
(Kisah Nyata)
Pagi itu tidak terlalu dingin, tapi tidak setetes airpun dapat diminum … semua membeku bagai salju, keras bagai batu! Empat hari ke depan mereka hanya dapat menyantap mie instant kering, karena persediaan bahan bakar sepenuhnya digunakan untuk mencairkan air minum saja. Ajaib, hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit, setiap air panas yang diangkat dari tungku segera membeku menjadi es kembali...
Cerita aneh gunung Pangrango di Jawa Barat mungkin sudah sering didengar orang. Satu kisah nyata yang akan saya sampaikan ini akan menambah koleksi cerita aneh seputar gunung tersebut. Setelah menyimak tulisan ini, semoga pembaca mengambil pelajaran berarti, yakni menyadari bahwa kita hidup di alam empiris yang bertetangga dengan alam dan mahluk lain, yakni alam dan mahluk yang tidak kasat mata, alam yang irasional !
Kisah nyata ini dialami oleh adik penulis sendiri yang bernama Millah (bukan nama sebenarnya) pada sekitar tahun 1996. Menurut Millah, dari semua gunung yang pernah didakinya, hanya di Pangrango sebuah pantangan serius pernah dilanggar, dan hanya di Pangrango-lah pengalaman pahit pernah dialaminya.
Gunung Pangrango di Jawa Barat termasuk gunung paling populer di kalangan para pendaki. Medan Pangrango termasuk ramah dan cocok bagi pendaki-pendaki tingkat pemula. Namun, jalur yang ramah tersebut ternyata menyimpan murka yang demikian besar bagi orang-orang yang melanggar pantangannya !
Kisah kelabu di Pangrango yang penulis ceritakan ini menimpa sekitar empat puluh remaja pendaki pemula dimana adik penulis yang bernama Millah tergabung di dalamnya. Keempat puluh remaja tersebut sebagian besar berasal dari daerah Bintara, Bekasi Barat. Sisanya berasal dari daerah Pondok Gede dan Bandung.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah empat puluh remaja tersebut ke gunung yang dituju, yakni gunung Pangrango yang terletak di daerah jantung Jawa Barat. Seorang kawan bernama Prima, yang merupakan pendaki paling senior di kelompok tersebut, menjelaskan tata krama pendakian. Sebelum memulai pendakian, mereka menemui sesepuh desa di kaki gunung untuk meminta ijin dan menanyakan pantangan-pantangan yang harus ditaati. Menurut sesepuh tersebut, pantangan di gunung Pangrango adalah menyalakan api di malam hari.
Doa bersama memohon perlindungan kepada Tuhan YME, upacara kecil ketuk pintu kepada penghuni gaib, dan pengarahan kepada semua anggota, telah dilaksanakan. Nampaknya, semua tata krama pendakian gunung telah tuntas dilalui. Maka dengan perasaan riang gembira, dimulailah pendakian, menuju puncak Pangrango.
Pada awalnya, perjalanan pendakian berjalan mulus. Sekelompok pendaki pemula itu menginjakkan kaki di puncak Pangrango tanpa menemui aral yang berarti. Memandang hamparan bumi dari puncak Pangrango memang amat menyenangkan hati. Rasanya, segala peluh dan keluh saat mendaki terbayar sudah. Sedikitpun tidak terpancar dari wajah-wajah remaja tersebut perasaan susah. Saat di puncak Pangrango itu, yang ada hanya suka cita dan canda tawa. Mereka benar-benar tidak menyadari garis takdir kelabu yang telah menunggu…
Lewat tengah hari, puncak keceriaan itu segera harus diakhiri. Masih dengan energi yang melimpah ruah, perlahan mereka menjauhi puncak gunung, turun menapaki jalan sempit yang meliuk-liuk, kembali ke titik bertolak.
Sungguh, pesona rimba Pangrango telah mencuri hati keempat puluh pendaki pemula itu. Hati yang terbuai memperlambat langkah mereka, hingga tiba-tiba mereka menyadari bahwa matahari telah jauh tergelincir, petang terlanjur membentang di seluruh pelosok rimba Pangrango. Namun disaat harus bergegas, beberapa anggota rombongan mengeluh kecapaian dan sakit sehingga tak bisa menuntaskan perjalanan. Apa boleh buat, tendapun segera dipasang. Mereka memutuskan untuk bermalam di tengah jalan.
AWAL MALAPETAKA
Hari semakin gelap, lampu ‘emergency’ yang baru beberapa saat dinyalakan nampak semakin meredup. Beberapa orang terpaksa melanggar pemali, membakar ranting dan daun kering untuk keperluan makan-minum… saat itulah malapetaka dimulai …
Tiba-tiba udara terasa dingin sekali ! Berkali lipat lebih dingin dari beberapa saat sebelumnya. Kabut tebal tiba-tiba datang. Di seberang kabut, sekonyong-konyong muncul banyak cahaya merah. Sebagian anggota rombongan mencoba menyidik lebih cermat cahaya apakah itu … astaga ! Cahaya merah itu ternyata ratusan pasang mata !!
Ratusan pasang mata yang tak jelas ujudnya sedang mengamati. Semua anggota rombongan segera menyadari. Suasana senyap, semuanya ketakutan. Beberapa yang memiliki bekal ‘spiritual’ mencoba menetralisir keadaan dengan merapal ‘bebacaan’. Cukup lama berselang, akhirnya ratusan pasang mata yang menakutkan itu pun menghilang. Malam itu menjadi malam pertama yang menciutkan nyali !
Singkat cerita, rombongan pendaki itu tak jua sampai ke kaki gunung. Empat hari sudah mereka berputar-putar. Siang dan malam diteror ketakutan luar biasa. Setelah empat hari itu bahan makanan sudah hampir habis. Selama empat hari itu mereka kehausan karena semua air membeku menjadi es ! Selama empat hari itu bahan bakar tak pernah digunakan untuk memasak makanan, melainkan sekedar mencairkan air minum yang semuanya cepat membeku kembali! Mie instan pun dimakan mentah ! Sebagian besar rombongan histeris, kesurupan, stress. Isak tangis di sana-sini. Banyak pula yang berupaya menjatuhkan diri ke jurang, ingin bunuh diri, karena tak sanggup didera takut yang tak henti-henti. Hanya tak lebih dari sepuluh orang yang masih waras pikirannya, namun sudah lemah pula kondisi badannya. Millah, salah seorang yang masih ‘terjaga’, menceritakan kepada saya, betapa mereka yang sedikit itu kepayahan harus mengikat rekan-rekannya yang berniat terjun ke jurang. Luar biasa, empat hari itu sungguh menjadi hari paling menakutkan seumur hidup !
Syukurlah, pada siang hari, hari keempat, tak disangka mereka berpapasan dengan seorang kakek baik hati yang menunjukkan jalan turun ke bawah… alhamdulillah, semuanya selamat sampai di kaki, dan dapat pulang ke rumah masing-masing.
BELUM BERAKHIR
Satu minggu berlalu dari akhir pendakian, seharusnya kenangan buruk sudah mulai terlupakan. Namun ternyata tidak demikian… pemilik mata merah itu ternyata ‘mengintil’ hingga ke rumah ! (bersambung).
Ditunggu lanjutan kisahnya pak.
BalasHapusCerita mistik tentang pangrango sudah lama juga saya dengar. Tapi kenapa ya gara-gara hidupkan api, kok pengunggu gunung bisa marah? yg tahu kenapa, tolong dong kasih sikit ilmunya!
BalasHapusTolong dong nama-nama yang tersebut jangan pake nama asli, beberap ada yang asli.Kalau bisa artikel ini ditutup aja.Masih beresiko jangan2x ada ap2x
BalasHapusWew, jago juga neh menuliskan cerita ..lanjut dong, baru sampe kata "MENGINTIL" ..
BalasHapusDARI ADMIN :
BalasHapusBERHUBUNG BANYAKNYA KEBERATAN DARI BEBERAPA PELAKU KEJADIAN, MAKA NAMA DAN PERISTIWA YANG DITULIS DALAM POSTING INI TERPAKSA KAMI UBAH PADA BEBERAPA BAGIAN. NAMUN KEPADA PELAKU PERISTIWA, ADMIN MOHON MAAF KARENA SEMENTARA INI BELUM BISA MELULUSKAN KEINGINAN REKAN2 UNTUK MEN-DELETE ARTIKEL INI DENGAN ALASAN TELAH ADANYA PERUBAHAN2 DI ATAS. TERIMA KASIH.
kalo kata aki saya mah namanya ki ajid. .sudah tua dia mah ... . Yah namanya juga aki2. . .aki saya mah asli pribumi . .saya juga pribumi nama sayah asep. . .kenapah tidak boleh menyalakan api di malam hari? . .yah ini mah terserah akang2 mau percaya atawa tidak. . .itu karena dulu kisahnya. . .sang hiyang widi warto (dia teh jawara jahat yang raganya uda ga ada tapi energinya masih ketinggalan di alam kita kang. . Dia teh musuhnya kanjeng prabu surya kencana) singkat we. . .si widi warto teh dikalahkan oleh kajeng surken (surya kencana) dengan cra dibakar. . .mangkanya itu kang dia teh benci sama api. . .kulantaran energinya masih ada di situh ya jadi bgtulah, nyawa yg idup tanpa jasad ibarat bgt. Ya ini mah terserah akang2 mau percaya atau tidak,saya cuma mere nyaho apa yang saya tau dari aki sayah. . . .da kita mah mahluk aloh sagalana yang berkuasa aloh. . .
BalasHapusiya memang benar dunia kita bersinggungan dgn alam lain,,tapi insya allah klo kita dlm perjalanan mengingat allah pasti lancar, sbenarnya sya jga pendaki pemula,sya bru sekali daki gn. yaitu gn sumbing,, pda saat mendaki gn sya smpat melanggar pantangan gn trsbut,salah satunya tdk blh mengeluh pda saat mendaki,skitar menjelang magrib,saya pun melanggar pantangan itu,tp dampak yg sya rasakan tdk bgtu berat,hanya saja pda mlm hari saat berkemah tubuh saya menggigil kedinginan sehingga sya tdk bisa tidur,tp tmn sya pun tdk merasakan itu,saat sya mulai ketakutan,di luar pun sdg ada badai,sya pun ingat pda allah,sambil tiduran sya pun trs membaca doa,, dan akhirnya rasa dingin itu perlahan menghilang...dan sampai di bwh alhamdulillah slmat,meski kondisi sya nyaris ngedrop...
BalasHapushal trpenting yg perlu di ingat ikuti taati pantangan trsbt, jka tdk sengaja melanggar ingat lah tuhan mu,minta perlindungan kpd nya,,di jamin slamet...
mental sya pun blm brani bwat mendaki gn slamet,sebab pantangan nya sngat berat,,jika mendaki ksana ada hari2 yg tdk di anjurkan utk mendaki,,juru kunci pun enggan mengantarkan pendaki..
berbagi cerita dari pengalaman
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusIni kaya kejadian anak Savana nih, gw masih inget cerita detail nya, krna gw ada pas kejadian
BalasHapusKamu betul, ini kisah anak Savana Bintara. Beberapa yg tidak substansi saya ubah sedikit tapi inti cerita saya tulis utuh. Kamu salah satu pelaku cerita, silahkan ditambahkan berdasar pengalaman kamu ...
HapusMakasih gan untuk sharing cerita nya
BalasHapusbagus gan untuk jadi pelajaran buat yang lain .
BalasHapus