Baru-baru ini terjadi tragedi genosida yang dilakukan Israel terhadap penduduk Palestina di Gaza yang dikuasai Hamas. Ribuan penduduk sipil Gaza, mulai orangtua hingga bayi terbunuh dalam gempuran bom dan roket Israel selama beberapa hari tanpa henti. Hamas bersikukuh bahwa satu-satunya solusi konflik Israel-Palestina hanyalah enyahnya Israel dari bumi Palestina yang telah dijajahnya sejak puluhan tahun silam, demikian pula Israel yang berusaha menguasai seluruh tanah Palestina. Beberapa negara melalui PBB memberikan usul solusi "dua negara" namun sejauh ini Israel-Hamas sama sekali tidak ada titik temu, keduanya bersikeras dengan keinginannya masing-masing. Sebagai informasi, Hamas adalah salah satu faksi politik mayoritas di Palestina disamping Fattah. Hamas menguasai Gaza, sedangkan Fattah menguasai Tepi Barat.
Indonesia yang sejak awal mendukung kemerdekaan Palestina tidak bisa berbuat banyak. Meski Indonesia berusaha berperan bebas dan aktif berkontribusi dalam upaya perdamaian, namun dalam kapasitasnya sekarang mustahil diterima menjadi penengah dalam masalah Israel-Palestina. Indonesia mungkin diterima Palestina, namun Israel pasti menolak. Tidak ada hubungan diplomatik Indonesia-Israel menjadi alasan utama Israel mempertanyakan netralitas Indonesia.
____
Tidak sengaja saya menemukan file tua, sebuah naskah ketikan manual tahun 1999, ditulis oleh seorang anak muda usia 20 tahunan yang saat itu masih berstatus mahasiswa tingkat akhir di sebuah PTN di Lampung. Tulisan ini tentang Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) yang baru sebulan menjadi Presiden RI dan langsung membuat langkah kontroversial mengungkapkan ke publik pentingnya membuka hubungan dagang RI-Israel. Tulisan ini menjadi istimewa karena mengungkap alasan strategis keinginan Gus Dur yang sangat relevan dengan situasi serta kondisi politik dunia sekarang, dan prediksi futuristik dari seorang anak muda yang ternyata terbukti adanya peralihan perseteruan ideologi, dari "Barat — Komunis" menjadi "Barat - Islam".
Berikut kutipan sebagian isi tulisan tersebut :
Permusuhan umat Islam — Israel bukan cerita baru. Sejarah mencatat, pada abad ke-7 untuk pertama kalinya kaum mukminin (baca: muslimin) — bani Israel terlibat dalam peperangan, yaitu perang al Ahzaab. Kala itu bani Israel mengkhianati kaum mukminin yang tengah berperang mempertahankan kota Madinah dari serbuan kaum kafir Mekkah. Selain itu, pada kitab suci umat Islam banyak sekali pesan agar waspada kepada bani Israel dalam berbagai ceritera yang mengisahkan perbuatan dan kecenderungan buruk bani Israel sejak nabi Yakub, Musa, hingga Isa al Maseh, diantaranya membunuhi para nabi dan mengubah teks pada kitab suci. Ditambah lagi, pada tahun 1973 bangsa Israel yang didukung Inggris melakukan penjajahan dan pengusiran warga pribumi (Muslim, Nasrani, Yahudi) di Palestina lalu meletus perang Yom Kippur.
Berdasarkan keterangan di atas, bisa dipahami jika keinginan presiden Gus Dur untuk membuka hubungan dagang dengan Israel amat ditentang bangsa Indonesia yang mayoritas adalah kaum muslimin.
Pada pidato sambutan saat pengangkatannya sebagai presiden, Gus Dur mengutarakan visinya untuk membangun citra dan harga diri bangsa Indonesia (baca : umat Islam) yang telah lama terkoyak, agar kembali menjadi bangsa yang besar dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Berangkat dari visi yang disampaikan, niat dibukanya hubungan dagang RI-Israel sebetulnya menjadi hal yang tidak aneh. Gus Dur sebetulnya sedang berusaha mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, menjadi HAKIM di jagad persada.
Agar Islam menjadi rahmatan lilalamin dan umat Islam menjadi hakim di jagad persada, maka menjadi POROS TENGAH dunia adalah sebuah langkah strategis. Setelah blok timur runtuh, selanjutnya perseteruan ideologi berubah menjadi BARAT — ISLAM. Hal inilah yang ingin dihindari oleh Gus Dur. Gus Dur ingin Islam berada strata yang lebih tinggi dari itu, yakni sebagai penengah dan hakim.
Dibukanya hubungan dagang RI — Israel adalah sebuah manufer politik strategis. Percayalah, perang Barat — Islam sebenarnya lebih tepat ditulis Israel — Islam. Langkah Gus Dur dengan membuka hubungan baik dengan Israel akan mengubah wacana tersebut menjadi Israel — Arab, karena pencaplokan palestina oleh Israel akan menjadikan negara-negara Arab sebagai rival sejati Israel. Sementara itu, Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas Islam terbanyak di dunia dengan cerdik keluar dari posisi tanding yang selama puluhan tahun terbukti mandul, mejadi posisi wasit yang membawa misi besar kemanusiaan universal, bukan cuma berkah bagi bangsa Arab, tapi juga bagi seluruh umat manusia sedunia.
Konsep poros tengah Gus Dur bukan Cuma menggugurkan kesan ekstrimis-radikalis di wajah Islam (dan memang sesungguhnya tidak demikian) yang selama ratusan tahun berurat berakar di Barat akibat propaganda, tapi juga dalam waktu dekat akan menggeser posisi Amerika yang selama ini berperan sebagai hakim dunia, untuk berbagai tempat dengan Indonesia (Islam) sebagai hakim dunia yang baru. (Nopember 1999).
____
Dalam konteks kekinian, peta kekuatan dunia telah bergeser dinamis dimana Cina, Rusia, Iran, dan Arab Saudi membentuk blok baru, politik poros tengah Gus Dur tetap relevan, bahkan sebenarnya merupakan reinkarnasi dari semangat Dasa Sila Bandung KTT Asia Afrika 1955 yang melahirkan Gerakan Non Blok. Ide menjadi pihak penengah mestilah menjadi kekhasan politik bangsa Indonesia, baik dalam kancah internasional maupun nasional, sehingga spirit politik kita adalah kerukunan dan kerjasama (gotong-royong), bukan persaingan. Bukankah persaingan adalah khas hukum rimba, dan kerjasama adalah cara dunia keadaban bekerja?
