. Dalam upaya menangkap makna-makna Quran yang kaya itulah sastra dibutuhkan untuk melatih kepekaan bahasa, melatih memperhalus “cita-rasa” bahasa.

Hal serupa disampaikan pula oleh cendekiawan muslim lainnya, Nurcholish Madjid, alumnus Pesantren Gontor yang pernah menjadi ketua HMI dan menyelesaikan doktornya di Universitas Chicago. Menurut Cak Nur (panggilan Nurcholish Madjid), kata-kata dalam Quran mengandung makna kias yang kaya dan dalam maknanya. Kata mendung adalah kias dari pikiran dan perasaan yang sedih namun penuh harap, kata hujan adalah kias rahmat terkabulnya harapan dan petunjuk, frasa aliran sungai adalah kias dari aliran pemikiran, kata buah adalah kias dari hikmah atau pengetahuan, frasa  lumpur hitam adalah kias dari kehinaan, kata matahari adalah kias petunjuk atau ilmu pengetahuan, frasa matahari tenggelam adalah kias dari kebodohan, frasa matahari tenggelam ke dalam lumpur yang hitam adalah kias kebodohan dan kebiadaban, kata petang adalah kias pendeknya waktu, kata pagi adalah kias semangat dan optimisme, kata gunung adalah kias pemimpin, dan lain-lain. 

HB Jassin meyakini sastra melatih kepekaan bahasa, kepekaan bahasa menambah kenikmatan dalam membaca firman-firman Tuhan. Pada ujungnya, sastra memang memiliki tujuan etis bahkan spirituil yang  mengarahkan manusia untuk insyaf dan  menjalani kehidupan yang lebih baik.

Membaca Qur'an dengan kepekaan bahasa barangkali menjadi pengalaman pula bagi Williandrus Surendra Rendra (WS Rendra), pujangga muslim Indonesia  yang dijuluki Sang Burung Merak, yang pada paruh akhir kiprah kesusastraannya  banyak mengambil inspirasi dari kitab suci, mendapatkan pencerahan dan banyak  menulis pesan moral dalam puisi-puisinya, mengingatkan semua orang bahwa manusia adalah makhluk lemah yang tidak abadi  "... tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ?"

*HamdanA Batarawangsa

01 Desember 2023

BUMI SEKARAT, PELAJAR TIDAK PEDULI

Naiknya suhu bumi mengancam kehidupan manusia, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi separuh manusia akan kelaparan dan kehausan karena kegagalan panen di berbagai negara dan hilangnya sumber-sumber mata air.  Pelajar di seluruh dunia sebagai generasi yang akan menghadapi secara langsung kondisi bumi yang sekarat perlu digerakan untuk berbuat lebih banyak dan lebih cepat  sebelum terlambat, diantaranya penanaman pohon berkambium secara massif dalam jumlah yang banyak.

Hutan sangat terkait dengan perubahan iklim, baik sebagai penyebab maupun solusi. Perubahan iklim global berdampak pada kesehatan, distribusi dan komposisi hutan. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa hutan semakin berkurang.

Penting bagi umat manusia untuk menerima kenyataan bahwa tanda-tanda bahaya dan risiko perubahan iklim global tidak dapat diabaikan. Tidak ada waktu luang, kita harus bertindak sekarang. 

Saat ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk menghadapi tantangan ini melalui pendekatan komprehensif dalam mengatasi penyebab pemanasan global yang disebabkan oleh ulah manusia, guna menciptakan masa depan  yang layak bagi generasi mendatang. 

Para ilmuwan telah lama memahami peran hutan dalam menciptakan iklim mikro. Dengan meningkatnya kesadaran akan pemanasan global dan penyebab utamanya, yaitu emisi karbon dioksida (CO2), peran hutan dan sumber daya tanaman dalam memodifikasi dampak perubahan iklim mendapatkan perhatian baru dari para ahli iklim, ahli kehutanan, pembuat kebijakan dan media di seluruh dunia.

Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah menegaskan kembali bahwa peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)  akibat aktivitas manusia telah menyebabkan peningkatan tajam konsentrasi GRK di atmosfer. 

Antara tahun 1970 dan 2004, emisi GRK global telah meningkat sebesar 70 persen; Emisi CO2 saja telah meningkat sekitar 80 persen (28% antara tahun 1990 dan 2004) dan mewakili 77 persen total emisi GRK antropogenik pada tahun 2004. Sementara pertumbuhan emisi global terbesar pada tahun 1970-2004 berasal dari sektor pasokan energi (sebuah meningkat sebesar 145%), pertumbuhan dari sektor lain juga signifikan. Emisi dari sektor transportasi, industri, dan tata guna lahan, perubahan tata guna lahan, dan kehutanan masing-masing sebesar 120, 65, dan 40 persen.

Oleh karena itu, tindakan terpadu harus diambil untuk mengelola hubungan yang kompleks ini. Persoalan perubahan iklim telah banyak dibahas dalam berbagai forum dan instansi, namun belum ada aksi nyata terpadu skala besar dari pelajar sebagai generasi  yang sepanjang hidupnya akan berhadapan langsung dengan dampak perubahan iklim yang mengerikan.  (Sumber Hans Hoogeveen/Kronik PBB Jil. XLIV, No.2, “Hijau Dunia Kita!”, 2007 disunting seperlunya oleh admin.)