Teks Pancasila dibaca setiap upacara bendera, pada jaman orba bahkan harus dihapal. Hal demikian agar bangsa Indonesia muda tidak boleh lupa dengan konsep negara yang didirikan oleh para pendahulu, konsep negara itu bernama PANCASILA, dari sanalah konstitusi negara dan segala aturan seharusnya mengacu. Melenceng dari Pancasila berarti melenceng dari konsep negara Indonesia 1945.
Belum satu abad sejak berakhirnya Perang Dunia II, kita menyaksikan pecahnya India menjadi India dan Srilanka yang Hindu dan Pakistan-Bangladesh yang muslim, runtuhnya Yugoslavia menjadi beberapa negara seperti Bosnia Herzegovina yang muslim dan Kroatia-Serbia yang kristen, bersatunya Jerman Timur (sosialis) dan Jerman Barat (kapitalis) menjadi Jerman yang baru, hilangnya Uni Sovyet kemudian menjadi Rusia, Chechnia, Belarusia, Ukraina, Uzbekistan, dan lain-lain. Faktor religi, etnik, Bahasa, dan budaya menjadi salah satu sebab mendasar dari perpecahan, persatuan, lahir, dan musnahnya negara.
Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan di bulan suci yang keramat bagi umat Islam, yaitu Ramadlan, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 adalah negara dengan bangsa multi religi, multi etnik, multi bahasa, dan multi budaya. Ketika orang menyaksikan Yugoslavia dan Uni Sovyet runtuh, kekhawatiran muncul pada negara Republik Indonesia. Namun bukannya melemah, meski ada saja yang berusaha memecah-belah, justru semakin banyak yang bersorak NKRI harga mati! Bagaimana bisa negara Republik Indonesia yang sangat heterogen tetap kokoh dan teguh dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) hingga detik ini?
Kesadaran berbangsa dicetuskan dalam organisasi Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian diperkuat dengan Sumpah Pemuda perwakilan dari seluruh Nusantara tahun 1928 yang dengan bulat menyatakan berbangsa dan bertanah air Indonesia serta menjungjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia, dengan menyadari dan menerima takdir ke-bhinekaan justru sebagai kekayaan dan modal untuk saling menyempurnakan dan memperkuat persatuan. Sumpah Pemuda 1928 sangat strategis dan sakral, sebagai maha karya jenius anak-anak muda bangsa, titik tolak tetap kokohnya negara Republik Indonesia hingga saat ini. Frasa Bhineka Tunggal Ika yang tertulis dalam buku kuno karya cendekia Nusantara telah direaktualisasikan kembali oleh bangsa Nusantara baru yang bernama Indonesia.
Kesadaran kebangsaan semakin matang setelah 1928, dan mencapai salah satu titik penting berikutnya pada 1945 melalui keputusan untuk memproklamasikan kemerdekaan berdirinya sebuah negara, negara Republik Indonesia yang legal secara de facto dan de jure dengan segala kelengkapannya sebagai negara, yaitu berbangsa, berteritori (wilayah), dan berkonstitusi dengan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila adalah konsep dasar negara Indonesia : seperti apa, bagaimana pelaksanaannya, dan apa tujuan negara yang hendak dicapai. Pancasila sebagai konsep dasar negara, yang kemudian disebut dasar negara, adalah acuan dari disusunnya konstitusi negara. Tidak semua negara didirikan dengan sangat terencana seperti halnya Indonesia, yang memiliki konsep yang tertulis dengan jelas dan tegas (Pancasila), yang menjadi sumber dari segala sumber hukum, ibu dari konstitusinya.
Ketuhanan dan kemanusiaan adalah ontologinya Pancasila, yaitu ruh Pancasila yang menjadi pijakan epistemologis dan aksiologisnya. Ketuhanan dan kemanusiaan yang dalam religi Islam diistilahkan sebagai habluminallah (hubungan vertikal dengan Allah) dan habluminannas (hubungan horizontal sesama manusia) adalah prinsip utama segala ibadat Islam, agama yang dianut mayoritas bangsa Indonesia, yaitu satu kesatuan antara ketuhanan dan kemanusiaan seperti iman (ketuhanan) dan amal sholeh (kemanusiaan), puasa (ketuhanan) dan zakat (kemanusiaan), shalat (ketuhanan) dan sedekah (kemanusiaan), dan sebagainya. Aspek ketuhanan selalu bersamaan dengan aspek kemanusiaan.
Nasionalisme dan demokrasi adalah epistemologisnya Pancasila, yaitu cara berbangsa-bernegara dalam keseharian dan dalam mencapai tujuan nasional. Berbangsa dan bernegara menurut Pancasila adalah melalui persatuan (ukhuwah), kekompakan, keguyupan, kekeluargaan, kerukunan, gotong-royong, cinta tanah air, patriotisme, dan musyawarah-mufakat. Supomo, Mochamad Yamin, dan Sukarno menyampaikan pemikiran tentang konsep negara yang hampir serupa, yang kini tertulis secara baku sebagai sila-sila Pancasila, namun Sukarno menitikberatkan konsep negara pada aspek epistemologis, yaitu bagaimana negara Indonesia akan dijalankan. Maka pada pidato sidang PPKI tanggal 1 Juni 1945 Sukarno menyarikan Pancasila sebagai frasa gotong-royong. Nilai gotong-royong yang epistemologis dalam nasionalisme dan demokrasi, sesungguhnya terkandung dalam semua sila-sila Pancasila yang ontologis (ketuhanan dan kemanusiaan) maupun aksiologis (keadilan sosial).
Jika pada sila ke-1 dan ke-2 menjadi ontologinya Pancasila, yang merupakan ruh dari Pancasila, dan sila ke-3 serta ke-4 merupakan epistemologinya, yaitu cara berbangsa-bernegara sekaligus cara mencapai tujuan nasional, maka sila ke-5 adalah aksiologinya, yaitu tujuan pokok bangsa dan negara Indonesia. Sila ke-5 Pancasila berisi frasa Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu adil dalam hukum, adil dalam kesempatan memperoleh pekerjaan yang layak, adil dalam layanan dan perlakuan oleh aparatur negara, adil dalam memperoleh bantuan sosial dan tunjangan negara, dan sebagainya. Tujuan negara Indonesia mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mendapatkan hambatan dari kesadaran politik masyarakat yang rendah dan gangguan dari aparatur negara yang korup dan nepotis sejak tingkatan terendah hingga jajaran tertinggi, terkhusus sejak dimulainya era otonomi daerah dimana Bupati-Walikota dan DPRD memiliki kekuasaan otonom hampir 100% untuk mengatur wilayahnya masing-masing tanpa campur tangan pemerintah pusat, baik menyangkut pembinaan/pemberdayaan aparatur, peraturan daerah, pemberian ijin-ijin, perekrutan PNS, pengelolaan keuangan, dan penyusunan rencana pembangunan beserta evaluasinya. Kesadaran politik masyarakat harus ditingkatkan agar ada pengawasan penyelenggaraan negara khususnya ditingkat kabupaten-kota dan mencegah terjadinya kanibalisme dimana aparatur merampok kue pembangunan untuk kepentingannya sendiri.
Pancasila sebagai konsep utama negara Indonesia memiliki sistematika yang sedemikian rupa sehingga menjawab apa itu negara Indonesia, yaitu negara yang religius dan humanis (keseimbangan habluminallah-habluminannas); bagaimana cara berbangsa-bernegara dan mencapai tujuan nasional, yaitu dengan cara persatuan dan demokrasi musyawarh-mufakat; dan apa tujuan negara Indonesia, yaitu mewujudkan keadilan sosial. Pancasila sebagai konsep utama negara adalah ibu dari konstitusi negara Indonesia dan pijakan tafsiran bangsa Indonesia atas konsep hak asasi manusia. Umum diketahui, hak asasi manusia yang seharusnya universal, sejauh ini lebih sebagai pemaksaan perspektif barat yang mengakomodasi kepentingan mereka saja, bukan mewakili dan mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan umat manusia. Konsep hak asasi manusia saat ini perlu didefinisikan ulang karena merupakan klaim sepihak komunitas barat dan sarat kepentingan politik. Pembakaran kitab suci di Swiss dianggap sebagai hak asasi kebebasan berpendapat namun merupakan pelanggaran hukum di Rusia dan penghinaan di Indonesia. Perilaku dan kampanye LGBT (Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender) dianggap sebagai ekspresi hak asasi di barat tapi merupakan tindak asusila dan kelainan/penyakit mental di Indonesia. Tafsiran hak asasi manusia atas contoh kasus pembakaran kitab suci dan LGBT di atas jika merujuk pada Pancasila berbenturan dengan sila ke-1 sebagai bangsa-negara religius. Kompromi pada aksi pembakaran kitab suci dan kampanye LGBT tersebut sesungguhnya merupakan kompromi untuk mengubah konsep negara Indonesia !
Ketahanan bangsa-negara Indonesia hingga saat ini adalah karena masih konsistennya bangsa ini dengan konsep negara Pancasila yang dirumuskan para pendiri negara, meski rongrongan mengubah konsep negara Pancasila tidak pernah henti dihembuskan berbagai pihak. Rumusan baku Pancasila : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah konsep negara Republik Indonesia yang perlu dihayati. Semua berangkat dari konsep.
[1] Pidato Presiden
Sukarno di Kongres Amerika Serikat tahun 1956 bahwa Pancasila adalah dasar
negara Indonesia yang terdiri dari ketuhanan, kemanusiaan, nasionalisme,
demokrasi, dan keadilan social.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar pada space yang tersedia. Komentar akan muncul setelah disetujui Admin.