Tanpa kejernihan hidup yang bagaimana, manusia bisa berdamai dengan kematian ? Tak ada kebaikan yang tak berbalas, tak ada keburukan yang tak bersanksi. My wisdom goes over the sea of wild wisdom

10 Oktober 2014

GAUDEAMUS IGITUR



Judul asli :
De Brevitate Vitae (Dalam Singkatnya Kehidupan),

Lagu ini sama sekali tidak mengajarkan hedonisme, malah mengingatkan para sarjana akan kematian ... silahkan disimak syairnya ...


” Gaudeamus igitur Juvenes dum sumus Post jucundum juventutem Post molestam senectutem Nos habebit humus ” 

Artinya : ” Mari kita bersenang-senang selagi masih muda. Setelah masa muda yang penuh keceriaan, Setelah masa tua yang penuh kesukaran, Tanah akan menguasai kita ”

” Ubi sint qui ante nos In mundo fuere? Vadite ad superos Transite in inferos Hos si vis videre ” 

Artinya : ” Kemana orang-orang sebelum kita yang pernah hidup di dunia ini? Terbanglah ke surga Terjunlah ke dalam neraka Bila kau ingin menjumpai mereka ” (Terlihat jika di lagu ini juga ada peringatan akan adanya surga dan neraka. Orang2 sebelum kita ada di dua tempat itu, dan pilihan ada di tangan kita, mau kemanakah kita kelak ?)

” Vita nostra brevis est Brevi finietur Venit mors velociter Rapit nos atrociter Nemini parcetur ” 

Artinya : ” Hidup kita sangatlah singkat Berakhir dengan segera Maut datang dengan cepat Merenggut kita dengan ganas Tak seorang pun mampu menghindar ” (Disini ada himbauan untuk memanfaatkan masa muda sebaik mungkin, karena masa tua akan segera datang, dan tidak ada yang dapat menghindari takdir untuk menjadi tua.)

Vivat academia! Vivant professores! Vivat membrum quodlibet! Vivat membra quaelibet! Semper sint in flore 

Artinya : ” Panjang umur kampusku! Panjang umur para dosen! Panjang umur seluruh mahasiswa! Panjang umur seluruh mahasiswi! Semoga kalian semua akan terus berkembang ” (Bait ini sebagai penghormatan kepada kampus dan guru kita, dan semua mahasiswa di kampus kita. Terlihat status di bait ini adalah mahasiswa, jadi ini merujuk kepada adik2 tingkat kita)

” Vivant omnes virgines Faciles, formosae. Vivant et mulieres Tenerae, amabiles Bonae, laboriosae. ” 

Artinya : ” Panjang umur para gadis! Yang sederhana dan elok Panjang umur para wanita! Yang lembut dan penuh cinta Jujur, pekerja keras ” ( Bait ini ditujukan untuk menghormati para gadis dan wanita, yang kelak akan menjadi seorang ibu, dan melahirkan sarjana2 baru… )

” Vivat et republica! Et qui illam regit Vivat nostra civitas! Maecenatum caritas Quae nos hic protegit ” 

Artinya : ” Hidup negaraku! Dan pemerintahannya Hidup kota kami! Dan kemurahan hati para dermawan Yang telah melindungi kami ” (Bait ini ditujukan untuk negara, pemerintahan pusat, pemerintahan kota, dan para bangsawan (pengusaha ?) yang banyak melindungi para mahasiswa.

” Pereat tristitia Pereant osores Pereat diabolus Quivis antiburschius Atque irrisores ” 

Artinya : ” Enyahlah kesedihan Enyahlah kebencian Enyahlah kejahatan Dan siapa pun yg anti perkumpulan mahasiswa Juga mereka yang mencemoh kami ” (Bait ini merupakan doa agar kita semua terhindar dari hal hal yang disebut pada bait ini)

” Quis confluxus hodie Academicorum? E longinquo convenerunt Protinusque successerunt In commune forum ” 

Artinya : ” Siapa yang sekarang telah berkumpul di universitas ini? Sejak lama mereka telah berkumpul Dan kemudian bersatu dalam forum bersama ”

” Vivat nostra societas! Vivant studiosi! Crescat una veritas Floreat fraternitas Patriae prosperitas ” 

Artinya : ” Hidup persahabatan kita! Hidup studio! Semoga kebenaran dan kejujuran tercapai Tumbuh bersama perkumpulan kita Dan tanah air kita akan sejahtera ” (Dahulu, di yunani banyak universitas yang mengajarkan sasta dan seni, sehingga disebut studio)

” Alma Mater floreat Quae nos educavit Caros et commilitones Dissitas in regiones Sparsos, congregav ” 

Artinya : ” Majulah almamater Yang telah mendidik kami Kepada sahabat dan kawan-kawan Yang terpisah di berbagai wilayah Mari kita berkumpul ”


Biasanya lagu yang sering diperdengarkan di saat wisuda hanya 2 bait seperti ini :

Bait 1: ” Gaudeamus igitur Juvenes dum sumus Post jucundum juventutem Post molestam senectutem Nos habebit humus ” Artinya : ” Mari kita bersenang-senang Selagi masih muda Setelah masa muda yang penuh keceriaan Setelah masa tua yang penuh kesukaran Tanah akan menguasai kita “

Bait 4: ” Vivat academia! Vivant professores! Vivat membrum quodlibet! Vivat membra quaelibet! Semper sint in flore ” Artinya: ” Panjang umur kampusku! Panjang umur para dosen! Panjang umur seluruh mahasiswa! Panjang umur seluruh mahasiswi!

Rujukan :  http://obedoke.wordpress.com
Sumber gambar : beasiswasekolahku.wordpress.com

03 Oktober 2014

POLEMIK PILKADA, LANGSUNG ATAU TIDAK ..... I DON'T CARE




Oleh :
Hamdan Arfani

Awalnya saya malas membahas soal pilkada ini, I don’t care … tapi dari waktu kewaktu nampaknya makin jelas ada sebagian oknum memaksakan pendapatnya yang mengatasnamakan ‘rakyat’ … lha, saya juga kan rakyat, dan saya tidak sependapat!

Lebih parah lagi dikatakan bahwa  pemilihan tidak langsung itu tidak demokratis dan merampas hak rakyat ... weleh ... jangan lupa Bung kita orang Indonesia, demokrasi kita demokrasi pancasila bukan demokrasi ala 'amrik' atau ala 'euro'... Para "Founding Father" tidak alpa saat merumuskan dasar negara sila ke-4 ... 

Lebih ngaco lagi ada yang bilang pemilihan tidak langsung adalah kemunduran dan tidak reformis.  Tahun 1998 saya ikut demonstrasi  sama seperti mahasiswa lainnya kala itu.  Saya mendengar langsung pemikiran ‘neo liberalism-neo kapitalism’ dari Bung BS .  Saya juga pernah ‘berhadap-hadapan’  dengan Mr. AA yang sekarang jadi staf khusus Presiden.  Saya juga mengikuti sepak terjang  Sdr. S dengan Forkot-nya … intinya sedikit banyak saya mengalami dan menyimak apa yang terjadi kala itu. Reformasi tidak 'ngurusi' soal pilih langsung atau tidak ... itu terlalu remeh ... langsung atau tidak keduanya sama-sama demokratis, sama derajatnya, tinggal disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kultur bangsa.

Demonstrasi mahasiswa 1998 menuntut reformasi (pembaruan) dengan tiga agenda perang, yaitu perang terhadap  (1) Korupsi, (2) Kolusi, dan (3) Nepotisme.  Kini di tahun 2014 kita semua tahu bahwa reformasi telah gagal.  Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang dulu ingin dibasmi sekarang telah nyata kemenangannya.

Justru, sejauh pengamatan awam saya, pukulan pertama yang merontokkan gerakan reformasi adalah diberlakukannya otonomi daerah dan pemilihan umum langsung.  Otonomi Daerah (otda) merupakan penjelmaan ide ‘Negara Federasi Indonesia’ yang pernah ‘Bapak Reformasi’, Pak Amien Rais lontarkan.  Pak Amien berasumsi dengan pemberian otonomi pada daerah, daerah akan lebih cepat mencapai kesejahteraan karena kontrol lokal menyangkut  KKN lebih cermat.  Kini di tahun 2014 sudah sangat nyata, bahwa asumsi Pak Amien itu salah, bahkan beliau sendiri pernah mengatakan dengan gentleman tentang kesalahan asumsinya itu dibeberapa kesempatan.  

Setelah berlaku Otonomi Daerah, apa yang terjadi ?  Yang terjadi adalah munculnya raja-raja kecil di tiap daerah,  yang terjadi adalah berkurangnya pengawasan pusat karena kini yang mengawasi adalah rakyat jelata  yang sebagian besar terbelit kemiskinan … miskin harta, miskin informasi, dan miskin pengetahuan bagaimana melakukan kontrol yang terorganisir.  Munculnya ‘raja’ dan kurangnya pengawasan akhirnya membiakkan KKN yang  jauh lebih dahsyat.  

Tentang Pemilihan Langsung.  Di Indonesia, sejatinya para ‘wakil rakyat’ sudah ada sejak jauh sebelum pemilu dikenal. Kala itu segala sesuatu diputuskan dengan cara musyawarah – mufakat.  Kultur Indonesia adalah kultur musyawarah- mufakat, bukan voting… seperti halnya kultur toleransi  bukan konflik. Maka musyawarah dan pemilihan tidak langsung (perwakilan) sebetulnya adalah budaya asli Indonesia.  Itulah sebabnya sila ke-4 Pancasila berbunyi :  KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN.  Sekarang, tinggal para elite negara ini ... konsisten atau tidak, setia atau tidak dengan Pancasila !!!

Kini, kita diberi hak untuk memilih langsung calon presiden, memilih calon anggota DPR, memilih calon Gubernur, memilih calon Bupati … memilih orang-orang yang sesungguhnya tidak  kita kenal… kecuali hanya meraba-raba, menduga-duga saja.  Apalagi informasi yang kita terima menjelang ‘pemilihan’ sangat tendensius.  Alih-alih memilih orang jujur … yang terpilih  bisa jadi  justru penipu, koruptor, dan tukang kawin …  weleh.  Pemilihan secara langsung menebar benih perilaku sogok (money politic).  Jika terpilih, maka yang menyogok akan segera mengembalikan ‘ongkos’ dengan cara korupsi.

Kesimpulan.  Saya tidak ambil pusing soal pilkada langsung atau tidak.  Buat oknum yang mengatasnamakan rakyat bahwa rakyat menghendaki  langsung … menghendaki tidak …   tolong jangan mengklaim sembarangan.  Yang penting bukan langsung atau tidak, yang penting fokus saja dengan agenda reformasi, yaitu perang pada KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme.  Itu saja.

Serta stop kebiasaan menjelek-jelekkan kelompok lain, kelompok yang dijelek-jelekkan belum tentu kejelekannya.  Tapi kelompok yang menjelek-jelekkan sudah PASTI jeleknya !