Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

27 Maret 2010

JANGAN HANYA URUS INDUSTRI BESAR

Oleh :
SHARIF CICIP SUTARDJO
Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia

Dua puluh dua tahun sudah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia didirikan dengan UU No.1 Tahun 1987 yang menempatkan Kadin sebagai payung organisasi dari seluruh asosiasi industri dan perdagangan nasional.

Fokus dan kinerja Kadin dari masa ke masa harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan fokus pembangunan nasional. Kadin seharusnya mengatasi urusan besar perekonomian bangsa, bukan saja mengurusi industri besar. Sayangnya, saat 98% dari 52 juta pengusaha nasional adalah pengusaha mikro, kecil dan menengah (LIMKM), Kadin masih lebih disibukkan mengurusi pengusaha dan industri besar. Hal ini terutama terlihat dari kurangnya daya dobrak Kadin dalam mendorong kebijakan ekonomi yang ramah dan mendukung pertumbuhan UMKM.

Dalam hal ini, Kadin tidak bisa terlalu disalahkan karena lebih dari kurun waktu 22 tahun ke belakang, mengembangkan industrialis besar yang bisa mewakili Indonesia dalam perdagangan internasional memang disepakati sebagai urusan besar perekonomian nasional. UU tentang Kadin praktis mendelegasikan urusan besar tersebut ke Kadin Indonesia.

Masih segar dalam ingatan ketika pemerintahan Orde Baru mencanangkan "Masyarakat Adil dan Makmur" sebagai tujuan jangka panjang pembangunan nasional yang dibagi menjadi lima kali rencana pembangunan lima tahunan (Repelita). Setiap Repelita mencanangkan sektor yang diprioritaskan beserta rencana industrialisasi sektor-sektor yang sudah siap menggarap pasar ekspor.

Saat itu, mesin pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah proyek pemerintah yang dibiayai oleh anggaran pemerintah. Dengan kesadaran penuh untuk membangun sektor swasta yang kuat, pemerintah mulai melibatkan pengusaha nasional sebagai kontraktor, pemasok, dan pengawas proyek pemerintah. Beberapa pengusaha nasional yang dianggap mampu kemudian dipilih dan dibina oleh pemerintah untuk menjadi generasi pertama industrialis dan pedagang besar yang memasarkan produk-produk buatan dalam negeri ke seluruh dunia.

Dengan tema utama industrialisasi dan perdagangan internasional itulah, Kadin didirikan. Tidak heran bila Kadin kemudian dipimpin oleh para industrialis nasional unggulan dan dianggotai oleh calon-calon industrialis masa depan. Rencana tersebut sangat berhasil. Namun, ada fokus kedua yang sebenarnya juga sudah dimulai di samping membangun industri besar dan menembus pasar ekspor dunia, yaitu mewujudkan perekonomian Indonesia yang mandiri dari kepemilikan pemerintah.

Fokus kedua ini seyogianya mulai diupayakan secara serius ketika tiga ukuran industrialisasi sudah dicapai, yaitu ekspor terus meningkat, investasi terus bertambah, dan industri besar sudah mulai mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha mikro, kecil dan menengah. Singkatnya, perekonomian sudah semakin digerakkan oleh sektor swasta yang dimiliki sepenuhnya atau sebagian besar oleh rakyat Indonesia. Inilah esensi dari istilah ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Bung Hatta sebagai pendiri bangsa. Jadi kurang tepat bila banyak pihak mendefinisikan ekonomi kerakyatan sebagai ekonomi non-industrialis, apalagi sebagai ekonomi kecil dan menengah.

Entah karena lalai atau karena pengaruh krisis Asia 1997 yang begitu dahsyat, atau karena takut berubah, Kadin belum menyesuaikan diri. Ketika ekonomi Indonesia memang sudah digerakkan oleh pelaku ekonomi swasta baik konsumen maupun industri bukan oleh proyek pemerintah, Kadin seharusnya tidak lagi didominasi kontraktor pemerintah, tetapi oleh pemilik dan pelaku industri. Selain itu, ketika lebih 98% dari lapangan pekerjaan disediakan oleh UMKM, Kadin Indonesia harusnya menjadi lokomotif terdepan yang memikirkan, mendorong, dan melindungi pengusaha mikro, kecil dan menengah.

Sebatas konsep

Saat ini, keterlibatan Kadin Indonesia dalam mendorong sektor UMKM baru sebatas retorika dan konsep. Padahal, pelaku UMKM bergelut dengan kerasnya pasar global setiap jam dan setiap hari berusaha untuk selamat. Karena itu, banyak sisi yang perlu dibenahi dari perekonomian Indonesia. Namun, jika dicari benang merahnya, hanya sedikit sebenarnya yang perlu diprioritaskan untuk mendorong sektor UMKM. Ada lima hal yang perlu dicermati, di antaranya adalah status usaha, kepemilikan lahan, sarana berproduksi, kemampuan manajemen, akses pasar, dan permodalan. Semua ini bisa dipayungi dan didorong oleh Kadin.

Untuk status usaha, pengusaha UMKM perlu kemudahan dan kemurahan. Saal ini syarat pendirian usaha yang paling memberatkan adalah kewajiban setoran modal minimum Rp50 juta. Sementara itu, proses yang paling menyebalkan adalah birokrasi yang panjang, mahal dan tidak pasti hasilnya. Dalam hal ini, aksi Kadin bisa berupa advokasi kebijakan untuk menghapus atau merendahkan kebutuhan modal minimum tersebut sekaligus fasilitator yang memudahkan pendaftaran usaha kepada pemerintah.

Mengenai kepemilikan lahan, sangat menyedihkan bahwa hanya sebagian kecil dari lahan di seluruh nusantara ini yang bersertifikat hak milik dengan keabsahan hukum yang jelas. Padahal, bila reformasi lahan segera diselesaikan setiap jengkal tanah yang bisa disahkan sebagai properti masyarakat akan menjadi aset usaha. Kadin perlu mendorong agar pemerintah mempercepat reformasi lahan dan membantu menyiapkan perencanaan, arahan dan tahapannya sesuai kebutuhan perekonomian bangsa.

Terkait sarana produksi, infrastruktur tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Sedangkan alat produksi bisa disubsidi atau diupayakan secara kolektif atau komunitas. Sayangnya, Kadin tidak banyak berinteraksi, kecuali akhir-akhir ini, dengan sektor koperasi mempunyai misi untuk mengupayakan perekonomian dan kesejahteraan bersama. Sementara itu, untuk kemampuan manajemen, akses pasar dan permodalan seharusnya akan datang dengan sendirinya ketika proses produksi diupayakan secara maksimal untuk menghasilkan produk yang paling berkualitas.

Memang benar bahwa perbankan nasional perlu dibuat turun gunung karena selama ini standar dan regulasi perbankan nasional yang berdasarkan standar dan regulasi perbankan internasional membuat industri perbankan semakin jauh dari kondisi dan kebutuhan pelaku UMKM. Kadin bisa beraksi secara konkret dengan mendorong terobosan-terobosan yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kualitas produksi, selain memaksa penurunan suku bunga.

Singkat kata, Kadin Indonesia perlu berbenah diri dan berganti haluan bila tetap ingin relevan dengan konteks pembangunan ekonomi Indonesia. Pola pikir dan misi setiap anggotanya perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kalau sebelumnya hanya melindungi industri besar yang terwakili dalam keanggotaan saat ini, kini Kadin perlu mengintegrasikan diri di antara 52 juta lebih pengusaha UMKM. Itulah urusan besar pembangunan nasional saat ini. Hanya dengan begitu Kadin kembali berguna.


(Sharif Cicip Soetardjo - Oom Cicip, adalah salah seorang sahabat terdekat kakek saya, Haji Abdul Manaf Bermawie alm. Posting ini sebagai apresiasi atas hubungan baik yang telah lama terjalin dengan keluarga kami, dan pengharapan perbaikan ekonomi nasional di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini).

21 Maret 2010

PAKAN AYAM USIA DI ATAS 4 BULAN



Pertanyaan :
Salam kenal mas Batara (Bataragema-red). Saya adalah penggemar ayam bangkok dari Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara. sekitar dua tahun terahir ini sedang berkonsentrasi untuk menghasilkan ayam bangkok yang berkualitas. Terkait dengan ulasan mas di situs Ayambangkok.com tentang pakan anakan umur 1 hari sampai umur 4 bulan, saya mau tanya, setelah umur anakan 4 bulan ke atas sebaiknya diberi pakan apa? Soalnya setelah umur anakan di atas 4 bulan pertumbuhannya stagnan. Sekedar informasi, setelah anakan umur 4 bulan ke atas saya kasih pakan gabah yang direndam air. saya sangat berharap pencerahan dari mas Batara. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Mohon dibalas ya mas.
Salam dari saya,
Miftah.

Jawaban :
Jika tak ada masalah dalam keuangan, tentu pakan yg paling ideal adalah voer, baik BR-1 maupun BR-2 (ransum untuk broiler), krn voer telah mengandung gizi dengan takaran yang seimbang dan telah pula ditambahkan antobiotik yg berguna utk kesehatan ayam, tinggal takarannya sj yg perlu diatur.

Namun, jika memelihara dlm jmlh besar, apalagi dengan tujuan ekonomi, tentu perlu ada efisiensi. Perlu diketahui bahwa aspek pakan menyedot sekitar 80% dari total biaya produksi peternakan. Efisiensi tersebut diantaranya berupa inovasi dalam pemberian pakan seperti yg sy tulis di AyamBangkokdotCom.

Sehubungan dengan pertanyaan di atas mengenai pakan untuk ayam usia di atas 4 bulan, saya rekomendasikan sbb: 1). tetap diberi voer (boleh diselingi sedikit biji2an jika dana memungkinkan), atau 2). memberi 80% dedak + 20% konsentrat petelur (khusus utk ayam umbaran; tp harus hati2 krn saat ini banyak dedak palsu dipasaran, yakni dedak yg dicampur serbuk kayu), atau 3). 50% jagung + 30% gabah + 20% kacang
hijau (boleh butiran utuh ataupun pecah). Bisa juga menggunakan ketiga formula di atas secara bergantian, semakin variatif semakin bagus.

Jika ayam hanya diberi gabah saja, tentu pertumbuhannya akan terhambat krn kandungan protein gabah sangat sedikit ()

Hasil terjemahan Google :

CHICKEN FEED TO 4 MONTHS OF AGE IN


Question:
Hi Batara mas. I am a fan of fighting cocks from Padangsidimpuan City, North Sumatra. About two years Puspa is currently concentrating on producing high-quality chicken. In connection with your review on the site Ayambangkok.com about a day old seedlings of feed until the age of four months, I want to ask, after the age of four months upwards tillers should be fed with what? Because after the age of saplings in the four months of slow growth. As information, the age of 4 months after tillering up my news feed grain soaked in water. I strongly expect enlightenment from mas Batara. Previously, I thank you. Please reply yes mas.
Greetings from me,
Miftah.

Answer:

If there is no trouble in the financial, of course the most ideal feed is the feed / feed factory made (voer, both BR-1 and BR-2 or rations for broilers), for containing a balanced dose of nutrition with and who has also added useful antobiotik health for chicken, measuring just need to stay organized.

However, if you maintain in large numbers, especially with economic goals, of course there needs to be efficient. Please note that the aspect of feed siphon about 80% of the total cost of livestock production. They are in the form of innovation efficiency in feeding, such as who wrote in AyamBangkokdotCom sy.

In relation to the above questions regarding the feed to chickens over the age of four months, I recommend the following: 1). still given voer (interspersed little grains may be if funding allows), or 2). gives 80% rice bran + 20% concentrate layer (specific for chickens umbaran / extensive; tp must be vigilant because many false market bran, rice bran amalgamated ie sawdust), or 3). 50% corn + 30% grain + 20% green beans (can be whole or broken grains). Can also use the third formula above in turn, the more varied the better.

If animals were given only rice, of its growth will be hampered krn very little grain protein content ()

09 Maret 2010

MEMORI JAKARTA TAHUN 1990-AN : Jalan-jalan Sekitar Bungur Besar, sawah Besar, dan Senen


Dulu saya tinggal di Gang Kadiman, Bungur Besar, wilayah Kemayoran Jakarta Pusat. Enaknya tinggal di Jakarta Pusat tahun 1990-an, khususnya di daerah lama saya, adalah kemudahan akses ke pusat-pusat niaga, perkantoran, rekreasi, dan lain-lain. Dari tempat tinggal saya di Bungur Besar ke Lapangan Banteng, Istiqlal, Pasar Baru, Senen, Gambir, bahkan Monas, bisa ditempuh dengan berjalan kaki bagi penghobi jalan santai seperti saya. Jangan kuatir panas, karena sepanjang sisi trotoar telah ditanam pohon-pohon besar yang meneduhkan dan menyejukkan. Dari literatur, saya mengetahui, pohon-pohon besar pinggir jalan itu berfungsi pula menghisap debu dan logam berat dari kendaraan bermotor.

Jika ingin ke Monas, tinggal menuju arah barat, bisa ditempuh dengan menyusur Jalan Gunung Sahari III atau IV (di Jalan Gunung Sahari III dulu ada kantor majalah pertanian Trubus). Kemudian ke Jalan Budi Utomo atau Jalan Dr. Wahidin, dengan menyebrangi Jalan Gunung Sahari Raya.

Sampai di sini, kita telah tiba di bagian belakang Departemen Keuangan RI yang masuk wilayah Kecamatan Sawah Besar (Depkeu RI; di jaman Belanda disebut Istana Weltevreden dimana Deandels dan Raffles pernah berkantor di sana). Di sisi kanan Depkeu RI ada kantor Kas DKI, SMA Negeri 1, STM Negeri 1, STM Negeri 5, dan STM 4 PGRI (dulu SMA Negeri 5 pun ada di sini), dan di paling ujung ada kantor Kimia Farma. Sedangkan di sisi kiri Depkeu dulu ada bekas Balai Pustaka (BP). Tahun 1980-an BP belum dipindahkan ke Jalan Gunung Sahari Raya, setiap Minggu saya biasa meminjam buku koleksi perpustakaan di BP itu.

Menyusur Jalan Budi Utomo atau Jalan Dr. Wahidin, berujung di Lapangan Banteng. Di jaman Bung Karno, Lapangan Banteng adalah bagian dari Lapangan Ikada yang membentang luas hingga Jalan Merdeka Barat. Lapangan Banteng itu hanya sekitar 100 meter dari sekolah saya dulu. Jika ada waktu luang, sepulang sekolah saya suka mampir ke sana, mengunjungi Kantor Pos Ibukota, atau melihat-lihat pameran Flona (Flora – Fauna) yang kerap diadakan. Pengunjung pameran bukan hanya masyarakat umum Ibu Kota, ada juga yang dari luar daerah, bahkan turis mancanegara. Maklum, lokasi pameran persis di depan Hotel Borobudur, hotel kelas wahid di Negara kita. Mengunjungi pameran Flona menjadi favorit saya. Sayang, selulus SMA saya melanjutkan studi ke daerah, namun masih sempat sekali-dua kali saat liburan kuliah mengunjungi favorit saya itu.

Di sekitar Lapangan Banteng ada beberapa tempat penting selain Depkeu, Hotel Borobudur, dan Kantor Pos Ibu Kota. Yakni Departemen Agama RI dan Gereja Katedral peninggalan Belanda yang di bagian belakangnya terdapat sekolah khusus putri, Santa Ursula. Dan tepat di depan Katedral, berdiri dengan megah masjid kebanggaan rakyat Indonesia, Masjid Istiqlal.

Jika saya ingin melihat aksi seniman-seniman lukis, bursa filatelli, mengunjungi toko buku, atau sekedar kuci mata, dari Lapangan Banteng tinggal mengarah ke utara, menyusur Jalan POS, melewati Gedung Kesenian. Ya, saya menuju ke Pasar Baru, salah satu pasar tertua di Jakarta. Jika masih ada tenaga bisa terus ke utara lagi… ke Mall Mangga Dua.

Tak kalah menariknya jika dari Lapangan Banteng ke arah selatan, menyusur sebelah kiri atau kanan Hotel Borobudur. Tapi lebih asyik melewati yang kanan. Selain teduh, trotoarnya lebar dan bersih. Jika terus ke selatan akan menuju Jalan Raden Saleh, melewati STOVIA dan tembus di Kwitang, wilayah Kecamatan Senen.

Di Kwitang ada banyak penjual buku. Anda tinggal sebut judul dan penerbitnya, pasti ada ! Pasar buku di Kwitang sudah ada sejak jaman Belanda. Beberapa nama besar yang biasa mengunjungi pasar buku Kwitang tempo dulu diantaranya Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim, dan Adam Malik. Beberapa waktu yang lalu saya mampir ke Kwitang. Sayang, kini penjual buku tak seramai dulu, sudah agak sepi. Ada satu lagi yang menarik di kwitang. Jika datang pada hari Minggu pagi, agak sedikit lagi ke selatan, ada pengajian yang diasuh Habib Abdurrahman al Habsy, anak Habib Ali al Habsy. Pengajian Habib Abdurrahman al Habsy dikunjungi oleh ribuan orang, bukan hanya dari sekitar Jakarta, ada juga yang datang langsung dari Malaysia !

Selain ke arah utara dan selatan, tak kalah menariknya dari lapangan Banteng mengarah ke barat. Monas ada di arah ini. Dulu, kalau hari Minggu, saya sering juga jogging atau sekedar berjalan santai ke lapangan Monas ini. Menuju Monas bisa melewati jalur Pejambon ke arah Stasiun Gambir, melewati Bappenas. Atau lewat Jalan Perwira menuju Pertamina Pusat, melewati SMP Negeri 4 (sebelumnya SMP Negeri 7 pun ada di sini).

Nah, di belakang SMP Negeri 4 itu dulu ada rumah kuno, kata orang tua, rumah itu dulu ditempati Nyai Dasima, tokoh tempo doeloe yang menjadi legenda masyarakat Betawi …

Hasil Terjemahan Google :



JAKARTA geheugen van het jaar 1990: Wandelen rond Lagerstroemia Big, Big velden en Senen

Ik woonde vroeger in de Gang Kadiman, Lagerstroemia Besar, Centraal-Jakarta Kemayoran gebied. Yummy verblijf in het centrum van Jakarta in de jaren 1990, vooral in mijn oude wijk, is een gemakkelijke toegang tot winkelcentra, kantoren, recreatie, en anderen. Van waar ik woon in de Grote Lagerstroemia Banteng Square, Istiqlal, Nieuwe Markt, Senen, Gambir, zelfs een monument, kan worden bereikt door te wandelen voor de hobbyist als ik ontspannen manier. Maak je geen zorgen over de warmte, omdat de trottoirs zijn geplant langs de kanten van de grote bomen die schaduw en laat afkoelen. Uit de literatuur, ik weet het, de grote bomen die de weg dient ook te zuigen het stof en zware metalen uit motorvoertuigen.

Als u wilt Monas, het verblijf in de richting van het westen, kan worden bereikt door de weg langs de Gunung Sahari III of IV (op Jalan Gunung Sahari III had geen kantoor Trubus agrarische tijdschriften). Dan naar Jalan Jalan Budi Utomo of Dr Wahidin, door kruising van Jalan Gunung Raya Sahari.

Tot hier, zijn we aangekomen aan de achterzijde van het ministerie van Financiën die in Sawah Besar District (MOF RI; in het Nederlands Times noemde Weltevreden Paleis, waar Deandels en Raffles had er een kantoor). Aan de rechterkant is er MOF kas Jakarta, SMA Negeri 1, STM Negeri 1, STM Negeri 5, 4 en STM PGRI (voorheen waren er vijf middelbare scholen hier), en aan het eind is er een kantoor van Kimia Farma. Terwijl aan de linkerkant er vroeger een voormalige ministerie van Financiën Balai Pustaka (BP). 1980, heeft BP niet verplaatst naar de Jalan Gunung Raya Sahari, elke zondag gebruikte ik om boeken te lenen in bibliotheek BP collecties.

Going Jalan Jalan Budi Utomo of dr. Wahidin, monden in de Field Bull. In de dagen van Bung Karno, Banteng plein maakt deel uit van een breed veld dat zich uitstrekt tot Ikada Jalan Merdeka Barat. Buffalo Field was slechts ongeveer 100 meter van mijn school eerst. Als er vrije tijd na school Ik hou stoppen, bezoek aan de hoofdstad postkantoor, of aan de tentoonstelling Flona (Flora - Fauna), die vaak gevoerd. Bezoekers niet alleen publieke tentoonstelling van de hoofdstad, zijn er ook mensen van buiten de streek, zelfs buitenlandse toeristen. Begrijpelijk, de tentoonstelling locatie recht tegenover het Hotel Borobudur, eersteklas hotels in ons land. Een bezoek aan de tentoonstelling Flona mijn favoriet. Helaas, mijn middelbare school blijven selulus haar studies in het gebied, maar nog steeds een of twee keer geslaagd tijdens de schoolvakanties naar mijn favoriete bezoeken.

Buffalo veld rond zijn er enkele belangrijke andere plaatsen dan het ministerie van Financiën, Hotel Borobudur, en de hoofdstad Post Office. Namelijk het ministerie van Religieuze Zaken en de Kathedraal van het Nederlands erfgoed in de achterzijde is er school voor meisjes, Santa Ursula. En recht tegenover de kathedraal, staande met prachtige moskeeën en de trots van het volk van Indonesië, de Istiqlal Moskee.

Als ik wil action painting kunstenaars, filatelli uitwisselingen, een bezoek aan een boekhandel, of gewoon kuci ogen te zien, live vanuit het veld Bull naar het noorden, langs de weg POS, langs de Art Building. Ja, ik ging naar New Market, een van de oudste markten in Jakarta. Indien nog steeds geen stroom kan het noorden gaat weer naar boven ... naar de Mangga Dua Mall.

Niet minder interessant zijn als de Banteng Square in het zuiden, langs de linker-of rechterkant van het Hotel Borobudur. Maar nog beter door de rechterkant. In aanvulling op schaduwrijke, brede trottoirs en schoon. Als je door blijven gaan in zuidelijke richting naar Jalan Raden Saleh, verleden en doorschijnend Stovia in Kwitang, Senen wijk.

In Kwitang zijn er veel verkopers van boeken. Je hoeft alleen bellen met de titel en de uitgever, moet er worden! Boek markt in Kwitang al sinds de Nederlandse tijd. Enkele grote namen die worden gebruikt om het verleden Kwitang boekenmarkt bezoeken, zoals Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, en Adam Malik. Enige tijd geleden ben ik gestopt door de Kwitang. Helaas, nu niet zo druk als boekverkopers eerste, was vrij rustig. Er is nog een interessant Kwitang. Als je op zondag ochtend, een beetje meer naar het zuiden, zijn er een verhoogd voeren Habib Abdurrahman al Habsy, Habib Ali al Habsy kind. Pengajian Habib Abdurrahman Habsy al bezocht door duizenden mensen, niet alleen uit de hele Jakarta, zijn er ook die rechtstreeks komen uit Maleisië!

In aanvulling op het noorden en het zuiden, niet minder interessant om eens vanuit het gebied naar het westen Bull. Monas is in deze richting. Terug dan, als de dag zondag, Ik ga vaak joggen of gewoon ontspannen op het veld dit monument. Monas kan passeren het pad in de richting Pejambon Gambir, die door Bappenas. Of door Pertamina Way Officer aan het centrum, langs de vier SMP (Junior High School 7 is eerder hier).

Nou, achter de Junior High School, dat er sprake was van vier oude huizen, zei de oude, het huis werd voor het eerst bewoond door Nyai Dasima, een personage die werd een legende door doeloe Batavia mensen ...

04 Maret 2010

SISI GELAP PERANG PADERI (?)

Ada tulisan menarik pada Majalah TEMPO, Edisi 34/XXXVI/15-21 Oktober 2007 soal sisi gelap Perang Padri di Minangkabau, Sumatera Barat. 

Menarik untuk dibaca sebagai upaya pelurusan sejarah. Berikut bagian dari sejumlah tulisan itu: 

NEGERI ini punya banyak pahlawan nasional. Keba­nyakan pahlawan lahir dari kancah perang geril­ya, termasuk yang dikobarkan gerakan Padri di Minangkabau, Sumatera Barat. Sudah tertanam sejak sekolah dasar, gerakan Padri adalah gerakan antikolonial. Dua tokohnya, Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai, adalah pahlawan nasional. 

Era informasi ini membuat banyak peristiwa terpendam muncul ke permukaan. Satu dampak yang tak perlu dirisaukan, kalangan terdidik ramai menafsirkan kembali kriteria pahlawan. 

Di Bali, beberapa sejarawan melihat Puputan, yang dipimpin I Gusti Ngurah Made Agung, bukanlah perang rakyat Bali, melainkan hanya keluarga Puri Badung. 

Di Makassar, ada sejarawan yang melihat bukan Hasanuddin, melainkan Arung Palaka, yang membuat Sulawesi Selatan tak bisa sepenuhnya ditundukkan VOC. 

Orang juga mempersoalkan Imam Bonjol. Sebuah petisi online yang dipublikasikan luas di Internet meminta pemerintah mencabut gelar pahlawan yang diberikan pada 1973. Alasan yang dikemukakan mengagetkan, sekaligus ironis. Imam Bonjol bertanggung jawab atas pembantaian lokal. Gerakan Padri diketahui sebagai gerakan anti-Belanda, tapi tujuan utamanya memurnikan syariat Islam. 

Kelompok Padri berpaham Wahabi itu ingin Islam di Sumatera Barat bersih dari unsur kultural. Sayangnya, pemurnian memakan korban besar. Keluarga Istana Pagaruyung dijagal, di Tanah Batak terjadi pembunuhan massal. Dalam tragedi itu disebutkan banyak perempuan dirampas, diperjualbelikan. 

Tuanku Imam Bonjol dan Tambusai dianggap mengetahui segala kekerasan itu tapi tidak mencegahnya. Mereka yang berusaha memahami kedua tokoh itu beranggapan adab lokal yang melegalkan perbudakan membuat kedua­nya memaklumi penjualan gadis. 

Penyerbuan ke Pagaruyung dan Tanah Batak, di mata yang pro, seakan dibenar­kan sebab dua daerah itu memihak kolonial. Pendapat yang antikekerasan belum pernah terdengar. Bahkan belum ada risalah yang seimbang tentang kontroversi Padri. 

Polemik baru muncul pada 1964. Mangara­dja Onggang Parlindungan menerbitkan buku Tuanku Rao. Parlindungan adalah pejuang dan ikut mendirikan PT Pindad Bandung. Ia bukan sejarawan profesional. Meski isi bukunya menantang, secara metodologis ia memang amatir. 

Pada Juni 1969, Parlindungan dan ulama terkenal Hamka bertemu dalam diskusi di Padang. Parlindungan tidak bisa menjawab banyak kritik Hamka. Buku Parlindung­an ditarik, tapi Hamka tidak berhenti. Pada 1974, pemuka agama itu mengeluarkan buku Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao. 

Polemik Padri tidak lantas mati. Penyebab terpenting, Hamka tidak membahas pokok soal: pembantaian Pagaruyung dan Batak. Buku Hamka kritis, tapi ia menghindar menulis tragedi berdarah tadi. Dan kini Tuanku Rao diterbitkan kembali. Bahkan sebuah buku baru kekejaman Tuanku Tambusai, karangan seorang ahli sejarah Mandailing, juga muncul. Tak perlu cemas menyikapi pengungkapan fakta baru sejarah ini. Sangat tak beralasan menyulut konflik Minang dan Batak karena ada yang mendedahkan tarikh baru. 

Polemik Parlindungan dan Hamka sebenarnya contoh baik. Debat tidak melahirkan permusuhan etnis atau pembakaran buku histori. Keduanya bersahabat, Parlindungan selalu menjemput Hamka untuk salat Jumat bersama. Nama Imam Bonjol biarlah tetap menghiasi buku sejarah, juga menjadi nama jalan di berbagai kota. Hanya perlu informasi tambahan tentang kekerasan Padri, tanpa bumbu sensasi, dalam rumusan yang disepakati bersama. 

Data baru itu penting untuk menambah kedalaman buku sejarah kita. (Penulis : Eka Maura Suryana Nayatila; Gambar sumber : Nederlandsindie.com).

01 Maret 2010

SUNDA YANG ME-NUSANTARA


Penulis : Hamdan Arfani


Pada sebuah diskusi panel lebih dari sepuluh tahun lalu, yakni dalam rangkaian acara Festifal Istiqlal di Jakarta, Ahmad Mansur Suryanegara mengungkap pendapat Prof. Dr. Sukmono yang menyatakan bahwa kerajaan hindu Majapahit menusantara hanyalah mitos karena pengaruhnya se-Jawa Timur pun tidak menyentuh daerah pinggiran pantainya. Demikian pula Sriwijaya. Meski memang tak terpungkiri bahwa baik Majapahit maupun Sriwijaya adalah dua kerajaan besar yang memiliki hubungan diplomatik dengan Cina dan India.

A.M. Suryanegara mengatakan bahwa bila kerajaan Majapahit dan Sriwijaya pernah menusantara kekuasaannya, pastilah ada bekas nama selat, laut, teluk atau lainnya. Kenyataannya, di sekitar dua kerajaan itu tidak ada bekas namanya. Di Jawa Timur tak terdapat selat bernama Majapahit, yang ada adalah selat Bali, dan selat Madura. Demikian pula di Sumatera Selatan, tak dijumpai nama Sriwijaya atau semisalnya.

Sebaliknya, Sunda secara jelas menjadi nama seluruh wilayah nusantara. Antara Jawa dan Sumatra ada selat Sunda. Bahkan dasar lautnya pun bernama Paparan Sunda. Dahulu nusantara disebut Sunda Besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Madura) dan Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, Timor, dan Flores). Bahkan istilah Sunda pernah digunakan untuk suatu wilayah yang terbentang mulai dari India (selatan), Filipina (Formosa), hingga Maluku. Pada sumpah Palapa-nya, Gajah Mada bahkan menyebutkan wilayah nusantara (Sunda) yang lebih lebar lagi, hingga ke Madagaskar !

Jika (kerajaan) Sunda-lah yang menusantara, mengapa justru Majapahit dan Sriwijaya yang dimunculkan sebagai dua kerajaan adidaya masa silam di nusantara? Menurut A.M. Suryanegara, hal demikian disebabkan kedudukan Kolonial Belanda berpusat di Jawa Barat, sehingga terlalu riskan jika membiarkan masyarakat mengetahui sejarah yang sebenarnya karena dapat membangkitkan kesadaran kebangsaannya kembali. Maka dengan bantuan para sarjana dan cerdik pandainya, Kolonial Belanda berupaya merekayasa dan mendesain ulang sejarah nusantara (Sunda). Beberapa Sarjana Belanda yang melakukan studi serius tentang dunia timur khususnya Nusantara misalnya Snouk Hurgronje dan Bemmelen. Seorang teman yang lama tinggal di Belanda pernah berseloroh kepada saya bahwa jika dalam waktu dekat saya menyempatkan diri ke Belanda dan membaca buku pelajaran sejarah mereka (buku paket sekolah), masih bisa didapati ‘doktrin-doktrin’ sejarah khusus tentang Nusantara dan Sunda yang keliru dan merugikan namun membenarkan tindakan penjajahan atas negeri kita di masa lampau… hal ini membuktikan bahwa Belanda tetap memliki kepentingan terhadap Nusantara – Sunda (Indonesia) hingga detik ini.

Asal Muasal Nama Sunda

Sejauh ini belum ditemukan informasi kesejarahan yang menerangkan tentang nama Sunda ini. Hanyalah sebuah naskah yang saat ini masih diteliti (Naskah Wangsakerta) yang menerangkan bahwa nama Sunda menjadi nama kerajaan di Nusantara pasca keruntuhan kerajaan Tarumanagara pada tahun 669 Masehi dengan raja pertamanya Tarusbawa (669—723). Tarusbawa adalah menantu raja Tarumanagara ke-12 yang moyangnya berasal dari sebuah kerajaan kecil di India, yakni kerajaan Sunda Sembawa (rupanya Tarusbawa terobsesi menegakkan kembali wangsa keluhurnya, meski tidak di negeri asalnya). Peneliti Belanda, Bemmelen, mengklaim bahwa nama Sunda untuk wilayah yang terbentang dari India hingga Maluku (nama pada masa lalu) bersumber dari nama kerajaan kecil ini. Pendapat Bemmelen diragukan karena mustahil nama sebuah wilayah maha luas berasal dari nama sebuah kerajaan kecil. Seandainya nama Sunda itu diambil dari nama kerajaan di India, tentulah nama yang lebih cocok adalah Pallawa atau Maurya, dua kerajaan sejaman yang wilayah dan kekuasaannya lebih luas dan lebih besar. Satu-satunya kerajaan besar terdekat diluar India adalah Tarumanagara yang pada tahun 669 dikenal dengan nama Sunda. Salah satu bukti Tarumanagara sebagai sebuah kerajaan besar, adalah catatan penulis Cina bernama Pien yang menerangkan bahwa telah datang ke kerajaan Cina utusan diplomatik dari kerajaan To Lo Mo (Taruma), utusan terakhir datang pada tahun 669.

Tentang arti kata Sunda, Mardiwarsito (1990), Anandakusuma (1986), Eringa (1949), dan Winter (1928) menyatakan kurang lebih bahwa kata ‘Sunda’ kemungkinan berasal dari kata sangsekerta ‘sund’ atau ‘suddha’ yang artinya terang, bersinar, putih, bersih, suci, murni, tak tercela, air, atau waspada. () Sumber gambar : andrea.multiply.com/kawah galunggung

...............