Saat ini Sudan, sebuah negara mayoritas muslim di Afrika Tengah sedang mengalami perang saudara yang kebablasan menjadi genosida, yaitu pembantaian massal terstruktur kepada pihak lawan. Pihak yang bertikai adalah dua kelompok militer, yaitu militer reguler negara Sudan (SAF) dan militer non reguler (RSF). Petinggi RSF menolak dimasukan dalam struktur militer reguler (SAF) karena menghilangkan dominasi mereka atas sumber daya alam terutama emas yang sejak puluhan tahun sudah dinikmati. Saat ini eksploitasi emas di Sudan lebih dari 40 ton per tahun.
Kok bisa ada militer non reguler (RSF) di Sudan ?
Keberadaan RSF berawal dari meletusnya pemberontakan masyarakat non Arab di Darfur tahun 2003. Presiden Omar al Bashir mempersenjatai masyarakat arab di Darfur (milisi, tentara bayaran) untuk melawan pemberontak, belum jelas alasan Bashir tidak mengirim militer resmi (SAF).
Setelah milisi berhasil mengatasi pemberontakan Darfur, mereka menjadi pasukan elite yang dikirim untuk meredakan berbagai perlawanan yang muncul di bantak daerah dan melayani kepentingan pribadi serta politik Bashir. Milisi juga diberi hak pengelolaan tambang emas di Darfur. Pada 2013 milisi elite ini diberi nama "Rapid Support Forces" (RSF) yang komandonya dibawah Departemen Pertahanan, bukan dibawah komando militer reguler.
Hak pengelolaan tambang emas menjadikan RSF berkembang menjadi organ para militer yang mapan secara finansial, memilki alat-alat berat menyaingi militer reguler. Dalam pengelolaan emas, RSF bekerjasama dengan beberapa negara terutama UEA.
Pada 2019 rezim Omar al Bashir berakhir, pada April 2023 RSF menolak integrasi ke dalam militer reguler dan menyatakan perang terbuka kepada SAF.
Di Indonesia, kekuatan militer hanya dibawah komando Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ide membuat angkatan bersenjata di luar TNI (dulu bernama ABRI) pernah muncul dan ditolak pada tahun 1960an.
___________
Penulis
Hamdan A Batarawangsa
