Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

03 September 2021

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Penulis Bataragema


Latar Belakang Ide Otonomi Daerah 

Pada Agustus 1997 terjadi awal krisis keuangan di Indonesia yang diikuti demonstrasi mahasiswa di seluruh daerah. Krisis keuangan akibat perubahan kurs rupiah yang anjlok dalam waktu singkat seharusnya tidak terjadi jika barang-barang import tidak dominan dalam segala aspek industri. Hal ini kemudian memunculkan tudingan bahwa negara telah mengalami “salah urus” atau sistem negara yang keliru. Selain itu, kegiatan pembangunan nasional era “orde baru” sangat tidak merata : tahun 1998 masih banyak daerah yang belum terakses listrik dan terisolir karena prasarana jalan yang sangat minim. Di Aceh, Timor-timur (sekarang Timor Leste), dan Papua (ketika masih bernama Irian Jaya) muncul gerakan separatis karena ketidakpuasan dengan pembangunan nasional yang tidak berkeadilan. Sejak tahun 1998 muncul jargon “anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (anti KKN) dan ide “negara federal” untuk Indonesia dari beberapa tokoh nasional, diantaranya Amien Rais. 



Sidang MPR yang perdana di era reformasi membuahkan amandemen pada beberapa pasal UUD 1945, diantaranya yang berkenaan dengan otonomi daerah pada pasal 18, yang dikuatkan dengan TAP MPR No. XV tahun 1998 dan No.IV tahun 2000. Otonomi Daerah adalah opsi moderat dari sistem negara federal. 

Apa itu Otonomi Daerah 

Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri (Arum, 2009). Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. 

Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, otonomi bermakna membuat perundang-undangan sendiri (zelfwetgeving) namun dalam perkembangannya—menurut Ahmad Fauzi, 2019--konsepsi otonomi daerah selain mengandung arti zelfwetgeving (membuat perda-perda), juga utamanya mencakup zelfbestuur (pemerintahan sendiri). 

Sehingga otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. 

Berikut ini adalah dasar hukum dari otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah sudah diatur dan disepakati dalam peraturan undang-undang yang telah ada di Indonesia (Selma, 2020), yaitu: 
1). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Revisi dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004) 
2). Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah 
3). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 
4). Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Pemerintah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah 
5). Ketetapan MPR Ri Nomor XV/MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian, Pengaturan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Nasional yang adil, dan keseimbangan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia 
6). Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 18 ayat 1-7, Pasal 18 A ayat 1-2, Pasal 18 B ayat 1-2 
        
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. 
        
Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839). 
        
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah[5] sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). 
        
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). 
        
Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. 
        
Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada empat, yaitu: 
1). Sentralisasi, yaitu sistem pemerintahan dimana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat 
2). Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri 
3). Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 
4). Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, kota atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Hera, dkk., 2004). 

Berikut ciri-ciri yang membedakan antara Negara Kesatuan, Negara Federal, dan Negara dengan Otonomi Daerah : 

Negara Kesatuan

Negara Federal

Otonomi daerah

Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)

Setiap daerah mempunyai UUD daerah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum tersendiri)

Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)

Perda terikat dengan UU

UUD daerah tidak terikat dengan UU negara

Perda terikat dengan UU

Hanya Presiden/Raja berwenang mengatur hukum

Presiden/Raja berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah

Hanya Presiden/Raja berwenang mengatur hukum

DPRD (provinsi/negara bagian/dst) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR

DPRD (provinsi/negara bagian/dst) punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR

DPRD (provinsi/negara bagian/dst) tidak punya hak veto terhadap UU negara yang disahkan DPR

Perda dicabut pemerintah pusat

Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah

Perda dicabut pemerintah pusat

Sentralisasi

Desentralisasi

Semi sentralisasi

Bisa interversi dari kebijakan pusat

Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat

Bisa interversi dari kebijakan pusat

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat

APBN dan APBD tergabung

APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara

APBN dan APBD tergabung

Pengeluaran APBN dan APBD dihitung perbandingan

Pengeluaran APBN dan APBD dihitung pembagian

Pengeluaran APBN dan APBD dihitung perbandingan

Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat

Setiap daerah diakui sebagai negara berdaulat dan sejajar

Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat

Daerah diatur pemerintah pusat

Daerah harus mandiri

Daerah harus mandiri

Keputusan pemda diatur pemerintah pusat

Keputusan pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat

Keputusan pemda diatur pemerintah pusat

Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan

Ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan

Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan

Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama

Masalah daerah merupakan tanggung jawab pemda

Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama

3 kekuasaan daerah tidak diakui

3 kekuasaan daerah diakui

3 kekuasaan daerah tidak diakui

Hanya hari libur nasional diakui

Hari libur terdiri dari pusat dan daerah

Hanya hari libur nasional diakui

Bendera nasional hanya diakui

Bendera nasional serta daerah diakui dan sejajar

Bendera nasional hanya diakui

Hanya bahasa nasional diakui

Beberapa bahasa selain nasional diakui setiap daerah

Hanya bahasa nasional diakui

 


Harapan Otonomi Daerah 

      
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut : 
• Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. 
• Pengembangan kehidupan demokrasi. 
• Keadilan nasional. 
• Pemerataan wilayah daerah. 
• Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan   NKRI. 
• Mendorong pemberdayaaan masyarakat. 
• Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan            peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 

       
Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. 
        S
Seharusnya, dengan otonomi daerah, Indonesia akan lebih baik. 

Masalah-masalah Otonomi Daerah 

Otonomi Daerah memberi kewenangan kepada pemerintahan kabupaten dan kota untuk mengurus dirinya sendiri, mulai pengangkatan ASN, membuat anggaran pendapatan dan belanja keuangan, membuat program dan prioritas pembangunan, hingga membuat peraturan-peraturan khusus untuk daerahnya masing-masing. Dengan demikian, peran bupati/walikota, DPRD, dan masyarakat dituntut lebih tinggi baik kuantitas dan maupun kualitasnya. Namun otonomi daerah bukan tanpa kelemahan. Kelemahan otonomi daerah adalah jika pengawasan masyarakat kurang, kinerja aparatur akan rendah dan kegiatan pembangunan menjadi tidak efektif. Otonomi daerah juga akan memunculkan “raja-raja” lokal dari klan keluarga pribumi yang menguasai pemerintahan dan perekonomian di daerahnya masing-masing. Jika pengawasan masyarakat rendah, otonomi daerah bisa mengembalikan demokrasi, birokrasi, dan kegiatan bisnis ke kondisi era “orde baru” yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme. 


Referensi 
Arum Sutrisni Putri (2019). "Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya". Kompas.com. 

Achmad Fauzi (2019). "Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan Pemerintahan Daerah Yang    baik". Jurnal Spektrum Hukum. 16 (1): 127. ISSN 1858-0246. 

Selma Intania Hafidha (2020). "Tujuan Otonomi Daerah, Lengkap dengan Pengertian, Dasar        Hukum, dan Prinsipnya". Liputan6.com. Diakses tanggal 1 Januari 2021. 

Hera Fauziah, Mexsasai Indra, Abdul Ghafur (2016). "Aktualisasi Asas Otonomi Dalam Undang-           Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi Daerah". Jurnal Online Mahasiswa Fakultas                Hukum. 3 (2): 9-10. ISSN 2355-6781.

Wikipedia