Oleh Bataragema
Jika wudhu adalah pembersihan, maka sholat adalah pelekatan. Butuh membersihan permukaan jika kita ingin merekatkan sesuatu dengan sangat kuat. Wudhu dan shalat, jika diyakini sebagai kebudayaan, maka adalah kebudayaan yang sangat tinggi. Soedjatmoko berpendapat bahwa kebudayaan memiliki fungsi sebagai sekolah (edukasi), sebagai instrument bagi tiap individu dalam ikhtiarnya mencapai taraf insan paripurna dan keberadaban suatu bangsa.
Dalam agama Islam, wudhu dan shalat adalah salah satu syariah (mata pelajaran) disamping syariah-syariah yang lain seperti puasa dan haji. Wudhu dan shalat sarat dengan pelajaran moral, gerakannya berfaedah bagi kesehatan (Hembing Wijayakusumah menyatakan bahwa gerakan ruku bisa mencegah bungkuk dan sujud adalah latihan memperkuat pembuluh darah di otak), dan karena harus diulang lima kali sehari, maka wudhu dan shalat juga membentuk kebiasaan yang tujuan akhirnya adalah karakter sesuai dengan pesan moral yang berulang-ulang diucapkan dan disimbolisasikan dalam gerakannya. Sejauh pengetahuan Penulis, hanya Islam satu-satunya agama di dunia yang memiliki instrumen-instrumen pembentukan karakter.
Pesan Moral dari Wudhu dan Sholat
Wudhu adalah pembersihan, tapi bukan pembersihan biasa. Wudhu tidak bisa digantikan dengam mandi. Dengan demikian, makna pembersihan wudhu lebih pada aspek batin daripada aspek badan. Menurut syariatnya, berwudhu itu membasuh (bukan membersihkan yang semisal dengan mencuci bersih atau mandi, sehingga pesan aspek moralnya lebih terasa). Selama ini kita tidak nyaman dengan pakaian kotor saat shalat (aspek badani), tapi jarang merasa tidak nyaman dengan moral kotor yang masih terbawa-bawa.
Wudlu itu membersihkan wajah, yang dalam makna batin berarti membersihkan pandangan hidup (mata), sumber kehidupan (hidung, nafas), dan perkataan (mulut). Wudlu itu membersihkan tangan, yang dalam makna batin berarti membersihkan perbuatan karena tangan adalah simbolisasi dari kuasa. Wudlu membasahi kepala yang bermakna “mendinginkan otak” atau merefresh pikiran dari pikiran-pikiran salah dan kotor agar jernih dan sehat kembali. Dan wudlu membersihkan kaki, bermakna membersihkan diri dari jalan hidup yang menyimpang.
Moralitas wudlu adalah syarat dalam upaya selanjutnya, yaitu sholat. Sholat dalam pengertian badani, secara syariah hanyalah melakukan gerakan yang diawali takbir dan diakhiri salam dengan bacaan-bacaan tertentu. Secara batin, sholat memiliki moralitas yang agung. Sholat di awali takbir (ketuhanan) dan diakhiri salam (kemanusiaan) bermakna input ketuhanan harus memiliki output kemanusiaan, tidak ada opsi lain. Sholat yang tidak ber-output adalah sholat yang belum selesai, atau belum dianggap sholat. Ketuhanan dan kemanusiaan adalah sepaket, maka celakalah orang-orang yang merasa sudah sholat namun masih menghardik anak yatim dan tidak memberi bantuan kepada orang miskin.
Sujud adalah posisi gerakan paling “privat” antara hamba dengan Allah SWT. Bukan kebetulan jika bacaan sujud adalah kalimah tasbih, yaitu pernyataan bahwa Allah Yang Maha Tinggi adalah Maha Suci dari segala prasangka. Penghambaan mensyaratkan prasangka baik, totalitas kepercayaan dan penyerahan diri 100%. Jika sujud adalah momen paling privasi, inti dari penghambaan, maka tidak ada sholat tanpa prasangka baik kepada Allah SWT, dengan demikian harus berprasangka baik pula pada makhlukNya.
Itulah sebab sholat disebut-sebut sebagai amalan pertama yang dihisab, jika baik sholatnya maka baik pula seluruh amalannya, jika rusak sholat maka rusak pula seluruh amalan… karena semua bermula dari prasangka (mind set). Shalat adalah soal ketuhanan dan kemanusiaan, dan kualitas tertingginya adalah tentang prasangka.
